---36. Tempat (2)---

1.7K 176 100
                                    

Beberapa waktu kemudian, Irham bergulir ke arah Ina, mengecup bibirnya sekilas, lalu bangkit. Ina hanya menatap punggung suaminya menjauh dan menghilang di kamar mandi. Ia masih malas beranjak dari kasur. Begitu pula saat Irham selesai berpakaian, ia masih bergulung di bawah selimut, belum rela berpisah dari ranjang dan sentuhan lelaki itu!

"Aku ke bawah, ya," pamit Irham.

Ina tidak menjawab. Otaknya buntu setiap selesai berhubungan badan. Ada suara lantang berteriak dari sudut hati.

Hidup macam apa ini?

Untuk apa ada lingga dan yoni? Buat apa diciptakan feromon dan gairah panas bila hanya membuat merana? Denyutan itu mengikis kewarasan hingga ia nyaris gila. Ah, iya. Mungkin ia sudah gila karena mau menikah secepat ini.

Ina bangkit. Dengan enggan memungut baju-baju yang disandarkan di kursi, lalu pergi ke kamar mandi. Guyuran air hangat sekali lagi membuat seluruh kulitnya siaga. Ia seperti disentuh ribuan jari. Darahnya semakin memanas.

Oh, rinduuuu!

Rindu tubuh yang nikmat!

Tapi tidak boleh!

Nanti otak melisut!

Ina seperti orang sinting saat keluar dari kamar mandi. Entah mengapa, kata-kata Dika terngiang.

"Daripada kamu gila sendiri di situ ...."

Tangan mungil Ina meraih ponsel. Kontak Dini dicari dengan gemetar. Tak lama kemudian, suara pemuda itu bergaung di telinga.

"In, kebetulan kamu telepon. Aku juga mau telepon kamu."

"Oh, iya. Mau apa, Mas?"

"Kamu duluan, deh. Kan kamu yang telepon duluan."

Ina tidak lagi berpikir. Ia hanya ingin satu hal. "Mas, ketemuan yuk?"

☆☆☆

"Aku nunggu di jalan antara Kompleks Teratai dengan GOR ya, Mas," ujar Ina. Tak perlu waktu lama, Brio merah muncul dari arah kanan. Ina mendekat ke jalan, lalu melambai. Kendaraan mungil itu pun menepi. Wajah Dika muncul dari balik jendela yang terbuka.

"In!" sapa pemuda beralis tebal itu.

Ina langsung naik. Wajahnya memerah saat tahu tatapan Dika terus melekat padanya.

"Mas Ir tahu kamu pergi?" tanya Dika.

"Tahu. Aku udah izin."

"Hah? Gimana izinnya?"

"Mau ke Pasar Atom, cari kain."

"Dibolehin pergi sendiri?"

Ina mengangkat bahu. "Enggak tahu. Pesanku belum dibaca. Emang harus nunggu dijawab? Kayak cewek pingitan aja," gerutu Ina, panjang seperti gerbong Argobromo.

Dika terkekeh. "Ya udah, kita ke Pasar Atom sekarang?"

"Ke mana aja boleh. Mas Dika bilang aku boleh hubungin Mas kalau udah merasa hampir gila sendiri."

Kedua alis Dika terangkat. Bibir merah basahnya melengkungkan senyum. Ina terkesiap. Ia baru sadar Dika luar biasa sensual.

"Aku nggak keberatan kamu ajak gila," goda Dika.

Entah mengapa, Ina terbahak. Ini tawa lepas pertamanya semenjak menikah. Senang rasanya bisa tertawa kembali. Seolah keceriaan masa lajang datang menyapa.

Ina meraih sabuk pengaman. Tahu-tahu tangan Dika ikut menarik sabuk itu, lalu memasangnya di pengait. Saat melakukannya, wajah cowok itu menjadi sangat dekat sehingga Ina nyaris tidak bisa bernapas. Lebih gila lagi, setelah sabuk terpasang, Dika tidak segera menjauh, malah tersenyum manis sambil memandangi wajah mungil Ina.

"Cari pemandangan, yuk," bisik Dika.

Ina cuma bisa mengangguk. Mobil kecil itu pun meluncur ke arah Jembatan Suramadu. Berdua di mobil, bertukar aroma parfum dan feromon, kedua insan berbeda jenis itu merasa menyatu. Sentuhan-sentuhan tanpa sengaja sepanjang jalan membuat keduanya hanyut. Dika tidak menunggu lagi. Begitu menemukan tempat parkir yang terlindung di area jembatan, ia meraih tangan Ina, lalu ditarik ke pangkuan. Sambil mata tetap melekat ke wajah Ina, Dika mengelus tangan mungil yang menumpang di paha dengan lembut.

Tangan kekar yang mengelus dan paha kencang di bawah telapak tangannya, membuat perasaan Ina tidak karuan. Hatinya seperti ditabuh. Seluruh tubuhnya bereaksi. Ia memutar badan ke arah Dika. Pandangan mereka bertaut.

Rinduuuuuu!

Segenap jiwa Ina menjerit, mendamba belas kasihan. Ia ingin dibalas, ingin mendapat kesempatan menyatakan diri. Ingin dipenuhkan.

"Mas Dika ...," panggilnya lirih. Suaranya seperti merintih minta pertolongan. Dika paham sekali. Elusannya semakin meluas, kini ke arah lipat siku dan lengan atas.

"Maaas ...," rintih Ina. Kali ini denyutan di bagian bawah sudah mendesak. Sebentar lagi hendak meledak. Ina memejamkan mata karena tak sanggup melihat wajah syahdu Dika. Tangan yang berada di pangkuan Dika meremas paha itu tanpa bisa dicegah. Desahan lirih kembali meluncur dari bibir mungilnya, "Maaa-aaas ...."

Kepala Dika menukik ke samping, mengunci bibir Ina. Ina membalas dengan menyusupkan tangan ke balik kaus Dika.

Oh, pinggang yang kencang berotot!

Bibir yang manis, bebas aroma tembakau!

Rindu, rindu, rindu!

Jemari Dika menyusup perlahan ke balik kaus, menyentuh harta yang terbungkus rapi. Perlahan dan tidak tergesa, seperti pemain musik memetik dawai gitar dengan penuh perasaan. Ina mabuk.

"Kita cari tempat?" bisik Dika setelah yakin berhasil membuat perempuan di sampingnya terbuai.

Ina mengangguk.


////////////////////////

Dhuaaarrrr! Bubaaaarrrrr! Ibu-ibu langsung cari pentungan, nih. KOmen, yuk!

Mau hemat baca Love You Still sampai tamat nggak pake nungguin apdetan sampai belasan purnama? Langsung aja meluncur ke KBM atau Karya Karsa.

Ada 2 cara buat Sobat yang punya akun Karya Karsa:

1. Paket 30 hari: Cukup dengan Rp25.900,- Sobat dapat membaca LYS sampai tamat. Caranya: Pastikan Sobat semua menggunakan voucher senilai Rp. 20.000,- untuk pembelian "PAKET LOVE YOU STILL 30 HARI". KODE VOUCHER: love112023

2. Mau menyimpan Ina-Irham buat dibaca selamanya? Gunakan "PAKET LOVE YOU STILL SELAMANYA". Sementara nggak ada voucher untuk paket ini, ya, karena udah murah banget.

Pastikan beli koinnya lewat website Karya Karsa,ya, biar dapat harga paling murah.

Love You StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang