---60. Positif (1)---

523 69 11
                                    

Sepeninggal Dika, Ina kembali ke kamar dan memandangi bayangan dirinya di cermin. Apa yang dikatakan Dika benar. Ia lebih kurus. Sangat masuk akal bila berat badannya menyusut. Sulit tidur berpuluh malam, harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk berjualan online dan menjadi penjaja kaki lima di trotoar telah memakan lemak dan dagingnya.

Tangan Ina meraba buah dada. Rasanya sedikit membengkak dan memang benar, bertambah montok. Masa orang yang kurus karena stres dan kerja keras gundukan dadanya malah membesar? Gejala sakit yang sekarang pun terasa berbeda dari saat ia terkena Covid.

Ina mulai mengingat-ingat tanggal kapan terakhir datang bulan. Ternyata segala huru-hara ini membuatnya tidak sadar telah melewatkan jadwal bulanan. Seharusnya ia menstruasi tiga minggu yang lalu!

Dengan membawa perasaan gundah, Ina segera keluar untuk membeli test pack di apotek terdekat. Benda yang terbungkus amplop kecil berwarna biru itu segera ia bawa pulang. Setelah mandi dan kembali ke kamar, Ina sejenak termangu memandangi alat itu. Tangannya gemetar saat merobek segel dan mengeluarkan sebuah stik putih kecil. Akankah benda ini menjadi penunjuk perubahan hidupnya?

Ina ke kamar mandi untuk menampung air seni pada plastik kecil. Jantungnya berpacu cepat sehingga tangan yang mencelupkan stik gemetar. Detik-detik menunggu reaksi kimia terjadi, Ina nyaris tidak berani bernapas. Kemudian, pemandangan paling mendebarkan itu hadir. Dua garis merah keunguan muncul di ujung stik.

Positif!

Napas Ina kontan sesak. Ia menghambur ke kasur dan terduduk tak berdaya sambil masih memegangi alat tes itu. Benarkah ada seorang anak di dalam perutnya? Benarkah sekarang ia menjadi seorang ibu?

Ina belum puas. Bisa saja hasil tes itu salah. Siapa tahu, bukan? Diraihnya kunci sepeda motor, lalu mencari dokter kandungan terdekat. Ia menemukannya di sebuah klinik bersalin. Setelah mengantre sejenak, ia akhirnya mendapat giliran diperiksa.

Ina mengikuti semua prosedur pemeriksaan, sampai akhirnya hal yang ia tunggu tiba, yaitu melihat isi rahim dengan USG. Ia berbaring di ranjang periksa, menghadap sebuah layar besar yang menjutai turun dari plafon sehingga proses pemeriksaan dapat terlihat dengan leluasa. Alat canggih itu sendiri terletak di sisi bed.

Dokter kandungan yang masih muda itu menempelkan alat ke perut Ina sambil mengamati layar monitor. Ina dapat melihat gambar hitam putih di layar, tapi tidak tahu apa itu. Akhirnya, dokter ramah itu tersenyum.

"Bu, itu dia. Kantong hitam kecil itu namanya kantong kehamilan. Isinya air ketuban dan janin." Ia menunjuk sebuah area hitam bulat dengan kursornya.

Ina hanya melongo. Kantong itu anaknya? "Jadi saya benar hamil, Dok?"

"Iya. Nah, yang putih-putih kecil di dalam kantong itu janinnya. Karena masih tujuh minggu, belum terlihat jelas."

Air mata Ina langsung menggenang. Ia bisa melihat anaknya, bahkan saat belum terlahir ke dunia. Ia benar-benar seorang ibu!

"Laki-laki atau perempuan?" tanyanya dengan lirih.

"Belum bisa dilihat. Nanti cek lagi waktu umur kehamilan empat atau lima bulan."

"Apa anak saya sehat, Dok?"

"Hmm, sementara semuanya baik-baik saja. Ibu rutin kontrol, ya. Sekarang keluhannya apa? Mual sekali nggak?"

"Hmm, belum terlalu sih, Dok. Masih bisa ditahan."

Dokter itu mengangguk. "Nanti saya resepi vitamin dan antimual. Suaminya sedang kerja?"

"Oh, dia sedang menunggu mama opname," jawab Ina sambil menahan hati yang pilu. Belum tentu saat kontrol yang akan datang statusnya tetap seorang istri. "Saya bisa bawa pulang foto USG-nya, Dok?"

"Tentu! Kita cetak dulu, ya."


////////////////

Naaaah, anak siapa tuhhh?

Love You StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang