Kini kediaman rumah Daru sudah diramaikan oleh kerabat, saudara jauh,bahkan sudah ada kolega, partner bisnis yang ikut hadir di rumah duka
Di ruang tamu yang sangat luas sudah ada peti besar yang berisikan jenazah Daru, ditambah rangkaian bunga yang cantik dan figura besar di tengahnya. Dari kejauhan sudah ada sosok Malik dan yang lain hadir di rumah duka. Jelas saja itu membuat Fanisa dan Rayhan terkejut setengah mati melihatnya.
"Tangkap mereka sekarang!" perintah Rian kepada anak buaholpnya.
"Enggak.. Salah saya apa?!" jelas Fanisa berontak.
"APA APAAN INI HAH?!" gertak Rayhan.
Semua orang dibuat bingung dengan kejadian yang terjadi saat ini.
"Lepaskan mama saya!" Rayhan menepis tangan polisi itu, kemudian mengamankan Fanisa di balik tubuhnya.
"Apa kalian ada surat perintah untuk menangkap mama saya? gak ada kan?" sergah Rayhan.
"Selain membawa hasil otopsi, saya juga membawa surat perintah." jawab Rian dengan senyumnya sembari menunjukan surat perintah yang ada di tangannya.
"Akahkan lebih baik kamu menangis di kantor saya, kasihan beliau muak melihat drama kamu." ucap Rian ke Fanisa sembari melirik ke peti mati Daru.
"Bawa mereka!" perintah Rian.
"ENGGAK!! SAYA GAK BERSALAH!!" Fanisa berteriak begitu pun Rayhan.
Rayhan mencoba mengkode Bagas untuk melakukan sesuatu dan ya Bagas meng-claim perintah Rayhan dengan cara menganggukan kepalanya samar samar.
Semua orang yang ada di sana langsung menyoraki Fanisa sebagai pembunuh, orang yang tidak memiliki hati, tidak berperikemanusiaan dan ada juga yang meneriakinya pakai sebutan jalang.
"Om ke kantor dulu, semangat anak baik!" Rian memberikan support ke Malik serta pelukan hangat.
"Terima kasih banyak om" balas Malik.
"Papa ke kantor dulu, kalau ada apa apa tolong telfon papa, ya?" ujar Rian ke Vedro sambil mengusap kepala anak semata wayangnya.
"Lisa, saya pamit." ucap Rian pada Lisa, tak lupa memberi senyum ramahnya.
"Silahkan pak, sekali lagi terima kasih." balas Lisa ramah.
"Sayang ini ada apa?" tanya Ratih pada Malik. Wajah Ratih bingung, ia tidak mengetahui apapun.
Malik menghela nafasnya, mungkin kali ini bukan waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya.
"Nanti Malik cerita semua ke oma, ya?" balas Malik.
Ratih hanya menganggukan kepalanya, ia diberi banyak pertanyaan mengenai ini semua.
"Malik kesana dulu ya, oma." ucap Malik dan Ratih hanya menganggukan kepalanya.
Dari kejauhan Malik melihat peti yang berisikan jenazah Daru, ditambah foto yang sangat tampan membuat senyum Malik terukir. Lelaki itu mulai mendekatkan kakinya agar bisa melihat lebih jelas figura itu, tak lupa juga temani Anara dan Lisa.
"Ayah lihat kan? Malik berhasil, Malik bisa tegakin keadilan untuk ayah." batin Malik. Baru kali ini ia merasa bangga pada dirinya sendiri.
"Malik udah maafin semua masa lalu yang buruk, perbuatan ayah terhadap kami, Malik ikhlas. Jadi ayah jangan merasa bersalah terus menerus, ya?"
"Maafin Malik udah buat ayah jadi sakit untuk kesekian kalinya, baik baik di sana, ya yah? Malik selalu sayang ayah."
Anara menggenggam tangan Malik dengan erat. Gadis itu juga terlihat lega, karena semua sudah terbongkar. Yang jelas dunianya secara perlahan kini sudah kembali hidup dan bangkit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Derana [ END ]
Teen Fiction-DISARANKAN UNTUK FOLLOW AKUN INI SEBELUM MEMBACA- "Apa iya ini semua sia sia? apa iya hubungan ini cuma menunda perpisahan? -Anara. Perbedaan keyakinan yang membuat mereka berjarak sangat jauh. Selain permasalahan cinta yang tak kunjung usai, Mal...