---31a. Kamu Mau Ini---

3K 188 37
                                    

Entah terlalu terluka atau terlalu kaget mendapati kenyataan memilukan itu, Irham tidak tahan berlama-lama berdiri di dekat Ina. Ia segera pergi ke kamar sebelah, lalu membuka jendela. Angin sore Surabaya yang panas pun menerpa wajah tanpa basa-basi, seperti mengejek nasibnya. Irham mencari rokok, kemudian mengisap benda beracun itu dengan otak buntu.

Anak kecil itu!

Bisa-bisanya Ina memainkan diri sendiri hingga menjerit dan meraung seperti kesetanan. Ah, Irham terlalu angkuh untuk mengakui bahwa jeritan dan raungan itu adalah tanda kenikmatan yang hakiki. Sepanjang bersamanya, Ina belum pernah menggila seperti itu. Harga diri Irham sebagai lelaki serasa dibuang ke kerak bumi, diinjak-injak ribuan gajah, lalu digelontorkan di saluran pembuangan, dan berakhir di septic tank.

Bukan hanya soal harga diri yang membuat Irham meradang. Ia melihat ada yang sangat salah pada Ina. Bukankah mengeksekusi diri itu tidak boleh dilakukan? Bagaimana mungkin gadis lugu itu tahu tentang hal-hal jorok? Irham terpaksa menyalahkan kemajuan teknologi. Benda kecil bernama ponsel telah memberikan akses ke seluruh dunia, baik sisi dunia yang terang benderang maupun sisi gelap gulita yang selama ini jarang terungkap.

Istrinya ternyata penggila seks? Dada Irham membara. Hal ini tidak boleh dibiarkan!

Irham mematikan rokok yang baru terbakar sebagian itu, lalu bergegas kembali ke kamar Ina. Ia tidak menemukan Ina di kasur. Perempuan itu telah mengunci diri di kamar mandi. Segera digedornya pintu kamar mandi.

"In!" panggilnya dengan berteriak.

Di dalam, Ina tengah mengguyur badan dengan air dingin. Ia ingin menghanyutkan segala bara di otak dan seluruh tubuh agar menjadi perempuan terhormat, yang jinak dan lembut bak merpati. Ia tidak berharap apa-apa. Saat ini, hanya terlihat dua kemungkinan. Keduanya tidak ada yang menyenangkan. Kalau tidak diceraikan, ia bakal diamuk Irham habis-habisan.

"Keluar sekarang!" perintah Irham dengan ganas.

Ina menggigit bibir. Suara teriakan Irham itu jelas bukan main-main. Kini bukan hanya dua kemungkinan yang terbayang oleh Ina, namun tiga, diamuk dan diceraikan bersamaan. Ina meraih handuk, lalu membebat diri dengan cepat dan membuka pintu.

"Iya, Mas?" tanyanya dengan lirih, tanpa berani menyambut tatapan Irham.

"Ke sana kamu!" Satu lengan Irham terangkat, telunjuknya menuding kasur.

Ina berjalan ke kasur dengan kebingungan. Jantungnya berdebar karena Irham membuntuti tanpa bicara. Ia ingin membelok ke lemari untuk mengambil baju, tapi Irham dengan sigap menangkap tubuhnya. Ia diseret ke tempat tidur. Begitu sampai di tepi ranjang, Irham merenggut handuk yang ia kenakan, dan melemparnya ke lantai.

"Mas?" Ina kaget karena tiba-tiba telanjang bulat. Ia mau mengambil kembali handuk itu, tapi Irham bergerak lebih cepat. Lelaki itu dengan kasar mendorongnya sehingga jatuh telentang di kasur.

"M-mas?" Ina mendesah lirih karena firasat buruk mulai merayapi hati. Dengan menguatkan diri, ia memandang suaminya. Irham ternyata berdiri dengan wajah dingin. Kedua rahang lelaki itu mengatup erat. Ada pembuluh darah menonjol di pelipis dan kening, menandakan lelaki itu tengah emosi tingkat dewa.

Irham tidak menjawab. Tangannya dengan cepat melepas kancing celana pendek, menurunkan ritsleting, lalu melepas celana itu, disusul dengan celana dalam.

"Mas mau apa?" tanya Ina dengan jantung berpacu karena mulai ngeri dengan hawa kemarahan Irham.

Irham menatap Ina dengan tajam. "Kamu mau ini, kan?" ujarnya dingin.

Ina menggigit bibir. Suaminya mau melakukan apa? Mengajak mantap-mantap sambil murka seperti itu?

"KAMU MAU INI, KAN?" Irham mengulang pertanyaan sembari menarik kaus ke atas, melewati bahu. Ia campakkan kaus itu ke lantai dengan dengkusan keras. Begitu tubuhnya terbuka semua, Irham menyerbu Ina di ranjang.

Ina yang kaget dengan serbuan mendadak itu berusaha meringkuk untuk melindungi diri. Ia merasa Irham bukan mau menikmati kebersamaan mereka, melainkan ingin melampiaskan kemarahan.

Benar saja, Irham naik ke tubuhnya lalu membentangkan kedua lengan Ina ke samping. Ia cengkeram kuat-kuat lengan itu. Kedua tungkainya menjepit pinggul Ina, sampai istri mungil itu tidak bisa berkelit.

Ina semakin ketakutan. "M-mas mau apa?" tanyanya dengan bibir gemetar.


=Bersambung=

Mau baca Love You Still sampai tamat nggak pake jamuran nungguin apdetan sampai belasan purnama? 

Selain di Karya Karsa dengean paket mumernya, LYS juga bisa dibaca di KBM. Yuk, mampir ke sana.

Love You StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang