06. Putri yang Melarikan Diri

227 74 23
                                    

Atmosfer di lingkungan akademi menjadi semakin intens setiap hari menuju pekan ujian.

Perpustakaan semakin sering dikunjungi, buku-buku dengan stok terbatas acapkali tidak ditemukan karena sudah habis dipinjam, dojo dan lapangan latihan dipenuhi anak-anak yang berlatih bela diri atau bersenjata, dan ruang-ruang kelas tak terpakai tetap terang hingga batas makan malam karena digunakan untuk belajar dan berdiskusi.

Lapangan utama juga menjadi tongkrongan anak-anak terutama dari Calon Jurusan Kesatria yang sibuk berusaha menguatkan kekuatan fisik, inisiatif melakukan bina raga tambahan di luar mata pelajaran bina raga.

Begitu pula Alka. Masa untuk berkumpul dengan kawan-kawannya menjadi semakin tipis. Bahkan, Alka tidak terlalu mengacuhkan Jaac yang meminta maaf beberapa lama lalu entah karena alasan apa. Kepala Alka sudah penuh dengan hafalan untuk mata pelajaran teori dan tubuh Alka terlalu penat karena persiapan untuk ujian mata pelajaran praktik.

Singkatnya, Alka sudah terlalu lelah secara fisik dan mental hingga tidak punya energi lagi untuk peduli pada hal-hal yang tidak terlalu genting.

Sepagi ini, Alka merasa tidak enak menyantap. Sarapannya tidak habis, membuatnya dirunguti oleh Elsi. Alka sendiri sejujurnya juga tidak suka mencampakkan makanan, sama seperti Elsi, tetapi pencernaan Alka terus-terusan terasa tidak nyaman.

Sepanjang intensif mata pelajaran ilmu tanah, Alka sama sekali tidak bisa berkonsentrasi. Ia sulit menelan ludah dan pikirannya sering menghilang sama sekali. Tidak tahu kenapa, Alka merasa hampa.

Kenapa?

Apakah kini Alka sudah mencapai batasannya? Saat ini? Ketika Alka masih belum bisa apa-apa? Ketika pekan ujian tinggal di depan mata?

Padahal Alka sudah banyak belajar dan berlatih. Tetapi kenapa tidak ada satu pun yang bisa Alka kuasai dengan sempurna?

Tangan lembut Alka sudah berubah, kasar, dan penuh kapal. Tetapi, Alka bahkan belum menguasai panahan untuk objek berpindah.

Otak Alka rasanya sudah akan meledak. Tetapi, Alka masih sering kelupaan jawaban penting ketika ia latihan soal.

Apa yang salah dari Alka?

Ilmu politik, ilmu sosial, ilmu ekonomi, tata krama, desain interior dan eksterior, dulu Alka menguasai semuanya dengan sempurna di tempat asalnya.

Lalu, kenapa tidak ada satu pun yang bisa Alka mengerti di tempat ini?

Alka menghela napas, menatap Lea yang masih bersemangat melakukan bina raga mandiri bersama teman-temannya di tengah lapangan yang terik.

Bagaimana bisa ia dulu berpikir untuk masuk ke Jurusan Kesatria, ya? Mengangkat pedang saja, Alka masih kesulitan. Pelajaran bina raga dua kali seminggu saja, Alka sudah kepayahan. Apa jadinya jika saat itu ia benar-benar mendaftar ke Jurusan Kesatria? Mungkin sekarang raga Alka sudah tanpa nyawa.

Kenapa pula Alka memilih Tentara Langit? Ada jurusan lain yang bisa lebih Alka kuasai. Jurusan hukum, jurusan ekonomi dan bisnis, jurusan tata boga, jurusan seni. Lihat, ada banyak sekali jurusan dari berbagai macam bidang.

Kenapa?

Ah, bukankah karena Ergo?

Alka ingin masuk Jurusan Kesatria karena ingin lebih dekat dengan Ergo. Alka berakhir masuk Jurusan Tentara Langit juga karena Ergo.

Padahal, Alka sama sekali tidak pernah melihat Ergo lagi selama tiga bulan terakhir. Bahkan pada saat Alka mendaftar, pria itu sama sekali tidak tampak batang hidungnya.

Laki-laki itu. Pria berengsek yang menculik Alka keluar dari kastil di hari pertunangannya, kemudian meninggalkan Alka begitu saja di tempat antah berantah, meninggalkan Alka begitu saja untuk bertahan hidup sendirian. Padahal Ergo tahu dengan pasti bagaimana seratus delapan puluh derajat berbeda kehidupan asli Alka dengan kehidupan di tempat ini.

[Kami] Tentara LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang