[70] DELAYED SADNESS

11.4K 627 306
                                    

Bismillah.

Up lama karena ada kesibukan pribadi. Mohon pengertiannya. Meskipun tau, gak ada yang nungguin :)

Happy reading.

****

Masih di hari yang sama, namun tempat dan waktu yang berbeda. Di sebuah restoran, sudah terbilang sepuluh menit lebih, Saka terus menatap wajah Asya. Sedang gadis itu sibuk memakan makanannya.

"Jangan marah." Saka berucap demikian untuk yang kesekian kalinya.

Lelaki itu sama sekali tak menyentuh makanan di hadapannya, sebelum Asya balas menatapnya.

"Bisa diam gak?" sewot gadis itu dengan tatapan tajamnya.

"Gak bisa."

Tampak, Asya membuang napasnya kasar.

Sedangkan yang Saka lakukan hanya tersenyum kecil, memaklumi sifat Asya yang satu ini. Berbulan-bulan mengenal Asya, ia mulai terbiasa.

"Apa yang kamu takutin...." Saka sejenak menjeda ucapannya. Ia dapat melihat Asya kini balas menatapnya. "Mungkin akan terjadi."

"Gak ada yang abadi. Jadi gak usah takut, semua akan pergi satu persatu."

Tangan Saka terangkat dan meraih sebelah tangan Asya, menggenggam erat tangan gadis itu yang dingin. Senyumnya ia ukir selebar mungkin, meskipun di balas tatapan tak suka dari Asya.

"Bukannya aku gak mau operasi." Sejenak, Saka mengerjapkan matanya. "Tapi keadaan memang udah gak bisa."

Asya tanpa ingin perduli, kini menarik tangannya dari Saka. "Terserah. Itu urusan Saka."

"Iya."

Tak ada lagi perbincangan setelah itu, Saka yang mulai sibuk dengan makanannya, begitu pun dengan Asya. Namun, belum cukup tiga sendok, Saka berhenti, ia menatap hampa makanan di hadapannya.

"Aku mau cerita dikit. Boleh?"

"Hm."

Lima menit berlalu, Asya menengadahkan kepalanya guna melihat apa yang tengah di lakukan Saka. Kepala lelaki itu tertunduk, dengan tangan sedikit terkepal.

"Mama ninggalin aku ... di ruang operasi," ujarnya dengan suara yang tercekat. Tangannya kian terkepal dengan perasaan sesak memenuhi rongga dadanya.

"Apa nasib aku akan seperti Mama?"

Asya dapat mendengar dengan jelas suara Saka yang perlahan melemah.

"Sya, tau gak? Asgan udah pernah di peluk sama Mama, Asgan udah ngerasain keluarga yang lengkap, meski cuman seminggu. Papa ternyata diam-diam nyamperin Mama sama Asgan ... aku tanya sama dia, gimana rasanya dapat kasih sayang yang lengkap, meski cuman seminggu." Saka menengadahkan kepalanya, berusaha menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.

"Egois. Dia gak mau ceritain rasanya gimana."

Setelahnya, Saka membuang napasnya kasar. "Cerita selanjutnya," katanya dengan tersenyum kembali.

"Dokter pernah ngomong gini sama aku di depan Papa. Operasinya dapat di lakukan meskipun kemungkinannya sangat kecil, karena penyakitnya sudah di stadium empat. Terus dokternya nanya sama Papa, Apa anda setuju untuk operasinya, agar segera bisa di tangani? Tau gak jawaban Papa apa?"

Asya sontak menggeleng kecil, entah karena apa, perasaannya mendadak sakit melihat Saka seperti ini.

"Tidak usah. Anda tidak perlu mengarang. Putra saya tidak sakit. Ini hanya akalan kalian berdua. Meskipun dia sakit, dia tidak selemah itu." Saka tersenyum miris. "Itu bagian baiknya, tapi setelah itu, Papa seolah lupa sama penjelasan dokter, dan lanjut nyuruh aku buat belajar dan belajar lagi."

TARASYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang