Zeeb menyisir rambutnya dengan jemari tangan. Keringat sisa menjalankan misi masih membanjiri kepala, membuat rambutnya sedikit basah. Meski tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan misi sebelumnya, tetap saja misi selalu melelahkan.
"Zeeb!"
Seruan khas itu membuat Zeeb mengangkat wajah, mendapati Aalisha berlarian di jalanan berkonblok yang memisahkan asrama putra dan putri. Rambut keritingnya berkibar terempas angin. Tidak biasanya Zeeb kembali dari misi dan langit akademi masih terang begini. Melihat arah datangnya, Aalisha mungkin baru saja menyelesaikan makan siang. Tidak banyak anak berlalu-lalang, sepertinya jam pelajaran sudah dimulai.
"Misimu selesai lebih cepat dari yang kukira," ucap Aalisha saat ia melambatkan langkah.
Zeeb mengangguk. Selain karena misi yang ia ambil hanyalah misi tingkat D, dalam satu kelompok yang beranggotakan tiga orang, dua di antaranya adalah senior yang beberapa tahun lebih berpengalaman. Tidak ada masalah yang berarti bagi Zeeb. Bahkan, meski ia terlihat sempat banjir keringat, perempuan itu nyaris tidak merasakan lelah sama sekali. Yah, sedikit, karena lelah itu manusiawi.
Tubuh Zeeb rupanya mulai beradaptasi dengan rasa lelah dan sakit. Jika dalam dua bulan bergabung dalam Jurusan Tentara Langit dan ia sudah merasakan perubahan signifikan ini, tidak aneh jika saat lulus, para Pasukan Tentara Langit memiliki kemampuan fisik di level yang berbeda. Ia benar-benar merasa ditempa dengan berbagai misi yang ia lakoni.
"Apa kau sama sekali tidak merasakan apa pun setelah misi terakhir, Zeeb?" tanya Aalisha.
"Misi itu?" Yang harus berurusan dengan dua La-guh, sekaligus bayi naga yang sinting beberapa waktu lalu?
Aalisha mengangguk. "Teman-teman yang lain mengambil libur panjang karena lelah dan trauma. Namun, lihatlah, di sini Zeeb sudah selesai mengerjakan misi lain lagi."
"Jangan bercanda." Zeeb tahu Aalisha juga tidak asing dengan kekacauan yang terjadi hari itu.
Aalisha tertawa sambil melambaikan tangannya pura-pura malu. "Kau benar, aku memang familiar dengan kekacauan semacam itu, baik karena berbagai misi yang pernah kujalankan sebelumnya maupun karena kehidupan kacauku di duniaku dulu."
Mana ada orang yang hidup normal dengan baju yang robek-robek dan berbagai perban serta menggenggam sebilah pedang, bukan?
Zeeb masih mengingat dengan jelas bagaimana kondisi Aalisha saat mereka pertama bertemu dulu.
"Meskipun begitu, tetap saja itu kali pertamaku melihat orang yang hangus tetapi masih riang berloncatan ke sana ke mari," celetuk Aalisha.
"Masih tidak akan cukup untuk membuatmu trauma."
Aalisha sekali lagi tertawa, "Aku memang paling tidak bisa membohongi Zeeb."
Perempuan berambut hitam itu mengulum senyum dalam diam. Tatapannya terpaku lamat pada Aalisha yang masih terus berceloteh riang, mengikuti bocah itu memasuki asrama putri.
|°|°|
Atap asrama putri adalah tempat yang paling tepat untuk menikmati langit malam. Mungkin, karena dulu saat masih sekamar, Zeeb sering melihat Elsi menatap langit melalui kusen jendela kamar, sekarang menatap langit adalah hobi barunya. Tertular Elsi, sepertinya.
Tidak ada yang dapat mengalahkan keindahan langit Acacio, apalagi ketika tengah purnama seperti sekarang. Gemintang bertebaran di angkasa. Bubuk berwarna merah muda yang lembut, biru, dan ungu mewarnai, memberi gradasi. Kata Elsi, itu mungkin adalah nebula, awan tempat bintang-bintang lahir. Atau mungkin hanya awan biasa yang terkena biasan cahaya dari angkasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Kami] Tentara Langit
FantastikAlka mendadak merindukan Harp di tengah kesibukannya di akademi. Elsi mendadak menikmati setiap detiknya di tengah kebisingan 'teman-teman'nya. Kaori mendadak lupa tidak lagi hidup bersama Otoo-san dan Okaa-sannya. Jaac bahkan mulai terbiasa hidup t...