---38. Fakta (2)---

2.2K 161 36
                                    

Irham termangu mengamati klon ponsel istrinya. Ia bisa membaca pesan Ina tanpa membukanya di ponsel. Ina mau ke Pasar Atom? Mana perginya tanpa membawa sepeda motor pula.

Irham mengaktifkan GPS di ponsel Ina diam-diam. Wajahnya semakin berkerut saat tahu gawai itu melaju menuju Jembatan Suramadu. Buat apa istrinya ke sana? Dengan siapa? Mengapa pula Honda Brio merah muncul di benak dan mengganggu ketenangan?

Irham terdiam memikirkan berbagai kemungkinan. Ia harus menanyakan hal ini pada Ina nanti. Ia terus mengamati. Tanda posisi ponsel itu akhirnya bergerak kembali. Kali ini mengarah ke Tambaksari, tempat kediamannya. Hati Irham sedikit lega. Ternyata Ina pulang. Namun, beberapa saat kemudian alisnya kembali tertaut. Ponsel Ina tidak membelok ke Jalan Nanas, tempat rukonya berada, malah terus dan kemudian masuk ke Kompleks Teratai. Penanda itu tidak bergerak lagi setelahnya.

Jantung Irham berdenyut lebih cepat. Ia menyambar kunci mobil, lalu melaju menuju Kompleks Teratai. Di dekat tempat penanda itu berhenti, ia menjalankan mobil lebih lambat. Rumah-rumah di daerah itu sebagian memiliki pagar tinggi sehingga tidak terlihat apa yang ada di dalamnya. Matanya awas mencari-cari tanda-tanda keberadaan Ina. Ia akhirnya berhenti di depan sebuah rumah, tepat di mana penanda itu berada. Gerbang rumah satu lantai bercat kuning gading itu tertutup. Tidak ada kendaraan terparkir di halaman. Apakah pemiliknya tengah keluar? Mengapa ponsel Ina berada di rumah itu?

Irham bingung. Ia ingin menelepon, tapi entah mengapa rasa ingin tahu mencegah jarinya memencet kontak Ina. Ia maju mundur sejenak sampai akhirnya ia pencet juga kontak Ina.

Hanya nada panggil yang menggaung di telinga Irham. Beberapa kali mencoba, tetap tidak terhubung. Mengapa Ina tidak menyambut panggilannya? Sedang apa dia di rumah itu? Geregetan Irham karena penasaran. Mungkinkah sejarah terulang kembali, ia dikhianati istri?

Tak ada yang bisa dilakukan Irham selain menunggu. Siapa tahu bukan Ina yang membawa ponsel ke rumah itu. Bisa saja benda itu jatuh lalu seseorang menemukannya.

Irham memarkir mobil dalam jarak yang aman. Cukup lama ia berada di situ mengamati kondisi sekitar, sampai akhirnya ia melihat pergerakan di rumah bercat kuning gading itu. Seorang pemuda membuka gerbang. Ia tidak salah lihat, pemuda itu Dika! Tak lama kemudian, Brio merah meluncur keluar dari halaman rumah. Kacanya yang gelap tidak memungkinkan Irham untuk mengetahui penumpang di dalamnya. Namun, penanda ponsel Ina bergerak. Arahnya sesuai dengan arah kepergian Honda Brio.

Irham menjalankan mobil, mengikuti pergerakan kendaraan Dika. Honda Brio itu berhenti di muara Jalan Nanas. Hati Irham langsung panas saat tahu Ina turun dari mobil, lalu berjalan kaki memasuki Jalan Nanas. Ia segera meraih ponsel. Kali ini panggilannya disambut Ina.

"In, kamu di mana?"

"Di jalan, udah dekat rumah."

"Kamu dari mana?"

"Dari Pasar Atom."

Kamu bohong, In! rutuk Irham dalam hati. "Ngapain?" tanyanya, berusaha sewajar mungkin agar Ina tidak curiga.

"Mau cari kain buat belajar menjahit," jawab Ina asal.

"Dapat kainnya?"

"Enggak. Pas lihat kain aku jadi males buat belajar menjahit. Susah banget kayaknya."

Irham memukul setir dengan keras. Fakta apa ini? Kenyataan apa yang harus ia hadapi? Ina telah berbohong. Ina juga pergi dengan Dika yang katanya cowok Anin. Ia tidak percaya. Buat apa Ina berduaan lama di rumah Dika? Istri kecil itu melakukan apa di sana?

---Bersambung---

Irham kasihan nggak, sih?

Dia emang garing di kasur, tapi ....

Komen please ....

Love You StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang