--15. Nasi Goreng (1)--

4.2K 303 235
                                    


Irham sudah mandi dan berpakaian rapi saat mencium istrinya yang sepanjang subuh tadi manyun. "Jangan marah. Kan masih ada nanti malam," bujuknya sambil tersenyum lebar. Ia sudah kenal Ina dari kecil dan hafal bagaimana membuatnya tertawa lagi. Toh Ina tidak pernah merajuk lama.

"Nanti malam nggak lembur?" tanya Ina sambil duduk di kasur, memeluk selimut.

Irham tidak langsung menjawab. Ia baru ingat kalau hari ini jadwal melakukan setting server dan perangkatnya di perusahaan pembeli. Dengan hati-hati, ia duduk di samping Ina. "Hmmm, nggak tahu. Aku harus ngantar barang ke pembeli, lalu masang-masang di sana sampai bisa dipakai."

"Lama, dong?" Bibir Ina sudah maju beberapa senti.

Irham mengecupnya sekali lagi. "Ya gitu kerjaanku, In. Kamu belajar aja, biar IPK-mu bagus."

Ina melengos sambil mendengkus. "IPK-ku bagus, kok!"

"Iya, percaya." Kecupan Irham mendarat lagi, kali ini berentetan, dari pundak hingga bibir.

Ina tidak menghindar. Sejujurnya ia selalu menunggu saat-saat seperti ini. Bibir hangat dan basah itu membuatnya mabuk. Hanya satu saja masalahnya, aroma nikotin. Kemarin-kemarin ia masih bisa menahannya karena telanjur melayang oleh bara ragawi. Tapi pagi ini, bau khas tembakau itu membuat dada Ina sesak.

Tiba-tiba ponsel Irham yang tergeletak di atas nakas berbunyi. Kontan mereka menoleh ke arah itu. Ina dapat melihat wajah dan nama sang penelepon di layar yang menyala.

Adel!

Irham santai saja mengambil ponselnya, padahal Ina menatap dengan hati berdebar. "Ya?" sahut Irham.

"Kamu udah bangun, Ir?" Adel menyapa dari seberang.

"Udah. Kenapa?"

"Enggaaak, nggak pa-pa. Aku kira kamu masih kelonan." [tidur berpelukan]

Irham hanya berdecak. Adel terkekeh dengan nada sumbang.

"Yaaa pengantin baru kan biasanya rebahan terus."

"Ck! Ada perlu apa?"

"Siang nanti ada waktu? Ada yang mau ketemu. Kamu tahu, kan, PT SS Jaya yang aku ceritain kemarin? Mereka minta penawaran."

"Boleh. Nanti aku suruh Bimo siapin penawaran."

"Mmm, tapi orang ini mau kamu komitmen ke dia, gimana?"

"Minta berapa persen?"

"Nanti kamu nego sendiri sama orangnya."

"Boleh. Ketemu di mana?"

"Di Bakmi Gigantis. Jam makan siang, bisa?"

"Siang nanti? Aku nggak bisa. Ada kerjaan lain. Ketemu makan malam aja gimana?"

"Boleh. Dia fleksibel, kok. Tapi jangan lupa, aku juga mau komitmenmu."

Irham tidak keberatan. Asal semua masuk dalam hitungan dan untung, semua bisa diatur. "Boleh. Kayak biasa, kan?"

"Hmmm, naikin dikit dong, Ir," pinta Adel. "Yang ini kakap, loooh."

Irham menutup sambungan telepon setelah kesepakatan tercapai. Setelahnya, ia menoleh ke Ina. "Aku kayaknya pulang malam. Kamu makan duluan aja, jangan nunggu aku."

Telinga Ina langsung tegak saat tahu Irham mau makan malam dengan Adel. Ia sebenarnya berharap untuk diajak, tapi malah disuruh makan duluan sendirian.

"Loh, kok merengut lagi? Kamu mau dibungkusin bakminya?" tanya Irham.

"Enggak!"

"Oh, ya udah. Minta Mak Nah masakin kamu kalau males masak sendiri."

"Enggak! Aku bosen di rumah!"

"Oooh, gitu. Kapan-kapan kita jalan berdua." Irham merangkul istrinya. "Tenang aja, aku nggak ngapa-ngapin sama Adel."

"Tapi Mas Ir makan-makan di luar. Aku melongo di rumah aja, masa?"

"Ini kan pandemi, In. Semakin sedikit kita keluar rumah, semakin baik."

Pandemi lagi. Kalau sudah terkena jurus ini, Ina tak berkutik.

Irham tersenyum sabar. "Kalau disuruh milih, aku lebih seneng makan di rumah, makan masakan kamu."

"Rayuanmu garing, Mas!" Ina mencibir dengan kesal.

"Udah, jangan ngambek. Aku mau sarapan, nih. Tolong bilang Mak Nah, bikin nasi goreng," pinta Irham.

Ina bangkit dari tempat tidur dengan kesal. Irham menangkap tangannya sehingga Ina malah ambruk di pangkuan suaminya. Bibir Irham segera merambah bibir Ina. Malang bagi Irham, istrinya telanjur kesal. Wajah lelaki itu didorong menjauh, lalu istri kecil itu membelot dari pangkuan.

"Mas! Mulutmu bau rokok! Aku mual!"

"Heh?" Irham melongo saat istrinya kabur keluar kamar.


☆-Bersambung-☆

Harusnya up lagi Selasa minggu depan. Tapi mau nggak tambahan up besok?

Beri emot love-love yang banyak, yuk

Love You StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang