-ENAM BELAS

150 55 14
                                    

Bingung, Anara bingung dengan keadaannya saat ini. Bingung sama kondisi yang ada di pihak nya saat ini, niatnya baik untuk menolong Malik, tapi kenapa Malik selalu salah mengartikannya? seakan akan Anara hanya kasihan padanya.

"Malik masih marah pasti.." gumam Anara dengan ponsel yang kini ia genggam.

Gadis itu masih berada di room chat, pesan yang sedari tadi ia kirim belum dibalas sama sekali, padahal Malik sudah membacanya. Perasaan Anara semakin gelisah dan sedih.

Sesekali Anara melihat amplop yang Malik berikan padanya dan benar saja saat Anara hitung dana di dalam amplop itu ada sebanyak lima juta. Anara dibuat terkejut. 

"Harus telfon Malik, harus." Anara bergumam sembari menekan kontak Malik ke telfon.

Terhubung.

Tapi, Malik tidak membuka suara nya seperti menunggu Anara berbicara.

"Malik...." suara Anara pelan, takut kalau Malik tidak mau bicara dengan nya.

"Apa?" suara itu dingin, Anara dapat merasakan nya.

"Kamu... Kamu beneran?.. Maksud aku—hemm kamu beneran.. Maksud aku kamu balikin uang dari mama?"

"Iya, menurut lo?"

"Aku mau ketemu... Mau? aku lagi pengen makan ketoprak yang di deket pasar malam itu loh." Anara mengajak Malik jalan agar hubungan mereka membaik.

"Gak bisa, lagi sama anak anak."

"Yaudah aku sendirian aja deh, kamu jangan kebanyakan ngerokok ya, pulang langsung kerumah"

"Jangan, gue ke rumah lo sekarang."

"Aku siap siap dulu."

"Ya"

Terputus.

"Loh loh ini kenapa rapih banget?" tanya Monica yang sedang membuat kue menu baru untuk cafenya.

"Anara mau jalan sama Malik, ke pasar malam yang baru buka beberapa minggu itu loh ma." ucap Anara sambil menyicip kue yang ada di meja makan.

"Hemm enak ma, ini buat apa? " puji Anara, gadis itu menyicip kue lapis yang dibuat oleh Monica.

"Puji Tuhan, mama udah mikir jelek aja kalau hasilnya gak sesuai ekpetasi." ucap
Monica legah.

"Ini loh buat menu baru di cafe, makanya mama coba coba"

"Ngomong ngomong... Kamu mau sampai kapan sayang?" tanya Monica membuat Anara mengerutkan dahinya, karena bingung. Pertanyaan itu membuatnya berpikir berkali kali lipat dan apa maksudnya.

"Apanya ma?" tanya Anara.

"Kamu sama Malik."

Tidak ada jawaban, pertanyaan itu membuat Anara bungkam.

"Kalian melangkah udah terlalu jauh. Mama gak permasalahin kalian pacaran, tapi kamu ngerti kan? kalian itu beda. Mama gak mau kamu lanjut, nanti adanya malah kalian berdua justru bakal ngerasain sakit, karena perpisahan. Mama gak mau, Ra." Monica berbicara sangat lembut. Wanita paruh baya itu menatap netra anak semata wayangnya.

Sang Derana [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang