“Aku tahu akhir-akhir ini kau sering menghilang, tapi aku tidak menyangka itu karena kau berkencan dengan barbarian dari Ballard.”
Kia spontan menoleh sementara Elsi kehilangan rona di wajahnya, menatap tajam ke arah sosok yang berdiri tak jauh di belakang Kia.
“Halo, Pangeran,” sapa Kia dengan nada suara yang tidak pernah Elsi dengar sebelumnya.
“Kami tidak berkencan.” Perempuan itu menambahkan, dengan suara yang sama dinginnya dengan suara Kia.
“Berkencan atau tidak itu tidak mengubah fakta bahwa kalian saling bergaul, seorang bangsawan Kerajaan Jaebana dan rakyat jelata Ballard,” kata lawan bicara keduanya.
“Saya bukan bangsawan, kalau-kalau Anda lupa.” Kia sekali lagi berucap dengan suara yang tanpa emosi. Padahal, semenit lalu, ia masih Kia yang riang ketika berbicara pada Elsi.
“Dan kuingatkan kalau-kalau kau lupa, hampir semua murid dari Ballard berbau—”
“Ya, saya tau. Tapi mereka tidak lagi. Setidaknya, tidak dengan Nona Elsi.”
Elsi tertegun mendengar Kia menyebut namanya tanpa kesalahan untuk pertama kalinya. Juga akan fakta bahwa Kia yang katanya bukan bangsawan bisa memotong ucapan seorang pangeran. Peduli setan dengan apa yang sebenarnya tengah mereka bicarakan.
Elsi menatap lurus sosok yang tiba-tiba datang dan mencari masalah itu. Rambut pirangnya bisa membuat Jaac meledak hanya dengan melihatnya saja. Ia adalah sosok yang mampu membuat Lea bersabar mendengarkan sesekali waktu padahal Lea bahkan tidak pernah sekali pun menghiraukan penjaga asrama. Dia juga orang yang membuat Atreo melayangkan tinjunya, seorang Atreo yang mungkin tidak akan peduli bahkan jika dunia terbelah menjadi dua. Dan kini, sosok yang membuat Kia berucap tanpa basa-basi dengan tanpa emosi.
Liam.
Seberapa hebat kedudukannya hingga ia memberi pengaruh yang begitu hebat pada orang-orang di sekitarnya?
Tentu, kedudukan seorang pangeran pastinya merupakan kedudukan yang tinggi bahkan di antara para bangsawan. Namun, Elsi tidak pernah melihat secara langsung bagaimana kedudukan itu bekerja, dan ia juga tidak peduli. Tidak ada yang memedulikan tentang darah bangsawan di dunianya dulu, dan di lingkungan akademi, derajat itu tidak ada artinya karena semua orang dipandang rata.
Elsi memang tahu bahwa Kia berteman dengan Liam. Ia pernah melihat keduanya berjalan beriringan sebelum ujian masuk jurusan dilaksanakan dulu. Tetapi ia tidak menyangka hubungan keduanya lebih dekat dari yang ia kira, sampai-sampai Liam tidak mempermasalahkan bagaimana Kia baru saja memotong ucapannya. Dengan suara yang tidak memiliki rasa respek sama sekali, pula.
Sosok pirang itu justru tersenyum miring dan melipat kedua tangan di dada, memperhatikan Elsi dari atas ke bawah dan kembali ke atas. Kalau bukan karena ada Kia di antaranya keduanya, Elsi mungkin sudah maju dan melayangkan sebuah pukulan ke wajah cantiknya itu.
Sekarang ia sedikit paham kenapa Atreo pernah berpikir untuk menghabisinya. Sangat disayangkan pemuda itu hanya sempat mendaratkan satu bogeman.
“Well, aku tidak akan heran kalau kau tertarik padanya. Dia punya stamina dan proporsi tubuh yang bagus. Dan karena dia seorang Tentara Langit, sudah pasti dia juga memiliki energi yang baik ….” ujar Liam.
Nada suaranya melunak dari sebelumnya, tetapi entah kenapa jadi semakin terdengar menyebalkan. Sikapnya benar-benar arogan.
Tidak aneh jika seorang Kesatria menilai orang lain dengan standar seperti itu—kekuatan, stamina, kemampuan fisik, energi, dan sebangsanya. Apalagi kesatria berbakat seperti Liam, pastinya menyukai orang-orang yang sama berbakatnya pula. Atau minimal, dapat diandalkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/148109601-288-k315849.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[Kami] Tentara Langit
FantasyAlka mendadak merindukan Harp di tengah kesibukannya di akademi. Elsi mendadak menikmati setiap detiknya di tengah kebisingan 'teman-teman'nya. Kaori mendadak lupa tidak lagi hidup bersama Otoo-san dan Okaa-sannya. Jaac bahkan mulai terbiasa hidup t...