"Calon suami pacar ... lo."
Semua pergerakan tiba-tiba terhenti, pandangan beralih pada Kris yang berdiri dengan santainya. Asya melototkan matanya tak percaya, mulutnya terbuka tak habis fikir.
"Hah?" beo Asya.
Kris berbalik dan menatap Saka yang tampak melongo di tempatnya, tangannya terangkat dan menepuk pundak Saka. Sedikit tersenyum menatap lelaki di hadapannya.
"Becanda."
Setelah mengatakan itu, Kris segera berlalu dari hadapan mereka semua menuju parkiran sekolah. Berniat menemui seseorang untuk menepati janjinya, walaupun agak terlambat karena ulah Asya.
Asya menatap kepergian Kris, setelah itu, ia langsung menghembuskan napasnya. Aksi balas dendamnya kacau gara-gara Kris. Andai saja tadi Kakaknya itu tidak bilang becanda, pasti Saka akan mengira dia memang suami Asya.
Asya beralih menatap ke arah Saka yang sedang menatapnya juga. Melihat Saka yang sedang menatapnya, Asya beralih mencibir dalam hati.
"Ketemu. Buruan ke ruang latihan basket, lo di panggil," sahut seorang perempuan yang datang secara berlari dan memukul pundak Ian secara perlahan.
Pandangan mereka bertiga beralih pada sosok perempuan tersebut.
"Gue?" tanya Ian menunjuk dirinya sendiri.
"Iyalah, siapa lagi? Pokoknya lo di panggil sekarang. Tugas gue udah selesai. Buru, sebelum gurunya ngamuk." Setelah mengatakan itu, tanpa pamit sama sekali, sosok perempuan tersebut langsung pergi begitu saja.
Ian berbalik ke arah Asya dan menatapnya, tangannya terangkat dan mengacak rambut Asya sekilas. "Gue pergi dulu. Udah di tungguin."
Asya mengangguk beberapa kali, wajahnya seketika langsung cemberut saat melihat Ian sudah berlalu jauh. Suara dengusan ia perdengarkan.
"Ngapain liat-liat? Ada problem?" tanya Asya.
Saka menggeleng menjawabnya.
Asya menunduk dan memperhatikan kakinya yang masih terasa sakit. Ia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Matanya beralih mengintip ke dalam kelasnya, mencari keberadaan Risa, saat tak menemukannya, ia kembali berdecak kesal.
"Saka," cicit Asya.
Saka yang sedari tadi fokus pada kaki Asya kini mendongak dan menatap Asya dengan pandangan bertanya. "Kenapa?"
"Itu," cicit Asya, lagi-lagi ia memainkan jari tangannya. "Kaki Asya sakit."
"Terus?"
'Bantuin jalan dong.' Asya menggeleng kecil, tak dapat mengeluarkan suara hatinya itu. Ia takut untuk di tolak oleh Saka, bisa-bisa ia malu tujuh abad.
"Gak jadi."
Asya berbalik kembali ke dalam kelasnya. Saat melihat salah satu temannya, Asya beralih mengangkat tangannya dan memanggil temannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TARASYA [END]
Teen FictionSequel of DEVAMEL Singkat saja, ini sebuah kesedihan yang tertunda. Kisah tentang seorang Dhea Tarasya Leander, gadis cantik, imut dan juga pintar. Tapi di balik itu semua, ia memiliki sifat yang childish, egois, dingin dan juga bodo amat dalam seke...