---56. Terkuak (2)---

1K 190 114
                                    

Kartini segera dilarikan ke IGD terdekat. Rosanti dan suaminya ikut mendampingi. Beruntung ia segera sadar dan bisa menjawab pertanyaan dokter dengan lancar. Namun, kesadaran itu juga membuat mulut Kartini mengomel tanpa henti. Ina terpaksa mendengar semua itu.

"Anak kurang ajar. Dapat dari mana kelakuan seperti itu, Inaaaaa! Ibumu perempuan baik, lugu, dan sayang suami. Bapakmu juga laki-laki setia dan sayang keluarga sampai akhir hayat. Kenapa kamu bisa lain sendiriiiiiii?" ratap Kartini. "Kok malah kamu rusak semuanya? Gimana perasaan bapak dan ibumu di alam sana kalau tahu kamu begini?"

Rosanti mengelus pundak Kartini untuk menenangkannya. Ia sepenuhnya mengerti mengapa Kartini sampai syok. Sepertinya, perzinahan Ina adalah yang pertama terjadi dalam keluarga mereka. Apalagi Irham adalah anak satu-satunya yang tersisa. Ibu mana yang rela buah hatinya diperlakukan seperti itu?

"Jangan banyak bicara dulu, Bu, nanti tensinya naik lagi," saran Rosanti.

"Enggak! Justru kalau nggak dikeluarkan, tensi saya makin naik," sanggah Kartini. Ia menoleh ke menantunya yang duduk lemas. "Kamu nggak kasihan sama Irham? Kurang baik apa dia sama kamu? Kalau nggak suka itu bilang dari awal. Kalau perlu cerai baik-baik, bukan selingkuh di belakangnya!

"Astaga Inaaaaa! Mama kira kamu anak baik, lugu, nggak neko-neko. Lha kok malah nekat berbuat maksiat begitu."

Ina gemetar. Rasa bersalah mengimpit, membuatnya tak sanggup mengangkat wajah. Ia tidak hanya menyakiti Irham, namun juga menghancurkan perasaan Kartini. Ibu dan ayahnya mungkin sedang menangis di alam sana. Ia bahkan merasa telah mengkhianati seisi keluarga besar.

"Bu, mohon sabar. Ina sudah lemes begitu," ucap Rosanti sambil mengelus tangan Kartini.

"Biar, Bu! Biar anak tak tahu diri itu paham!" Kartini masih kalap. "Mama ikut besarkan kamu. Ikut bantu keluargamu karena Mama anggap sebagai keluarga Mama sendiri. Tapi apa balasannya? Kamu malah berzina! Kamu lempar kotoran ke muka anak Mama! Cuma neraka tempat kamu, Ina!"

Ina menggigil. Ia baru sadar telah mendapat gelar baru, yaitu pezina dan calon penghuni neraka. Rosanti dan suaminya mendengar. Para perawat dan dokter menjadi tahu aibnya. Bahkan pasien di bed sebelah pun menoleh dengan tatapan penuh tanya. Ia merasa semua orang memandang jijik kepadanya. Kata malu saja tidak cukup untuk menggambarkan perasaannya saat ini.

Ah, perasaan? Masih bolehkah pezina seperti dirinya berhak mempunyai perasaan? Ia hanya kotoran di hadapan semua orang.

☆☆☆

Begitu mendapat kabar ibunya masuk rumah sakit, Irham berusaha kembali ke Surabaya secepat ia bisa. Baru setelah matahari condong ke barat, ia berhasil menemui ibunya di ruang perawatan. Ia berjumpa Rosanti dan suaminya dan segera mengucapkan terima kasih. Namun pada Ina, ia hanya melirik sejenak, lalu bergegas menghampiri Kartini.

Kondisi Kartini sudah stabil. Ia hanya terkena tekanan darah tinggi dan kelebihan kolesterol. Selebihnya, semua dalam batas aman. Hasil tes swab antigen Covid pun negatif. Begitu melihat putranya datang, ia lamgsung melolong pilu. Irham memeluknya, membiarkan wanita pertama yang ia sayang itu menumpahkan pedih hingga puas.

"Irham, anakku. Nasibmu kok begini amat," ratapnya sembari mengelus pipi Irham.

Irham menggenggam tangan ibunya. "Aku baik-baik aja, kok. Mama nggak usah stres begini."

Love You StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang