04. Jaac

264 78 52
                                    

Jaac tidak melakukan apa pun. Serius.

Ia hanya datang ke perpustakaan karena katanya Aalisha dan Lea ada di sana, tapi ternyata mereka tidak ada. Jaac kemudian memutuskan untuk berkeliling karena ia jarang ke perpustakaan, kecuali ketika mencari buku untuk bahan belajar dan mengerjakan tugas.

Itu pun tetap sangat jarang, karena Jaac biasanya meminjam buku milik Aalisha saja dari pada repot-repot ke perpustakaan di lantai dua gedung akademi.

Tidak ada lift maupun eskalator di sini. Naik tangga benar-benar melelahkan. Cukup Jaac naik turun tangga asrama saja. Lagipula, seluruh tenaga Jaac sudah habis ketika pelajaran bina raga. Ia bisa mati jika menguras lebih banyak tenaga lagi.

"Sepertinya ide bahwa dunia ini adalah gim masih belum hilang dari kepalamu, Nak."

Jaac menyeringai. Suara Kepala Sekolah sama sekali tidak mengintimidasi. Beliau memiliki suara yang hangat dan entahlah, memberi rasa nyaman.

Kepala Sekolah tersenyum, kemudian membalik perkamen yang ada di atas meja. Sama seperti lebih dari dua bulan lalu ketika Jaac memasuki ruangan ini untuk pertama kalinya, meja itu masih penuh dengan dokumen-dokumen yang tampak tak akan habis.

"Bagaimana kamu bisa menemukan ruangan itu?" tanya Kepala Sekolah.

"Tidak sulit, Pak. Sebenarnya, saya tidak sengaja."

Ah, satu hal lagi tentang kepala sekolah. Eksistensinya terasa penuh wibawa, membuat Jaac secara natural menghormatinya dan memilah kata ketika berbicara. Jaac tidak ingat dia pernah serespek ini pada orang lain sebelumnya.

"Saya hanya sedang berkeliling perpustakaan karena bosan, kemudian menemukan dinding yang berbeda. Maksudnya, saya tidak sengaja mengetuk dinding itu, dan rasanya seperti ada ruang kosong di belakangnya. Kemudian saya tanpa sengaja—bukan, sebenarnya karena saya penasaran, saya mencari cara untuk membukanya. Kebetulan saya tengah membawa buku bersampul batu rubi," jelas Jaac.

Jaac yakin Kepala Sekolah mungkin tahu ia sedang berbohong.

Membuka ruang rahasia bukan hal yang mudah. Ada mantra spiritual tertentu untuk membukanya. Dibutuhkan juga buku tertentu untuk menjadi kunci. Bukan bukunya, melainkan batu mulia yang ada di sampul buku itu.

Di perpustakaan, memang ada buku-buku dengan batu mulia di sampulnya. Buku-buku dengan sampul seperti itu berarti hanya memiliki satu kopian, dilarang keras membawanya ke luar perpustakaan. Meski begitu, buku dengan sampul batu tetap ada cukup banyak untuk dibilang 'kebetulan' Jaac 'hanya menemukan' buku yang benar.

Yang sebenarnya adalah, Jaac sudah lama mengetahui adanya ruang rahasia di perpustakaan. Ruangan itu pernah dibahas dulu di kelas, berpekan-pekan lalu sampai Jaac lupa kapan tepatnya. Dibanding ruang rahasia, mungkin ruangan itu lebih tepat disebut sebagai ruang terlarang. Di sana, tersimpan buku-buku terlarang yang isinya tidak pantas untuk disebarluaskan ke dunia ini.

Jaac pikir, mungkin di sana Jaac bisa menemukan suatu petunjuk. Petunjuk untuk nge-cheat, misalnya. Atau minimal, petunjuk tentang aturan bagaimana dunia ini bekerja. Atau, yah, paling tidak, petunjuk kecil tentang siapa identitas sebenarnya dari Yang Ada di Atas Kursi Putih. Hal-hal seperti itu pasti ada, kan?

Tetapi, selama dua bulan, pikiran itu hanya terlintas sekilas lalu. Ada banyak tugas dari berbagai mata pelajaran yang Jaac dapat, membuatnya kemudian sudah tidak peduli lagi dengan dunia apa yang tengah ia tinggali saat ini.

Sebenarnya, di dunianya dulu, Jaac juga memang sangat sibuk. Jika dibuatkan jadwal, kesibukan di tempat ini tidak sebanding dengan kesibukan Jaac dulu.

Yang membedakan adalah, kesibukan di dunia ini banyak menggunakan tenaga, dan Jaac tidak punya banyak kekuatan di tubuhnya. Tidak ada teknologi yang bisa membantu pekerjaan Jaac di sini. Tidak ada BlueBird yang bisa meringankan beban pikiran Jaac. Karena itu, ketika mendapat kesempatan, Jaac akan mengistirahatkan diri.

[Kami] Tentara LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang