Ke'esokannya, Asya memarkirkan sepedanya di tempat parkir biasa ia memarkirkannya. Setelah merasa beres, Asya sedikit bernapas lega karena tidak terlambat untuk datang ke sekolah.
Masalah kakinya, ah! Itu sudah tidak sakit lagi. Kemarin dia hanya banyak drama saja agar di antar oleh Kris.
Matanya tertuju pada objek di hadapannya. Senyumannya tiba-tiba mengembang terpaksa. Menatap kedua sejoli yang sedang berjalan bersama dan berangkat bersama. Pulang pun pasti.
Dengan menarik napasnya, Asya memantapkan dirinya. Tak tau, ia cemburu atau apa. Hanya saja, ia merasa iri dengan Cindy yang dekat dengan Saka. Tapi sebisa mungkin, ia menyingkirkan pradugaannya, karena Cindy itu hanyalah sepupu Saka, tidak lebih!
Sama dengan ia dan juga Ian. Jadi, Asya dapat memakluminya.
Melihat Saka yang berbalik ke arahnya, Asya beralih memberikan senyuman paling manisnya pada lelaki itu. Begitupun dengan Cindy.
Kakinya perlahan berjalan meninggalkan tempat parkir dan berlalu masuk ke kelasnya.
"Sya, buru ganti baju. Bentar lagi jam olahraga!" sahut Risa yang sudah siap dengan seragam olahraganya.
Asya beralih menatap ke bawah, menatap penampilannya. Lantas ia menepuk jidatnya sendiri. Ia lupa, kalau hari ini jam olahraganya pertama. Kalau dia ingat, pasti ia menggunakan seragam olahraga ke sekolah tadi.
Asya mengangguk dan langsung menarik tangan Nana. "Nana, temanin Asya ganti baju di toilet, ya?"
Asya meminta di temani oleh Nana, karena Risa sendiri tampak sangat sibuk sedang menyalin perkerjaan rumah milik ketua kelasnya yang akan di kumpulkan sekarang.
"Gas lah!"
Asya tersenyum senang, ia langsung mengambil baju olahraganya dan menarik lengan Nana yang sudah siap dengan seragamnya menuju toilet.
Beberapa menit berada di dalam toilet, Asya keluar dengan pakaian lengkapnya.
"Udah. Langsung kelapangan aja."
Nana mengangguk mengiyakan. Ia mengapit lengan Asya dan mengajaknya menuju lapangan saat ini.
Saat tiba di lapangan, baik Asya dan juga Nana berhenti sejenak tepat di pinggir lapangan. Mata mereka berdua menjelajahi setiap sudut lapangan. Merasa ada yang kurang, mereka berdua saling tatap.
"Risa sama Mira belum datang, mau di tungguin gak?" tanya Nana.
Asya menganggukkan kepalanya. "Kita tunggu aja. Duduk di situ dulu yuk," ajak Asya dan menunjuk tepat di tepi lapangan.
Mereka berdua akhirnya berjalan dan mengambil duduk tepat di mana mata mereka berdua dapat melihat semua laki-laki tengah bermain bola basket. Asya beralih menyenderkan kepalanya pada pundak Nana.
"Kenapa, Sya?"
"Gak tau, Asya pusing aja."
Mendengar itu, Nana langsung meraih kepala Asya, menatap manik matanya lebih dalam. "Pusing? Sakit kepala? Mau ke UKS?"
Asya melepaskan tangan Nana dari kepalanya. "Gak usah lebai, Na. Asya bukan pusing gitu."
"Terus apa?"
"Asya pusing mikirin banyak hal."
"Yaudah, gak usah di pikirin. Bawa santui aja," usul Nana di akhiri kekehan kecilnya.
"Boleh jug—" ucapan Asya terputus sebab teriakan Nana.
"SUMPAH! NGAPAIN MEREKA BERANTEM DI TENGAH LAPANGAN?!" histeris Nana dan memandang dua orang yang tengah adu jotos di tengah lapangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TARASYA [END]
Teen FictionSequel of DEVAMEL Singkat saja, ini sebuah kesedihan yang tertunda. Kisah tentang seorang Dhea Tarasya Leander, gadis cantik, imut dan juga pintar. Tapi di balik itu semua, ia memiliki sifat yang childish, egois, dingin dan juga bodo amat dalam seke...