[40] Janji Yang Terlupa

5.7K 386 552
                                    

Jam dinding menunjukkan pukul sebelas malam, lewat dua puluh lima menit. Tepat di hadapan jendela, Kris berdiri dan menatap keluar jendela rumah dengan bersidekap dada. Lebih tepatnya, cowok itu tengah menatap mobil milik Saka yang baru saja masuk ke pekarangan rumahnya.

Matanya sedikit memicing kala melihat Asya keluar dengan sedikit berjalan pincang. Kris hanya menggeleng kecil, adiknya itu selalu saja mendapat luka. Tak ada habisnya.

Setelahnya, ketika melihat kedua orang itu berjalan mendekati pintu, Kris sudah berdiri lebih dulu di hadapan pintu masuk dengan tatapan datarnya.

Tak jauh di belakang Kris, ada Cindy. Untuk sesaat gadis itu sedikit mengintip, setelahnya dia pun berlalu masuk kembali kala melihat Saka dan juga Asya dari jendela.

Baru saja Asya mendorong pintu rumahnya, tatapannya tiba-tiba terkunci saat melihat Kris sudah berdiri tegap tepat di hadapannya. "Bang Kis," cicitnya.

"Masuk." Kris sedikit menyingkir, memberi ruang bagi Asya agar bisa masuk ke dalam rumah.

"Bang Kis, Asya-"

"Masuk, Asya. Sudah malam." Potongnya cepat.

Asya mengangguk cepat, gadis itu dengan sangat perlahan berjalan masuk ke dalam rumah, tapi baru tiga langkah, ia berhenti dan berbalik. Menatap Saka yang hanya berdiri diam di seberang pintu masuk.

"Bang Kis, Saka boleh di ajak masuk gak?" tanya-nya ragu.

Kris untuk sesaat menatap Asya, kemudian kembali menatap Saka. "Gak."

Gadis itu mengerucutkan bibirnya, dengan sedikit berjalan, ia telah kembali keluar dan berdiri tepat di samping Saka dengan memegang tangannya erat. Bahkan, gadis itu beberapa kali mengendus-endus di lengan Saka dan juga menjatuhkan kepalanya di sana, sekedar menyandarkan kepalanya.

Tanpa banyak pikir, Kris menarik lengan Asya. "Gue bilang masuk, Tarasya."

Mendengar sebutan nama untuknya sudah lengkap begitu, berarti menandakan Kris saat ini tak ingin di bantah. Dengan langkah kecilnya, dan juga tangan yang masih memegang ujung baju Saka, gadis itu berjalan mundur, sangat, bahkan sangat perlahan.

Asya mendongak, lalu menunduk lagi. "Tapi, Asya masih mau bareng Saka."

"Masuk sekarang kalau lo masih mau ketemu Saka besok!" ancamnya pada akhirnya.

Dengan sangat cepat, Asya menatap Kris dengan tatapan tak suka.

"Apa?" Dan tanpa berdosanya, Kris bertanya santai.

"Bang Kis nyebelin, ihh! Asya aduin Papi, awas aja!"

"Silahkan."

Mendengar jawaban itu, berhasil membuat Asya menghentakkan kakinya di lantai dengan keras. Yang ujung-ujungnya ia sedikit meringis.

Kris sama sekali tak menghiraukan tingkah adiknya, ia beralih menatap Saka, lagi. "Lo pulang."

Saka mengangguk mengerti. Dengan sedikit mengacak rambut Asya, lelaki itu menunduk dan menatap lekat mata sang gadis. "Masih ada besok. Jangan ngebantah."

Setelahnya, Asya hanya dapat melihat Saka yang perlahan berjalan menjauh dan masuk ke dalam mobil, kemudian keluar dari pekarangan rumahnya.

Gadis itu menatap Kris tak suka. "Bang Kis nyebelin banget, ihh! Asya gak suka!"

"Masuk. Istirahat." Tangan Kris naik dan mengusap pelipis Asya. "Sekali lagi lo luka serius, masuk rumah sakit. Bulo gue singkirin."

"JANGAN! Bang Kis kok bawa-bawa Bulo?! Gak boleh!" jeritnya dengan memukul lengan Kris beberapa kali. "Kalau Asya luka itu juga bukan mau Asya. Asya masuk rumah sakit, juga bukan mau Asya. Masa nanti Asya masuk rumah sakit lagi, Bulo nya jadi korban. Pokoknya gak boleh!"

TARASYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang