13. Langit dan Tentara Langit

145 68 8
                                    

Zeeb mengembuskan napas, menguarkan uap dari mulut karena dinginnya malam. Musim dingin akan segera datang, membuat hari-hari di lingkungan akademi terasa seperti akan membekukan ketika malam tiba.

Sudah berapa lama sejak terakhir kali Zeeb melewati musim dingin di hutan dengan pakaian seadanya? Rasanya sudah selamanya. Tetapi, tubuh Zeeb masih belum lupa bagaimana menghadapinya, membuat ia tetap baik-baik saja meski Kaori sekarang tengah meringkuk di bawah dua lapis selimut.

Dua bulan telah berlalu sejak ujian masuk. Mengingat hari itu membuat Zeeb merasa seperti tengah membaca sebuah buku. Rasanya bagaikan mimpi, Zeeb melihat segalanya tetapi tidak benar-benar merasakannya.

Semua rasa kagum, bingung, dan buntu ketika pertama tiba di akademi, segala lelah dan payah karena kesibukan mengejar pelajaran selama tiga bulan yang berat, rasa gugup dan tegang ketika hari ujian, rasa khawatir, panik, dan kehabisan tenaga di ujian terakhir, semuanya hilang tak berbekas. 

Memorinya masih jelas berkelebat, tetapi Zeeb tidak lagi merasakan sisa-sisa perasaan selama waktu tersebut.

Ada masa ketika Zeeb merindukan hari-hari di mana dia menjelajah pasar dan pemukiman, memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang dan para pedagang. Juga ketika Zeeb meniti setiap lorong di gedung akademi, memasuki ruang-ruang kelas, menghirup aroma hangat makanan kantin dan perkamen-perkamen di perpustakaan. Kegiatan yang tidak bisa Zeeb lakukan lagi setelah menjadi murid Tentara Langit.

Zeeb merindukan masa-masa itu, tetapi enggan untuk kembali. 

Zeeb tidak ingin merasakan lagi titik awal di mana dia harus berusaha belajar keras agar bisa mengejar ketertinggalannya di antara teman-temannya. Cukup merasakannya sekali, Zeeb membiarkan masa-masa itu menjadi bagian dari kenangannya.

Perempuan itu kembali mengembuskan napas dan menguarkan uap karena udara dingin. Kakinya tergantung sementara ia duduk di kusen jendela lantai delapan, kebiasaan akhir-akhir ini karena dulu sering melihat Elsi nyaman sekali melakukannya.

Bedanya, jendela kamar yang dulu mengarah ke hutan sisi barat asrama, sementara jendela Zeeb sekarang mengarah ke sisi timur. Alih-alih hutan, pemandangan yang Zeeb dapatkan adalah gedung asrama putra di seberang, jalanan berbata merah di bawah sana yang memisahkan dua gedung asrama, dan air mancur putih yang menjadi anomali di tengahnya.

Dua bulan lalu, setelah ujian masuk selesai dilaksanakan, daftar penghuni kamar dirombak. Mereka yang lulus ujian pindah ke kamar yang lebih tinggi, menyisakan lantai dasar diisi orang-orang yang belum lulus dan akan terus belajar mempersiapkan untuk ujian masuk selanjutnya.

Dalam setahun di akademi, diadakan empat kali ujian masuk, masing-masing setiap tiga bulan sekali. Kelak, ketika tahun ajaran baru dimulai, anak-anak yang terdaftar diharapkan sudah masuk di jurusan yang mereka pilih masing-masing atau dikeluarkan karena anak-anak baru akan segera memperbarui daftar siswa. Mereka yang dikeluarkan memiliki kesempatan untuk mendaftar lagi minimal dua tahun setelah masa istirahat.

Dan, di sinilah Zeeb sekarang, di kamar nomor 707, lantai delapan. Lantai tertinggi asrama. Lantai para Tentara Langit.

Entah berapa banyak rasa syukur dan lega yang Zeeb rasakan ketika dia akhirnya berhasil masuk ke jurusan ini. Jika bukan karena Elsi yang selalu memastikan bahwa semuanya mengikuti dan mengejar ketertinggalan dengan baik, jika bukan karena Elsi yang menemukan petunjuk penting yang memberi kemudahan di ujian terakhir, bisa jadi Zeeb saat ini masih di lantai dasar, mengulang semuanya lagi dari awal, tanpa teman.

Zeeb tidak mempermasalahkan apakah dia memiliki teman atau tidak, tetapi membayangkan untuk mengulang semua pelajaran saja sudah cukup membuat Zeeb merasa mual. 

[Kami] Tentara LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang