16. Bapak Ini Siapa? (2)

1.7K 114 9
                                    



Restoran itu sangat luas. Dari resepsionis di depan, terlihat meja-meja yang ditata apik dengan nuansa tradisional Jawa. Ada pula gazebo-gazebo mengelilingi kolam berair mancur. Suasana damai terbentuk berkat gemercik air dan alunan musik karawitan yang dilantunkan pesinden dan kelompok pemusik tradisional. Jarak antar meja cukup berjauhan sehingga pengunjung bisa leluasa berbincang tanpa terganggu pengunjung lain.

Ina melewati meja resepsionis dengan cepat, lalu celingukan mencari keberadaan Irham. Ia harus berjalan ke arah dalam untuk melihat bagian lain. Setelah beberapa saat, ia menemukan punggung seseorang yang ia kenal. Ternyata Irham berada di sebuah sayap bangunan yang di dekatnya terdapat kolam. Meja tempat ia duduk muat untuk empat orang. Tapi di tempat itu hanya ada dua orang, Irham dan Adel.

Mereka duduk berhadapan dan terlihat mengobrol santai. Ada makanan tersaji di meja. Ina tidak dapat melihat wajah Irham, tapi ia bisa mengamati raut Adel dengan jelas. Wanita berhidung mancung dan bermata lebar yang bulu matanya panjang dan melengkung alami itu berbicara dengan tersenyum manis. Binar matanya terlihat bahagia. Jelas sekali masih ada rasa cinta di mata itu.

Di dunia ini berlaku hukum aksi dan reaksi. Bila reaksi Adel seperti itu, Ina bisa menduga seperti apa aksi yang dilakukan suaminya. Langsung saja dada Ina sesak. Bukankah tadi Irham bilang mereka berjumpa klien? Ia sudah mengambil waktu lebih lambat dari perkiraan Irham sampai di restoran ini. Seharusnya semua orang sudah berkumpul dan makan, bukan? Mengapa Irham malah berduaan saja dengan Adel?

Ina segera mencari tempat terlindung agar bisa mengamati suaminya dengan aman. Tangannya meraih ponsel dari dalam tas.

"Mas Ir di mana sekarang?" tanya Ina begitu panggilannya disambut Irham.

"Di Bakmi Gigantis. Kenapa? Kamu berubah pikiran, mau aku bungkusin bakmi?"

"Enggak! Mas Ir sama siapa aja di situ?" tanya Ina lagi. Ia menggigit bibir. Jantungnya berdebar keras, takut Irham berbohong.

"Sama yang aku bilang tadi pagi."

"Sama Mbak Adel dan klien?" pancing Ina.

"Iya. Ternyata kliennya molor. Nih, aku masih nungguin."

Jawaban Irham membuat Ina bingung. Irham berkata jujur atau berbohong? Hatinya berdebar saat melihat Irham bangkit dari duduk lalu menjauh menuju pinggir kolam.

"In, kamu kenapa?" tanya Irham.

Ina semakin galau. Irham ternyata mendeteksi ada yang tidak beres. "Nggak ada apa-apa. Mas Ir pulangnya masih lama, dong?"

Irham mendesah. "Iya kayaknya. Kamu udah makan belum?"

"Belum."

"Ah, iya. Kamu kesepian di rumah, ya? Mau nyusul ke sini? Aku pesenin GooCar buat jemput kamu, ya?"

Ina kontan panik. Makan semeja dengan Adel dan klien Irham? Ia tidak tahu di mana tempatnya di situ. "Jangan, nggak usah!" jawabnya dengan cepat. "Mas bilang jangan keluar-keluar, takut Covid."

"Ya, daripada kamu uring-uringan gini. Ntar kamu racuni aku pake lombok lagi," goda Irham.

"Mas Ir! Nggak lucu!"

Sial bagi Ina. Entah karena mereka punya ikatan batin yang kuat atau hanya kebetulan saja, Irham tiba-tiba menoleh ke tempat Ina berdiri. Tentu saja ia kaget menemukan istrinya di situ. Dengan langkah lebar, ia berjalan ke arah Ina.

Ina langsung balik kanan, kabur secepatnya dari situ. Otaknya segera berputar untuk mencari jawaban bila Irham bertanya mengapa ia tiba-tiba datang ke restoran ini.

"In!" panggil Irham dari kejauhan.

Ina mempercepat langkah. Mati aku, mati! rutuknya dalam hati. Beruntung ia melihat meja resepsionis. Cepat-cepat dibelokkannya langkah ke situ.

"In!" panggil Irham lagi. Tak perlu waktu lama, lelaki itu sudah berada di sisi istrinya. "Kok kamu ke sini?"

Ina pura-pura tuli. Ia tidak mau menoleh, malah bicara pada petugas. "Mbak, pesan bakmi kerang hijau satu, dibungkus."

"Bisa, Mbak. Ditunggu sebentar, ya," sahut petugas tersebut.

Irham yang keheranan langsung menyahut, "Kok dibungkus? Ikut makan sama aku aja."

Ina diam saja. Ia mengambil dompet, lalu menyerahkan beberapa lembar uang kepada si petugas.

Merasa didiamkan istrinya, Irham gerah. "In!" Kali ini nada suaranya sudah meninggi, seperti teguran.

Ina menoleh, menatap dingin suaminya sejenak, lalu memicing. "Bapak ini siapa, ya? Saya tidak kenal!"

Irham menghela napas. Ujung bibirnya terangkat sedikit. Mulut manyun dan mata memicing Ina di bawah temaram cahaya semakin membuat wajah kekanakan itu menggemaskan. "Iiiin," panggilnya lembut. "Ayo, ikut makan sama aku."

Ina mendengkus. Ia langsung memutar tubuh dan berjalan menuju pintu keluar.

"Loooh, Mbak! Bakminya gimana?" teriak si petugas.

Ina berbalik. "Titipkan sama bapak itu aja!" tudingnya ke arah Irham. Sesudah itu ia melesat keluar.

Irham sebenarnya geli melihat tingkah Ina, tapi ia terpaksa mengejar, lalu menangkap tangannya. "Eit, tunggu! Kamu mau pulang pakai apa?"

Ina menepis tangan Irham sambil semakin merengut. "Aku pakai GooCar!"

"Hah? Mana?"

"Nunggu di luar!" ucap Ina. Setelah itu, ia lari ke mobil Dika yang diparkir agak jauh dari restoran.

Irham berusaha mengejar, tapi suara lain memanggil namanya. Saat ia membalikkan badan, ternyata Adel telah menyusul.

"Ir, mau ke mana?" tanya wanita itu.

"Ir, mau ke mana?" tanya wanita itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☆---Bersambung---☆

Hayooo, siapa yang selingkuh nih?

Buat yang nggak sabar menunggu apdetan, meluncur aja ke KBM at KaryaKarsa.
Di Karya Karsa, ada paket ekonomis untuk membaca sampai tamat. Mayan, loh, buat nemenin tahun baru😍

Love You StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang