"Dari mana?"
Pertanyaan yang tertuju padanya sama sekali tak Saka balas. Laki-laki itu yang baru saja pulang kini melewati Aska begitu saja dan berjalan menuju kamarnya. Sedangkan Aska, ia malahan membuntuti kakaknya sampai di kamar.
Setibanya di dalam, Saka melepas jaket dan melemparnya secara asal, beserta kunci motornya. Lalu ia merebahkan tubuhnya di atas kasur tanpa melepas sepatu yang masih melekat di kakinya.
"Sepatu lo kotor! Buka!" tegur Aska.
Saka yang tadinya menutup mata menggunakan pergelangan tangan, kini membukanya, lalu menatap Aska.
"Ska, susah ya buat dapat maaf dari orang?"
Aska berjalan masuk ke dalam kamar, lalu berdiri di sisi kasur. "Ya tergantung sih menurut gue."
Saka menghembuskan napasnya kasar. Ia lebih memilih kembali memejamkan matanya.
"Ada masalah?"
Tak ada sahutan, Aska kemudian menendang kasur Saka dengan tak santai. "Ada apa?"
"Asya ... udah benci sama gue," katanya dengan suara yang melemah.
"Why?"
"Gue buat salah besar."
Aska kemudian mengambil duduk. Lalu berdehem sejenak. "Kalau lo masih mau sama Asya, perjuangin dia. Berusaha dapat maaf dari Kak Asya."
"Takut..." katanya dengan suara yang sangat kecil. Sampai Aska sendiri tak dapat mendengarnya.
"Lo habis dari mana?" heran Aska, retinanya beralih melirik pada jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam.
Hening kembali, Saka kemudian menegakkan tubuhnya, dan menatap Aska yang juga menatapnya bingung.
"Ska."
"Pa'an?"
"Gue belum makan," adunya dengan tatapan yang begitu datar.
"Terus?"
"Ambilin."
"Ya, lo turun lah ambil sendiri."
Mendengar itu, Saka kembali merebahkan tubuhnya. "Gak jadi."
Melihat itu, Aska menghela napasnya. "Lo gak makan dari kapan?"
"Semalam," jawabnya acuh tak acuh.
Sejenak, Aska terdiam, cukup terkejut dengan penuturan Saka. Meskipun, ini bukan untuk pertama kalinya. "Tunggu, gue ambilkan."
"Ayam kecap, dua sendok nasi," sahut Saka sebelum Aska berlalu turun.
"Gak ada ayam kecap! Adanya ayam cakep!"
"Yaudah, soto ayam buatan Bi Nina."
"Makin menjadi ternyata."
"Dengan es teh. Jangan terlalu dingin," pesan Saka, sebelum kembali memejamkan matanya.
"Astaghfirullah, Aska sabar kok." Aska mengelus dadanya sejenak. "Siap Tuan. Makanan segera di siapkan!" katanya sebelum berlalu turun.
"Tunggu!" tahan Saka.
"Apa lagi?" tanya Aska dengan senyum yang di paksakan.
"Gue mau dua porsi."
"Buset—"
"Gue gak mau makan sendiri," lanjutnya sebelum kembali memejamkan matanya.
****
Di lain tempat, seorang gadis yang baru bangun dari tidurnya kini menggeliat tak tenang. Karena merasa tak nyaman, ia beralih meraih bantal apa saja yang bisa di raihnya, lalu memeluknya erat. Dan itu adalah boneka.
KAMU SEDANG MEMBACA
TARASYA [END]
Teen FictionSequel of DEVAMEL Singkat saja, ini sebuah kesedihan yang tertunda. Kisah tentang seorang Dhea Tarasya Leander, gadis cantik, imut dan juga pintar. Tapi di balik itu semua, ia memiliki sifat yang childish, egois, dingin dan juga bodo amat dalam seke...