---48. Tidak Terima (1)---

702 68 7
                                    

Irham mengambil pakaian pergi dari lemari, lalu masuk ke kamar mandi untuk berganti baju. Sebenarnya ia tidak tahu mengapa harus melepas t-shirt dan celana pendek, lalu memasang kemeja serta celana panjang denim. Ia hanya ingin pergi dari hadapan Ina, menjauh dari penyebab kesesakan dadanya.

Saat keluar, ia melihat Ina masih duduk termangu. Tiba-tiba sebentuk kekhawatiran meletup di benak. Ia tidak yakin mengenal Ina yang sekarang setelah peristiwa tadi. Bagaimana kalau Ina mendadak hilang akal lantas kabur tanpa jejak? Oh, ia bisa dikutuk Arifin dari alam kubur.

"Kemasi aja barangmu, tapi jangan ke mana-mana," perintahnya tanpa sudi memandang istrinya.

Ina mengangguk saat Irham tidak melihatnya sehingga mengira istrinya hanya bengong.

"IN! KAMU DENGAR ENGGAK? Kemasi barangmu, tapi jangan ke mana-mana!" Suara Irham meninggi, membuat Ina terjingkat.

Tahu dirinya diamuk suami, Ina segera bangkit, lalu mengeluarkan kopernya dari tempat penyimpanan di dekat kamar mandi dan membukanya di depan lemari pakaian. Tangan mungilnya gemetar saat menarik keluar baju-baju dari lemari. Ruang kosong yang ditinggalkan di lemari pakaian itu seperti hatinya saat ini, kerowak, hilang separuh.

Irham melihat buliran bening yang dengan deras meluncur dari pelupuk istrinya. Ia paling tidak tahan melihat Ina menangis, tapi kali ini rasa jijik, amarah, dan terluka telah menutup mata hatinya. Ia ingin segera pergi dari situ. Disambarnya dompet, ponsel, dan kunci mobil.

"Aku mau keluar," ujar Irham dengan nada dingin. Setelah itu, ia menghilang di balik pintu kamar.

Irham turun ke lantai dua untuk mencari Wulan dan Alfan. Ia hanya berdiri di ambang pintu.

"Tolong cariin kos-kosan buat cewek di dekat Kampus B Unair," ujarnya dengan nada datar.

Wulan dan Alfan saling pandang. Melihat wajah sang bos sekusut kain pel bekas, mereka yakin sedang ada masalah di atas. Keduanya terdiam beberapa saat karena bingung.

"Kalian dengar enggak?! Tolong cariin kos cewek!" semprot Irham. Otaknya tengah korsleting. Yang tersisa di benak saat ini hanya keinginan untuk memakan semua orang.

"Siap! Yang harga berapaan, Mas?" tanya Wulan, cepat tanggap pada suasana hati sang atasan. Dulu saat pernikahannya dengan Dwita sedang kacau, Irham juga begini, uring-uringan tidak jelas.

Irham menyebutkan kisaran harga. "Kalian harus lihat sendiri ke sana. Cek, bagus apa enggak. Aku mau yang ada ibu kosnya."

"Mau buat berapa bulan, Mas?" tanya Alfan.

"Kalau bisa bulanan, ya bulanan. Kalau enggak, ikuti aja maunya ibu kos."

"Mau buat siapa?" tanya Wulan lirih.

Alih-alih menjawab, Irham langsung bergerak turun ke lantai satu. Entah mengapa, ia berbalik, lalu menatap kedua anak buah itu dengan tajam. "Jangan ngegosip! Awas!"

Tentu saja, ancaman itu tidak mempan bagi Wulan dan Alfan. Mereka tahu Ina mengambek karena Irham menerima tamu saat cuti. Mereka juga menyaksikan sendiri Ina pulang dengan mata bengkak karena menangis.

"Buat siapa sih, kosnya?" bisik Wulan saat yakin Irham sudah jauh dari jangkauan.

Alfan hanya mengangkat bahu. "Habis berantem ... Kampus B Unair. Hm, kira-kira buat siapa, ya?"

Kedua orang itu berkedip-kedip penuh arti.

"Perasaan pengantin baru, kok yang satu nangis-nangis terus, sih?" keluh Wulan.

"Mungkin karena beda umur jauh banget itu, Wul," sahut Alfan.


////////////////

Ina-Irham udah tamat di pf lain: Karya Karsa, dan KBM.

Cerita ini juga tayang di pf baru: BESTORY. Judulnya My Little Wife

Mampirlah ke sana bila nggak sabar nunggu apdetan.

Mampirlah ke sana bila nggak sabar nunggu apdetan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Love You StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang