[57] Lost Control

7.6K 560 292
                                    

"Sya," panggilnya dengan suara berat.

Asya masih bungkam.

Saka menundukkan kepalanya, lalu memainkan alat pengatur waktu yang ia genggam. "Maaf."

Asya mengalihkan pandangannya dan menatap Saka dengan tatapan bingung. "Hah?"

Saka menyerahkan benda tersebut pada Asya. Tak mempermasalahkan raut kebingungan yang muncul pada wajah gadis tersebut. "Ambil. Buat lo."

Asya tak menerima. Beberapa menit terdiam, gadis itu lantas bangkit dari duduknya dan berjalan masuk ke dalam rumah sakit tanpa memperdulikan keberadaan Saka.

Sedangkan yang Saka lakukan hanya menatap punggung mungil Asya yang mulai menghilang dari pandangannya. Lalu tatapannya turun pada benda yang sedari tadi ia genggam.

"Sayang ... padahal ini benda terakhir yang mau gue kasih," gumamnya. Tanpa pikir panjang ia menjatuhkan benda tersebut lalu menginjaknya dengan keras, hingga alat penghitung waktu tersebut rusak.

Senyumnya perlahan mengembang terpaksa. "Baik kalau ini yang lo mau."

****

Asya membuka pintu ruang rawat di hadapannya, dengan sangat hati-hati ia kembali menutup pintu tersebut agar tak menganggu orang yang berada di dalam. Setibanya di dalam, suasana hening. Zara dan Risa yang sudah tertidur di sofa. Nindi yang kini duduk tak jauh dari sofa menatap lurus ke depan. Dan Maminya yang tengah duduk di kursi samping brankar.

Asya berjalan mendekat, dan ikut menarik kursi di sisi brankar lainnya. Gadis itu ikut meraih tangan Devan dan menatap mata Papinya yang masih terpejam.

"Mami, Papi kapan bangun?"

Mel sedikit terkejut kala mendengar suara putrinya. Ia lantas menatap Asya di hadapannya yang kini merebahkan kepalanya di sisi brankar dengan posisi duduk di kursi.

"Mungkin besok, sayang."

Asya mengangguk sekilas. Genggamannya semakin ia perkuat. "Papi cepat bangun ya, nanti kita main basket bareng lagi. Soalnya Bang Kis sibuk terus, susah di ajak main," adunya dengan mata yang perlahan memberat.

"Mami, Asya tidur dulu gak apa-apa?"

"Iya, Asya tidur aja."

Asya kembali mengangguk dan mulai memejamkan matanya. Ia melepaskan genggamannya pada tangan Papinya lalu meletakkan tangan tersebut di atas kepalanya, seolah tengah mengusap kepalanya. "Papi kalau udah bangun, elus kepala Asya, ya? Biar Asya bangun juga," katanya dengan sesekali menguap.

Mel yang melihat itu tersenyum singkat, matanya kembali memanas. Tangannya terangkat dan mengelus rambut suaminya. "Kamu mau tidurnya sampai kapan?" lirihnya yang tak mampu di dengar oleh siapa pun. "Jangan sampai berbulan-bulan lagi ya, takutnya aku egois dan nyusul kamu."

Mel menundukkan kepalanya, ia memilih menangis dalam diam, meskipun akan sangat menyakitkan. Di banding ia tampak rapuh di hadapan putrinya, dan membuat putrinya semakin down.

****

Cukup lama Saka berdiam di taman rumah sakit, sampai suara dari langit pun mulai terdengar saling bersahutan. Sebentar lagi akan turun hujan. Pandangannya terus terfokus pada alat penghitung waktu yang telah hancur ia injak. Sesekali ia terkekeh kala mengingat sesuatu yang menyenangkan baginya.

Tangan kekarnya turun dan meraih benda tersebut. Lalu mengantonginya.

Dengan membuang napas beratnya, ia berjalan keluar untuk segera pulang ke rumah. Namun belum sampai di pintu keluar, tatapannya beralih pada seseorang yang berada di atas brankar dan di larikan masuk ke dalam ruang unit gawat darurat.

TARASYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang