34. Atreo adalah Raja

112 42 11
                                    

Beruntung tubuh Atreo menabrak dinding spiritual tak kasat mata yang masih terpasang kokoh. Jika tidak, ia akan jatuh ke jurang tanpa sempat mengucapkan selamat tinggal pada dunia. Tubuhnya tertelungkup di atap kereta, terasa hancur dan remuk di segala sisi.

"Treo." Alka yang entah sejak kapan menyusul tubuh Atreo, perlahan membantunya untuk bangkit.

Atreo memicingkan mata, menatap satyr itu memanfaatkan kesempatan. Tanpa memedulikan sabetan senjata Zeeb dan Elsi, ia memecahkan pelindung Atreo, merobek benteng flora dengan tentakelnya, dan melompat ke atas kepala naga yang telah ditenangkan Kaori. Naga itu gelisah lagi, mulai menabrakkan diri ke dinding tebing di seberang berusaha menjatuhkan satyr dari atas kepalanya dan berkali-kali menyemburkan api, marah.

Elsi, Jaac, Zeeb, dan Aalisha berlompatan naik ke atap kereta, menyaksikan la-dian yang kini meleburkan tentakel yang tersisa dan menyambungkannya ke kulit kepala ular naga. Kaori yang segera menyusul naik langsung bergegas mendekati Atreo dengan raut kekhawatirannya seperti yang bisa diduga.

"Ramuan obat." Atreo menengadahkan tangan sebelum Kaori sempat berbicara. Luka sayatan akibat tantakel yang tajamnya bagaikan belati membuat pemuda itu merasa perutnya seperti terbelah, nyeri menjalar ke mana-mana hingga wajahnya dipenuhi keringat dingin.

"Satyr itu menyerap energi sang naga!" seru Jaac.

Alka membantu tubuh lemas Atreo untuk mencari posisi agar Kaori bisa membebatkan perban sebagai pertolongan pertama sementara Atreo menenggak ramuan sembari ikut menilai situasi.

"Ini buruk. Kita tidak bisa terbang untuk mengejarnya," ucap Aalisha frustrasi pada kepala naga yang menjauh dari dinding beton.

Atreo menggenggam erat kedua tangannya yang bergetar dan menelan ludah, kemudian berkata, "Aku tidak bisa membuat kalian terbang, tetapi aku bisa mendukung kalian untuk melompat ke sana."

"Bagaimana kalau kita jatuh?"

"Aku ... aku akan menjaga kalian." Kaori sedikit melangkah maju, menjawab Jaac dengan raut yang berusaha untuk yakin.

"Kalau begitu, kalian hanya perlu untuk terus melompat agar tidak jatuh." Atreo menyunggingkan senyuman miring.

Meski Atreo mengatakan begitu, sebenarnya ia sendiri juga tidak yakin. Kemungkinan berhasil dan selamat hanya delapan puluh persen, dua puluh persen sisanya jika ia dan teman-temannya tidak beruntung dan akhirnya terjun bebas ke jurang.

Tetapi, Elsi dan Zeeb yang menatapnya dengan percaya membuat Atreo meneguhkan hati. Dibantu Alka, ia beranjak berdiri. Rasa sakit di perutnya sirna meski ia tidak bisa berdiri tegak dengan sempurna.

"Bersiap untuk membangun dinding jika ada serangan, tetapi kendurkan energinya saat teman-teman melompat untuk kembali ke mari. Fokus dengan itu dan dukung energiku," ucap Atreo pada Kaori.

Gadis itu mengangguk. Ia melepas ransel dan menggelarnya di atap kereta, mempersiapkan semua bekal pertolongan pertama agar dapat diraih dengan mudah ketika diperlukan.

Akumulasi energi yang dimiliki Kaori dalam tubuhnya jauh lebih besar dari energi spiritual milik Atreo. Tetapi, gadis itu tidak cukup jenius untuk membagi fokus pada banyak hal sekaligus, hanya Atreo yang bisa melakukannya. Jadi, Kaori akan menyalurkan energinya pada Atreo sementara ia akan membaginya untuk Elsi, Jaac, Zeeb, dan Aalisha pada saat yang sama.

"Darah Zeeb terbatas, jadi pastikan untuk menggunakannya dengan bijaksana. Fokus pada targetmu, mengacaukan dan mengganggu satyr itu," ucap Atreo pada Alka. Lawan bicaranya mengeratkan genggaman pada busur, mengangguk yakin.

"Baiklah, teman-teman." Pemuda itu mengambil posisi, berdiri di depan Kaori yang sudah menyiapkan diri. Ia bisa merasakan energi asing dalam jumlah besar mulai mengalir memasuki tubuhnya.

[Kami] Tentara LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang