---45. Gundhulmu! (1)---

849 46 5
                                    

Maafkan, Sabtu dan Minggu kemarin kelupaan apdet.

Fura tepar di tengah-tengah kesibukan karena kota Fura terkepung kabut asap.

Sebagai gantinya, hari ini sampai Kamis akan up bab 45 (1) dan (2), 46 (1) dan (2).

Selamat menikmati!

💕💕💕


Dika membaringkan Ina dengan lembut. Ia sendiri berdiri dengan tersenyum seraya melucuti bajunya satu demi satu. Layaknya pertunjukan, Dika menyuguhkan keindahan tubuh dengan penuh kebanggaan. Ina menggigit bibir sambil menahan panas di dada.

Setelah memuaskan mata Ina dengan pertunjukan kecilnya, Dika menyusul ke ranjang, menghujani Ina dengan ciuman. Ina semakin lemas saja. Namun, saat Dika meraih kancing blus teratas untuk dibuka, sebuah jeritan dari sudut hati membuat tangan Ina menahan gerakan Dika.

Dika mengerutkan kening. "Kenapa?"

Ina terpaku. Keraguan menyelip di sela-sela hasrat yang membara. Dika cepat-cepat mendaratkan ciuman dan membelit pinggang Ina dengan lengan kekarnya.

"Kita kan udah pernah. Buktinya kamu baik-baik aja sampai sekarang," bisik Dika.

"Mas, aku ...."

"Aku nggak ke mana-mana. Selalu siap buat tanggung jawab. Nggak perlu takut."

Tangan Dika menyusup ke balik blus Ina untuk mengendurkan kait bra. Harta yang tersimpan di baliknya segera dirayapi dengan berirama. Ina tak bisa melawan kenikmatan. Ia larut dalam permainan Dika.

Tak perlu waktu lama, Ina menggelepar. Bara ragawinya telah terbakar sempurna. Segala hal membuatnya bahagia. Begitu pula sentuhan-sentuhan mesra Dika di sekujur tubuh, nikmat! Ia seperti ditenggelamkan dalam mimpi indah. Batasan yang tadi sempat membuat ragu, telah pudar dan hangus. Suara dari sudut kalbu telah dibungkam. Nurani ditendang jauh-jauh.

"Panas banget, Maaaaas," desis Ina. Permainan Dika saat ini terasa jauh lebih nikmat.

"Hmmm? Enak mana, kemarin atau sekarang?" bisik Dika.

"Jelas sekarang, Maaaaas."

Dika semakin gencar melakukan serangan. Ina bergerak tidak karuan.

"Bang Tony mau masuk," bisik Dika sesaat kemudian.

"Bang Tony?"

Dika meringis sambil menunjuk alat kebanggaannya. Organ itu berdiri gagah perkasa, seperti ingin menantang Monumen Tugu Pahlawan.

Suara dari sudut kalbu membebaskan diri dari kekangan, meneriakkan peringatan keras. Ina kembali membeku. Kakinya tak segera dibuka. Dika tahu itu.

"Dikit lagi, Sayang. Habis itu semua selesai. Kamu bisa pulang dengan damai. Oke?"

Gerakan tangan Dika di permukaan yoni membuat Ina mengerang. Suara nurani kembali dikalahkan oleh tuntutan gairah.

"Babang Tony, ayo sini! Adik Keket menunggu!" Ina mengangkat kedua paha ke arah dada.

Babang Tony pun menyambut undangan Adik Keket dengan suka cita. Sudah lama ia rindu rumah yang hangat ini, ingin menjelajah ke segenap sudut. Ia tidak sabar untuk mengobrak-abrik setiap jengkal dindingnya. Menabrak dan menggesek dengan membabi buta itu luar biasa rasanya.

Babang Tony nakaaaaal! Aku balas, hiiiih!

Hal yang ditunggu pun datang. Adik Keket membalas perlakuan nakal itu. Ia mengamuk, tidak terima diobrak-abrik. Sekarang ia menjerat sangat kuat hingga Babang Tony tak berkutik. Adik Keket benar-benar murka. Babang Tony digencet hingga nyaris remuk.

Adik Keket ngamuuuk!

Iyaaaa!

Jangan setengah-setengah ngamuknya!

Rasain ini, hiiiiiiiiihhhh!

Mati aku, Adik Kekeeeett!

....

....

"Dika? Kok malah kamu?!"

Babang Tony dan Adik Keket membeku seketika.

☆☆☆

Love You StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang