“Awalnya di bikin nyaman, dan akhirnya di buat trauma.”
☘️☘️☘️
Bisa dibilang, hari ini adalah hari terakhir ujian. Seperti sekarang ini, Saka dan juga beberapa siswa lainnya tengah bergelut dengan pikiran masing-masing untuk menjawab beberapa soal.
Waktu tersisa sepuluh menit lagi.
Namun, Saka sudah lebih dahulu berdiri dari kursi dan berjalan menuju meja guru. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, ia mengumpulkan hasil ujiannya, lalu kembali mengambil tasnya untuk segera keluar dari kelas.
"Sialan etah! Gue minta jawaban di kacangin." Jeno bergumam dan berdecak kecil.
"Lah, lo yang minta aja di kacangin. Gue di pelototin!" semprot Rifki.
"Gue yang minta jawaban PG, malah di kasih jawaban essay. Kan o'on," sahut Rafa juga.
"Yang di belakang sana, ribut satu kali lagi, jawabannya selesai tidak selesai, kumpul!" sahut guru yang sedang mengawas. "Usahakan menjawabnya di percepat—"
"Lah, Bu. Saya masih ada lima belas nomor yang belum terjawab."
"Itu derita kamu."
"Wanjaii."
Pandangan mereka bertiga pada akhirnya secara bersamaan berbalik dan menatap Ken dengan senyuman penuh arti.
"Ken—"
Belum sempat Rafa menyelesaikan ucapannya, lelaki itu lebih dulu bangkit dari duduknya.
"Psst, Ken. Jawaban lo dong, nomor 25 nih, gue ngerti, tapi gak tau."
Setelah mengambil tasnya, Ken berbalik dan menatap mereka yang kini menatapnya dengan pandangan memelas.
"Seperti kata Bu Iva."
"Apa?"
"Itu derita lo," jawabnya dan berlalu untuk mengumpul hasil ujiannya.
****
"Isaa, perut Asya bunyi-bunyi dari tadi."
"Lo hamil, OMG?!" Dengan tampang terkejutnya, Nana membungkam mulutnya dengan mata yang sedikit terbuka.
"Mulut lo, Na," tegur Risa. "Yakali Asya bunting, calonnya aja belum ada."
Asya memberenggut kesal kala mendengar perkataan dari Risa. "Ada kok! Kasih ada aja."
"Hah? Apa tadi?"
Dengan berpura-pura ling-lung, Asya berjalan menjauhi kelas menuju kantin sekolah. Namun belum cukup dua langkah keluar dari pintu kelas, ia berhenti dengan mata yang sedikit mengerjap saat seseorang lebih dulu menghadangnya.
"Ke— kenapa?"
Laki-laki itu tampak berdehem sejenak, lalu kembali menatap gadis di hadapannya.
"Gue ... gue." Ucapannya terhenti entah karena apa.
Asya yang melihat itu tentu mengernyit heran.
"Gue mau ngajak lo jalan nanti malam. Ada waktu?"
Cukup lama Asya terdiam guna mencerna ucapan laki-laki tersebut, setelah mengerti, ia tersenyum kecil.
"Sebagai ucapan terimakasih udah ngajarin gue beberapa hari ini."
Zuan yang jengah melihat senyuman Asya yang terus mengembang, ia lantas mengambil keputusan sepihak. "Oke. Bentar malam, gue tunggu di cafe. Gue sherlock."
KAMU SEDANG MEMBACA
TARASYA [END]
Teen FictionSequel of DEVAMEL Singkat saja, ini sebuah kesedihan yang tertunda. Kisah tentang seorang Dhea Tarasya Leander, gadis cantik, imut dan juga pintar. Tapi di balik itu semua, ia memiliki sifat yang childish, egois, dingin dan juga bodo amat dalam seke...