- EMPAT

202 66 37
                                    

Anara
"Jangan emosi waktu ngadepin ayah, ya? inget perasaan bunda."

Anara
"Nanti cerita ke aku yaa jangan di pendem sendirian, jangan di dengerin juga omongan ayah yang jelek jelek. Masuk kanan keluar kiri aja."

Anara
"Sayang kamuu bangett❤"

Pesan itu yang sedari tadi Malik baca, lelaki itu mencoba tidak terpancing emosi dan menetralkan emosinya saat bertemu Daru nanti.

Memang benar peredam emosinya adalah Anara, gadis itu yang bisa membuat emosinya menjadi stabil.

"Assalamualaikum." suara itu membuat sepasang mantan suami istri itu menoleh ke arah ambang pintu masuk secara bersamaan.

"Waalaikumsalam." balas kedua nya. Setibanya Malik di dalam, jujur Malik hanya menyalimi Lisa sama sekali tidak menghiraukan kehadiran Daru di rumahnya.

"Jelasin ke ayah apa ini semua." Daru memberikan surat dari sekolah Malik atas perilakunya tadi pagi, melemparkan kertas putih itu di atas meja ruang tamu.

Netra lelaki paruh baya itu menatap tajam ke arah Malik.

Sial, rasanya Malik ingin mengumpat.Sengaja ia menyembunyikan ini agar tidak menjadi beban pikiran untuk Lisa, tapi mengapa lelaki tua ini datang dan memberitahu semuanya?

"Kamu bawa rokok ke sekolah, ya?" tanya Lisa dengan nada yang sangat lembut, jelas sangat berbeda dengan Daru.

"Iya, maaf ya bun. Malik minta maaf.." sungguh Malik tidak ingin membuat Lisa sedih, karena ulahnya.

"Malu ayah malu!! ayah kira kehadiran ayah sebagai saksi, kalau kamu juara kelas atau anak yang bisa dibanggakan, tapi ternyata itu semua cuma ekspetasi ayah yang begitu besar." Daru meninggikan nada bicaranya, tak peduli dengan Rasya, Lisa bahkan tetangga di samping rumah.

Malik geram melihat ayahnya terus memikirkan bagaimana imagenya di depan kolega, di depan teman bahkan partner kerjanya tanpa memahami betapa hancurnya perasaan anak sulungnya saat ini.

"Kita bicara di luar." Malik keluar dari ruang tamu menuju garasi rumah disusul Daru sebab Malik tidak ingin bertengkar di depan bundanya.

"Berhenti mengekang saya!" netra Malik menatap netra Daru sangat tajam.

Ayah dan anak memulai perdebatannya.

"Kamu malu punya anak seperti saya? jangan anggap saya anak, gampang kan? kamu yang buat semuanya jadi ribet, jadi sulit " ucapan Malik sangat etus, ia menatap sang ayah penuh rasa benci.

"Lagi pula saya gak minta kamu datang ke sekolah dan saya minta tolong kubur dalam dalam ekspetasi tinggi kamu itu!" titah Malik, pundak lelaki itu kempas kempis saat berbicara seperti itu ke Daru.

Sebisa mungkin Malik tidak mengeluarkan seluruh emosi nya. Ia masih memikirkan keadaan Lisa dan Rasya. Sebenarnya ini bukan pertama kali, perdebatan seperti ini sering Malik lalukan setiap bertemu ayahnya.

"Ayah tanya sama kamu, kenapa kamu seberandal ini hah?! kenapa kamu bisanya hancurin nama baik keluarga kita?!" bentak Daru. Lelaki tua itu tak kalah emosi.

Seketika Malik menyeringai.

"Keluarga kita?" tanya Malik.

"Kamu sendiri yang nyerah atas semua yang udah kamu bangun termasuk keluarga ini dan kamu sendiri yang ngancurin semuanya"

"Jangan injak kaki kamu kesini, ini bukan keluarga kamu lagi" mata Malik sudah di kuasai oleh amarah, kebencian.

"Dan jangan ikut campur atas masa depan saya! " Malik menekan kan kalimat itu.

Sang Derana [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang