"Di persatukan untuk di pisahkan."
☘️☘️☘️
Saka bangun dari atas kasur di rumah sakit, ia kemudian meregangkan otot lehernya sehabis di periksa. Merasa lebih baikan, ia lantas turun dan berjalan keluar dari ruangan. Lukanya tak terlalu parah, jadi ia tak usah di rawat inap.
Baru saja dirinya keluar dari rumah sakit, Bara lebih dulu berdiri di hadapannya.
"Mau kemana?"
Saka tak menjawab, seolah dirinya juga tak memiliki jawaban itu.
"Papa dari mana?" tanya-nya balik.
Bara pun seperti itu, ia ikut tak menjawab karena Saka yang juga tak menjawab pertanyaan darinya.
Melihat Saka yang akan berlalu, dengan segera Bara menahannya. Ia lalu menatap putranya dari atas sampai bawah. Lalu sedikit berdecak.
"Papa tidak ingin melarang kamu, tapi lebih baik kamu beritahu orang tua pacar kamu. Biar mereka saja yang urus."
"Mantan," tekan Saka.
Bara hanya mengedikkan bahunya tak perduli. "Masalahnya tidak akan selesai kalau kamu yang seperti ini Saka."
Dengan malas, Saka lantas berucap, "Hidup Saka juga gak ada gunanya, Pah."
Bara bungkam.
"Saka mau pulang."
"Papa sudah selidiki semuanya. Dan ada informasi dari sekretaris Papa tentang rencana mereka."
Baru dua langkah, Saka berbalik dan menatap Papanya bingung.
"Asisten Papa ngikutin kamu ke rumah itu," katanya kala melihat raut kebingungan di wajah putranya.
Bara berjalan maju, lalu menepuk pundak Saka sejenak. "Setelah kamu pulang dari situ, asisten Papa dengar sesuatu." Bara lantas berbisik. "Rencana utamanya akan mereka lakukan sekarang."
Seolah tersengat listrik, Saka menjauh dari Papanya, berusaha mencerna ucapan pria tersebut.
"Sialan!" desisnya dan segera berlari.
Bara yang mendengar umpatan Saka, sontak mengelus dadanya. "Sangat tidak mirip dengan saya."
"Bara?"
Mendengar adanya orang yang memanggil namanya, ia beralih berbalik dan menatap dua pria di hadapannya.
****
Dengan modal mengerjap-ngerjapkan matanya, Asya akhirnya bisa membuka pejaman matanya dengan sempurna. Namun ia sama sekali tak melihat apa-apa. Suasana gelap gulita dengan hembusan angin yang sangat kuat.
Apa dirinya buta sekarang?
Ah! Tak mungkin. Asya baru sadar, matanya ditutup oleh sebuah kain.
Rasa perih di ujung lengannya ia rasakan. Luka tembakan yang dirinya dapatkan tak terlalu parah. Peluru itu tak bersarang di tubuhnya, hanya menggores saja.
"Bangsat!"
Umpatan itu berhasil membuat Asya terlonjak kaget. Jujur, ia sangat kepo untuk melihat keadaan sekitar, namun keadaan tak mendukung.
Apa ia tengah di culik?
Seperti di film-film saja!
"Asya orang miskin. Asya gak punya uang. Asya tinggal di bawah jembatan. Untuk makan sendiri, hanya satu kali seminggu. Kalau kalian culik Asya, kalian gak bakal dapat apa-apa," katanya dengan suara yang melemah. "Kalau kalian mau ambil ginjal Asya terus jual, kalian gak bisa. Karena Asya udah gak punya ginjal lagi. Jantung Asya juga udah di ambil. Hati Asya juga gitu. Jadi gak ada untungnya kalinya culik Asya."
KAMU SEDANG MEMBACA
TARASYA [END]
Teen FictionSequel of DEVAMEL Singkat saja, ini sebuah kesedihan yang tertunda. Kisah tentang seorang Dhea Tarasya Leander, gadis cantik, imut dan juga pintar. Tapi di balik itu semua, ia memiliki sifat yang childish, egois, dingin dan juga bodo amat dalam seke...