---33. Mana Istriku? (1)---

2.5K 199 34
                                    

☘☘☘

"Kamu kenapa, In?" tanya Dika lembut setelah tangis Ina reda. Dengan kedua tangan menangkup wajah Ina, dihapusnya air mata dari pipi perempuan itu.

Sebenarnya, Ina menikmati sentuhan penuh perasaan itu. Akan tetapi, bukankah yang ia lakukan ini salah? Ia segera membebaskan diri dari pelukan Dika dan menggeser duduk menjauh. "Enggak, enggak pa-pa. Aku cuma dimarahi masalah kecil, kok."

Dika tidak percaya begitu saja. Penampilan Ina sama sekali tidak menunjukkan masalah kecil. Sepertinya, dugaan Anin di telepon tadi benar. Bukankah korban pelecehan seksual sering menutupi kejadian yang sebenarnya karena malu dan takut?

"Ya, udah, kalau belum mau cerita. Tapi kalau kamu punya masalah, jangan sungkan hubungi aku."

Ina mengangguk. Ia cepat-cepat mengusap air mata dengan kedua tangan. Kamar itu kemudian terisi keheningan.

"Mas Ir nggak ngapa-ngapain kamu?" tanya Dika lirih, memecah kesunyian.

Ina terpaksa menoleh. "Enggak. Dia baik, kok."

"Gitu? Dia udah bikin kamu nangis sampai bengap begini," keluh Dika. Diraihnya tangan Ina, dielusnya lembut dengan ibu jari. Sentuhan ringan itu membuat jantung Ina berlompatan.

"Aku yang salah. Aku emang pantes dimarahi," bisik Ina dengan suara serak.

"Kamu bikin salah apa?" tanya Dika dengan hati-hati. "Kalau emang aku bisa bantu, aku akan bantu."

Ina menggeleng. Ia sendiri tidak tahu apa yang ia inginkan saat ini, mau meminta bantuan apa? "Ketemu sama Mas Dika aja udah cukup," bisik Ina.

Kata-kata itu menyentuh hati Dika. Ia yakin sekali masalah yang dihadapi Ina sangat berat. Tanpa ragu, Dika mendekat dan merengkuh Ina kembali. "Aku sayang kamu, In. Kamu bisa ngandalin aku."

☆☆☆

Dari kamar Diana, Irham mendengar Ina keluar rumah. Lagi-lagi Ina pergi tanpa pamit. Rasanya kesal diremehkan seperti itu. Karena ingin tahu, akhirnya ia memutuskan untuk membuntuti Ina yang mengendarai sepeda motor bututnya. Dengan hati-hati, ia menjaga jarak agar tidak membuat sang istri curiga. Beberapa saat kemudian, ia mengenali daerah ke mana Ina melaju. Ia menduga, istrinya itu menuju rumah sahabatnya di daerah Semolowaru.

Benar saja, tak lama kemudian, Ina membelokkan sepeda motor ke sebuah kawasan perumahan, lalu masuk ke sebuah rumah bertingkat dua. Irham tahu itu rumah Anin. Ia sudah mengenal teman Ina itu karena Anin beberapa kali diajak mampir ke ruko. Ia juga pernah menjemput Ina di rumah yang sama saat mengajak gadis itu pulang ke Malang. Waktu itu, Ina sedang mengerjakan tugas organisasi kampus.

Irham memarkir mobil agak jauh, di seberang jalan. Pepohonan yang menjadi pembatas jalan kembar memberikan penyamaran yang lumayan baik. Ia termangu sejenak, memikirkan apa yang akan dilakukan pada Ina.

Ia tidak suka pada perbuatan cabul Ina. Ia juga tidak senang istrinya pergi begitu saja tanpa pamit. Bisa-bisa nanti menjadi kebiasaan. Ada masalah sedikit pergi. Agaknya ia harus mendidik anak itu agar bisa menjadi perempuan dewasa. Tapi, mengapa serasa ada tembok yang menghalangi dirinya dan Ina?

Lamunan Irham buyar saat sebuah mobil merapat ke pagar rumah Anin. Sebuah Honda Brio merah. Otak cerdas Irham memunculkan ingatan lama. Ia seperti pernah melihat Honda Brio merah, tapi tidak yakin di mana. Mobil mungil itu kemudian parkir di depan rumah Anin. Seorang pemuda jangkung keluar, lalu berjalan tergesa menuju rumah. Akhirnya Irham ingat di mana melihat Honda Brio merah itu. Bukankah saat pulang dari memata-matainya di rumah makan Bakmi Gigantis itu, Ina ditunggu Honda Brio merah juga? Entah ini hanya perasaan Irham atau memang firasat, mendadak berbagai skenario bermunculan di dalam benak. Tidak satu pun membuat hati tenang.

Irham memutuskan menunggu. Siapa tahu orang itu hanya tamu atau punya keperluan tertentu di rumah Anin. Setelah hampir satu jam tidak ada tanda-tanda pergerakan lain, akhirnya Irham memutuskan untuk mendatangi istrinya. Ia menjalankan mobil ke depan rumah Anin, lalu parkir di belakang Honda Brio. Ia menyempatkan diri untuk mengambil gambar plat nomor mobil itu.

Irham berjalan menuju pintu depan. Ternyata pintu itu tertutup. Perasaannya semakin tidak enak. Siapa pemuda jangkung tadi? Apakah keluarga Anin? Kalau hanya bertamu, mengapa pintu depan harus ditutup? Kemungkinan besar, ia orang istimewa di rumah itu.

Irham harus mengetuk beberapa kali sebelum Anin muncul di ambang pintu. Gadis itu terlihat kaget saat tahu siapa yang datang.

"Mas Ir?" ujarnya. 

🌻🌻🌻

Love You StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang