Dua hari setelah kejadian di mana baik Asya dan juga Saka menghabiskan waktu berdua, kini gadis mungil itu tengah berjalan keluar dari kelasnya dan menghampiri sepeda listrik kesayangannya untuk pulang.
Saka? Mengantarnya? Tidak mungkin!
Jangan salah paham, karena cowok itu tengah ada kelas tambahan, lebih tepatnya gurunya yang menambah jadwal pulang kelas Saka agak lama karena akan mengikuti ulangan dadakan dengan pelajaran matematika bertemu dengan fisika, masing-masing hanya 20 nomor. Guru sadesss.
"Loh, loh. Sepeda Asya mana?" gumamnya yang celingak-celinguk mencari keberadaan sepedanya. Tempat parkir sudah tampak sedikit sepi karena dia yang memang keluar di paling akhir.
"Sepedaaa, kamu di mana? Jangan sembunyi, ihh, Asya gak mood main," ucapnya asal yang malah berjalan belok-belok di tempat parkiran.
"Pak Ton, Pak Ton!" Asya dengan modal berteriak menghampiri satpam yang menjaga di sekolahnya. Gadis itu lantas berdiri tegak di hadapan Pak Tono. "Pak Ono, liat sepeda Asya gak?"
Pak Tono diam beberapa detik, seolah tampak berfikir. "Sepeda yang sering Neng pake? Yang warna biru?" tanyanya memastikan.
"Iya, Pak! Iya itu!" jawabnya antusias.
"Tadi kalau gak salah, Bapak liat ada yang make sepeda itu keluar, baru aja. Bapak kira bukan punya Neng Asya."
Asya diam berusaha mencerna ucapan dari Pak Tono. Matanya sedikit mengerjap. Dan seperkian detik, "AAAA, PAPI!! SEPEDA ASYA DI CULIIIK!"
Asya menghentakkan kakinya kesal, setelah pamit dengan Pak Tono, gadis itu sedikit berlari keluar gerbang sekolah. Berusaha mencari keberadaan orang yang telah mencuri sepedanya.
Langkahnya semakin dia percepat kala matanya menangkap siluet orang yang berbelok di tikungan dengan sepada miliknya. Dengan gesit pula Asya menunduk dan memungut asal batu yang berada di tanah, tak memperdulikan batu itu kecil atau pun besar.
Saat dalam keadaan sejajar, Asya dengan sigap melempar batu tersebut hingga mengenai kepala orang tersebut. Sialnya, orang itu sedikit meringis tapi masih terus melajukan sepeda Asya.
Gadis itu tak putus asa, ia terus berlari mengejar sepeda pemberian dari Papinya. Ia tak akan melepaskannya begitu saja!
***
Asya memberhentikan langkahnya, ia beralih duduk di atas tanah dan bersandar pada pohon besar di belakangnya. Mengipasi wajahnya menggunakan tangannya.
Matanya beralih menatap lutut dan juga sikunya yang sangat lecet karena beberapa kali terjatuh saat mengejar orang yang membawa sepedanya lari.
Pandangannya terhenti pada got besar yang jaraknya tak terlalu jauh darinya. Retinanya dapat menangkap sebuah benda berwarna biru dengan samar-samar. Karena penasaran, alhasil ia berjalan mendekat untuk memastikan apa yang telah di lihatnya.
"Sepadaa," lirih Asya dan menatap nasib sepedanya yang sudah tak berbentuk.
Asya terduduk dan menatap sepedanya di bawah got besar itu. Tangannya sedikit terkepal kala melihat keadaan sepedanya. Stir yang di patahkan, tempat duduk yang sudah copot beserta spionnya, ban yang sudah terlepas dan malah bengkok. Serta bagian tubuh sepedanya sudah di patahkan entah menggunakan apa, tapi mustahil jika ingin di perbaiki lagi.
"Sepada Asya," gumamnya. "Maaf gak bisa nyelamatin kamu," cemberutnya.
Gadis itu bangkit dari duduknya dan berdiri. Tangannya ia usap kemudian mengambil karet di tasnya, mengikat asal rambutnya.
"Kaki, harus kuat ya, kita cari taksi pulang. Tangan, darahnya berhenti keluar dulu, ya, soalnya Asya ngilu liatnya," lirihnya.
"Dadah sepeda."
KAMU SEDANG MEMBACA
TARASYA [END]
Teen FictionSequel of DEVAMEL Singkat saja, ini sebuah kesedihan yang tertunda. Kisah tentang seorang Dhea Tarasya Leander, gadis cantik, imut dan juga pintar. Tapi di balik itu semua, ia memiliki sifat yang childish, egois, dingin dan juga bodo amat dalam seke...