42. Penerimaan

111 39 36
                                    

"Kenapa pula kau tiba-tiba memotong rambutmu?"

Sebenarnya, di misi terakhir, ikatan rambut Jaac terlepas sehingga rambutnya yang mencapai bahu bergerak ke sana ke mari mengganggu mobilitasnya. Karena waktu itu ia masih berada di tengah duel melawan seorang pengguna sihir gelap, Jaac tidak punya waktu untuk berpikir ke mana harus mencari ikat rambut baru.

Akhirnya, Jaac putuskan untuk memotongnya menggunakan pedang pendek yang ia genggam. Selain memperingkas rambutnya, Jaac pikir memiliki rambut pendek dapat mengurangi beban sehingga ia akan bisa bergerak lebih ringan. Tanpa disangka, kepalanya benar-benar terasa lebih ringan beberapa kali lipat dan Jaac jadi bisa berpikir dengan lebih jernih dan cepat.

Itukah alasan Elsi memilih potong rambut dulu?

Apapun alasannya, tidak mungkin Jaac menjelaskan kronologi pemotongan rambutnya kepada Lea yang sekarang tengah merapikan rambut yang ia potong sembarangan.

"Hanya ingin saja," ucap Jaac akhirnya.

Padahal hanya potongan rambutnya yang baru, tetapi entah kenapa Jaac merasa terlahir kembali menjadi sosok yang baru. Hiperbolis, Jaac tahu. Tapi kurang lebih memang seperti itu rasanya.

Itukah alasan orang-orang memotong rambutnya ketika mereka patah hati? Jaac ingat ia dulu pernah menggoda Areta tanpa tahu makna sebenarnya dari potong rambut pasca patah hati.

"Sudah." Lea melepaskan kedua tangannya dari kepala Jaac. Ia melongok dari samping, membuat Jaac jadi menoleh membalas tatapan gadis itu, mencari tahu apa yang sedang Lea perhatikan.

"Apa?" tanya Jaac.

"Hmm, ternyata kau tampan juga kalau rambutmu pendek dan rapi begini," celetuk Lea.

Jaac otomatis berjengit dan spontan kembali menatap ke depan, membuang pandangan. Lea tertawa kecil.

"Lucu sekali. Sebenarnya aku merasa aneh karena karena kau menghilang cukup lama dari akademi dan kembali dalam kondisi yang begitu anteng dan lugu. Tapi, ternyata tidak buruk juga. Terlihat sedikit lebih beretika." Lea mendudukkan dirinya sendiri di samping Jaac yang duduk bersila. Kedua kakinya menggantung di pinggiran atap lantai delapan gedung asrama putra.

Jangan tanya bagaimana ceritanya hingga gadis itu bisa tiba di sana.

"Kau mengatakan aku tidak beretika selama ini?"

Lea menyeringai. "Bukannya tidak beretika sama sekali. Tapi kau orang yang selalu bebas, Jaac. Kau tidak mengindahkan peraturan dan tidak pernah memedulikan apa kata orang. Bagimu, hidupmu hanya bisa diatur oleh dirimu sendiri. Itu adalah hal yang sangat bagus. Tetapi, apa kau tahu pepatah di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung? Setiap tempat memiliki aturan masing-masing, dan jika kita datang berkunjung, maka kita harus menghormati aturan yang berlaku di tempat tersebut. Mungkin, di tempat asalmu, perilaku urakanmu adalah hal yang biasa. Di akademi ini pun masih bisa ditoleransi. Tetapi, jangan harap kau bisa hidup dengan tenang jika sudah memasuki wilayah kerajaan-kerajaan," jelas Lea.

"Apakah aku seurakan itu?"

"Sebenarnya, tidak juga. Kau masih bisa menunjukkan sedikit rasa hormat pada para guru, itu adalah basic yang paling basic dan kau melakukannya, jadi aku menilaimu sebagai orang yang memiliki pengetahuan paling dasar soal etika."

"Jawaban yang sama sekali tidak membuatku terlihat lebih baik."

Lea tergelak.

"Tapi, Jaac, kau yang seperti itulah yang menjadikanmu sebagai magnet bagi banyak orang. Mereka tertarik padamu yang 'berbeda' dan akhirnya menempel karena kau begitu terbuka. Meski, sudah menjadi rahasia umum kalau kita tidak akan pernah bisa menyenangkan semua orang, jadi sudah pasti ada juga yang tidak menyukaimu karena itu."

[Kami] Tentara LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang