44. Laporan

190 40 8
                                    

"Komandan."

Pria paruh baya yang baru saja tiba kembali ke Langit itu menoleh ke asal suara. Seorang wanita dengan fisik yang tampak di tengah usia empat puluhan berjalan mendekatinya.

"Kapan kamu kembali, Yuria?" Komandan Tentara Langit mengusap rambut klimisnya yang sudah putih, memindai kondisi wakilnya yang baru saja kembali dari Bumi.

"Baru, saja. Aku mendengar bahwa para pelintas sudah seluruhnya kembali ke dunia mereka masing-masing. Ini rekap kegiatan yang mereka lakukan dari Kepala Sekolah Acacio dan Penanggung Jawab Jurusan Tentara Langit." Wanita yang disebut dengan nama Yuria itu menyerahkan tumpukan dokumen pada Komandannya.

"Aku harus segera menemui Yang Ada di Atas Kursi Putih setelah ini." Komandan menerima dokumen-dokumen itu dan membaca semuanya secepat yang ia bisa. "Kuharap tidak ada pelintas lagi dalam waktu dekat karena dunia ini sedang sangat kacau," gumamnya.

"Kita tidak bisa apa-apa jika Yang Ada di Atas Kursi Putih memutuskan untuk membuka lagi gerbang dimensi," ucap Yuria.

Komandan Tentara Langit mengangkat wajahnya dari dokumen, menatap Yuria yang sudah membersamainya dalam waktu yang lama untuk menjalankan tugas sebagai Komandan dan Wakil Komandan Tentara Langit.

"Kau tahu, Yuria? Yang Ada di Atas Kursi Putih tidak pernah memutuskan untuk membukanya. Ia hanya bertugas untuk membukanya, namun semua keputusan adalah milik Yang Maha Kuasa."

Yuria menatap Komandannya dengan tatapan bingung.

"Aku melihatnya terakhir kali. Tidak, lebih tepatnya, diperlihatkan. Di balik kursi putih itu, ada hutan berisi pepohonan takdir," ucap Komandan. Ia menerawang, mengingat rasa takut dan kagum yang ia rasakan kala menyaksikan hutan itu. Meski fisiknya tampak gagah di usia delapan puluhan, sebenarnya ia sudah hidup lebih lama dari yang bisa orang-orang kira. Begitu pula Yuria, wanita yang mewakilinya. Namun, seumur ia hidup, itu adalah pertama kalinya Komandan menyaksikan sesuatu yang lebih menakutkan daripada ia Yang Ada di Atas Kursi Putih. Menakutkan karena terlalu mengagumkan.

"Komandan, kau tahu aku belum pernah bertemu dengan Yang Ada di Atas Kursi Putih, jadi aku tidak memiliki bayangan apa dan bagaimana ia, apalagi hutan yang baru-baru ini kau saksikan."

Komandan menurunkan pandangannya yang menerawang, kembali menatap Yuria.

"Tidak, aku tidak menyangsikanmu," ucap Yuria. "Aku memercayai semua yang kau katakan. Aku hanya tidak bisa memahaminya terkadang."

"Kau benar." Komandan kembali menatap dokumen-dokumen di tangannya. "Hanya aku yang pernah menemui ia. Di matamu saja, aku terdengar seperti sedang meracau. Apalagi di mata orang lain, mungkin aku akan dianggap gila alih-alih dihormati sebagai seorang komandan."

"Jangan berkata begitu. Semakin tinggi pengetahuan, semakin sinting ia terlihat. Bukannya aku mengataimu sinting, aku hanya mengatakan untuk tidak terlalu peduli pada pandangan orang lain," ujar Yuria.

"Di umurku yang segini, aku masih begini-begini saja." Komandan terkekeh. "Bagaimana kondisi di Bumi?"

"Membaik. Tapi, akses menuju Bumi Salvana seluruhnya tertutup. Sepertinya sudah sempurna dikuasai oleh La-Dian tingkat tinggi. Jadi, meski kukatakan membaik, sebenarnya keadaannya tetap sangat buruk," lapor sang wakil komandan.

"Tanah Salvana juga dipenuhi kabut buszo yang tebal jadi sangat berbahaya jika kita turun ke sana. Aku sudah melarang para pasukan untuk tidak memasuki tanah itu sebelum ada perintah dariku. Sebagian besar pasukan yang tersisa, berjaga di seluruh perbatasan tanah Salvana. Lainnya masih berpatroli dan menebas para makhluk Bumi yang mereka temui."

Komandan menutup semua dokumen yang telah selesai ia baca, kemudian membakarnya. Peristiwa lintas dimensi adalah hal yang tidak biasa, jadi ia menghancurkan semua bukti atas kejadian tersebut agar tidak disalahgunakan. Cukup orang-orang tertentu saja yang tahu karena ini bukanlah informasi yang ringan.

"Segera bersihkan inti jiwamu dari aura resesif Bumi yang melekat dan pimpin pasukan selama kealpaanku."

Yuria memperbaiki postur berdirinya menuju posisi siap, kemudian menjawab, "laksanakan, Komandan."

Komandan Tentara Langit mengangguk pelan, kemudian merapal mantra dalam hati untuk membuka portal menuju Langit yang lebih tinggi.

Saatnya memberi laporan pada ia Yang Ada di Atas Kursi Putih.

– End –

– End –

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[Kami] Tentara LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang