36. Susulan

89 42 14
                                    

Sepuluh hari.

Waktu yang cukup lama untuk belajar terbiasa, tetapi masih terlalu cepat untuk bisa lupa.

Elsi secara gila-gilaan mengambil sembarang misi yang bisa ia ambil secepatnya setelah selesai mengerjakan satu misi, sepertinya tidak berniat memberi kesempatan bagi dirinya sendiri untuk sekadar menerima fakta yang telah terjadi.

Jaac dalam keadaan yang tidak lebih baik. Ia juga rajin mendaftarkan misi, meski tidak seambis Elsi, tentu saja. Tawa dan canda di wajahnya menghilang. Pemuda itu lebih sering ditemukan dalam keadaan murung atau terlamun, entah apa yang ada di dalam kepalanya. Sepertinya ia menyayangi Atreo lebih dari yang diduga melihat efek yang terjadi setelah kehilangannya.

Alka dan Kaori justru tampak lebih baik. Perempuan-perempuan yang seperti akan menangis sepanjang hari ini malah belajar mengikhlaskan kepergian Atreo sebagai kelulusannya, dan tampaknya keduanya berhasil. Mereka kembali menjalani rutinitas harian dengan normal meski sesekali kedapatan memandang jauh ke arah langit. Mungkin mengenang apapun yang dapat mereka kenang dari orang yang telah hilang.

Zeeb, entahlah. Selain hari ketika itu terjadi di mana ia terlihat cukup terguncang, selanjutnya dia tampak sama seperti biasanya. Zeeb memang selalu begitu. Apapun yang ada di pikiran dan perasaannya, dia akan tetap tampak selalu sama.

Sementara Aalisha, jangan ditanya, tentu saja ia tak peduli. Awalnya, ia memang syok karena apa yang terjadi hari itu begitu tiba-tiba. Tindakan Atreo adalah hal yang tidak pernah ia prediksi sebelumnya. Tetapi, ia sadar bahwa datang dan pergi adalah siklus yang manusiawi. Perpisahan adalah hal yang akan dialami oleh semua orang.

Bahkan, jika Kepala Sekolah mengatakan Atreo sungguhan mati, Aalisha pasti akan menerimanya. Toh, ia sendiri sudah banyak menyaksikan kematian. Satu kematian lain tidak akan membuatnya guncang. Meski tentu, itu kabar baik jika ternyata Atreo tidak mati.

Semoga bocah itu hidup dengan baik di dunianya setelah digembleng sedemikian rupa di tempat ini.

Yang menjadi masalah justru dalam sepuluh hari terakhir Aalisha berkeliaran di akademi dengan dalih cuti untuk menenangkan diri, ada satu keganjilan aneh yang ia temui.

Sesuatu tengah terjadi di akademi. Lebih tepatnya, mungkin, benua ini.

Awalnya, itu adalah kasak-kusuk tidak jelas dari beberapa siswa jurusan lain yang Aalisha kenal. Beberapa petinggi kerajaan-kerajaan yang ada di benua ini tampak memasuki akademi dan meminta pertemuan dengan Kepala Sekolah. Beberapa kelas dikosongkan karena guru mata pelajaran yang mengampu sedang absen dari sekolahan, entah ke mana mereka pergi. Guru yang cuti memang hal yang biasa, tetapi menjadi tidak biasa ketika mereka melakukannya secara bersamaan.

Aalisha juga mendapati lebih banyak kesatria penjaga yang tampak berpatroli, padahal biasanya mereka bekerja di balik bayangan agar tidak mengganggu kenyamanan belajar di akademi. Bahkan, saat mampir ke Langit untuk menyapa siapa pun yang mungkin ada di sana, Aalisha justru menemukan banyak sekali pasukan yang ada di Langit Acacio. Itu hal yang tidak wajar.

Karena Acacio Academy dan benua ini memiliki sumber energi spiritual yang besar, markas penjaga bumi juga ada di benua ini, jadi lebih dari 70 persen Pasukan Tentara Langit biasa bekerja di luar benua karena lebih riskan dan berbahaya. Namun, kali ini, hampir 50 persennya ada di Langit Acacio, berunding tentang betapa banyaknya kasus terjadi.

Justru, papan pengumuman misi diisi dengan misi-misi di luar benua dengan tingkat bahaya yang tidak terlalu tinggi. Langit yang biasa menjadi tongkrongan murid-murid jurusan, kini menjadi markas para pasukan.

Mau dipikirkan bagaimana pun juga, pasti ada sesuatu yang tengah terjadi.

"Bagaimana menurutmu, Zeeb?" Aalisha memainkan sedotan di gelas.

[Kami] Tentara LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang