Keadaan mobil yang hening menguasai suasana selama perjalanan ke rumah Cindy. Baik Asya dan juga Cindy sama-sama bungkam di kursi penumpang.
Sedangkan Saka dengan tampang datarnya menatap jalanan di hadapannya.
Bukannya Asya yang duduk di kursi depan? Sekarang sudah tidak. Setelah tiba di suatu minimarket, baik Asya dan juga Cindy sama-sama turun dan membeli beberapa cemilan untuk nanti. Dan saat setelah sudah membeli semua itu, kursi bagian depan pun menjadi rebutan mereka berdua. Kali ini, Cindy yang memulai dengan alasan mual jika duduk di kursi belakang.
Saka yang jengah lantas memutuskan agar mereka berdua duduk di kursi bagian belakang. Masa bodoh jika dia di katakan mirip sopir yang duduk sendiri di depan, yang penting, dia sudah tak mendengar suara cempreng milik Asya dan juga Cindy.
Beberapa menit di perjalanan, Saka menghentikan mobilnya di pekarangan rumah Cindy yang tampak lumayan luas.
Asya perlahan keluar dari mobil Saka dan memandang rumah Cindy sesaat, pandangannya ia edarkan terlebih dahulu untuk menatap sekitar. Merasa sedikit janggal. Gadis itu kemudian berjalan keluar terlebih dahulu dan menatap jalanan lalu kembali berjalan maju dengan mata tertuju pada rumah Cindy.
"Kamu kenapa?" tanya Cindy heran melihat gelagat Asya.
Dengan tampang yang sedikit berfikir, Asya menjawab, "Ini kan tanah punya Papi, kok di bangunin rumah. Cindy yang beli tanah Papi, ya?"
Saka yang mendengar itu ikut menoleh menatap Asya sesaat, kemudian melanjutkan aktifitasnya mengeluarkan beberapa cemilan dari dalam mobil dan membawanya masuk. Mengurus perempuan membuatnya menyerah. Tak ingin ikut campur sama sekali.
"Bukan. Ini bukan tanah atau pun rumah Papi kamu. Papi kamu aja aku gak kenal. Ini rumah punya Papa aku, dia yang baru bangun," jelas Cindy.
"Masa sih? Padahal, kan ... tanah ini Asya mau kasih ke Bang Kis buat lapangan basket."
Asya menghela napas sesaat, merasa tak terima tanah yang di berikan Papinya untuknya malah menjadi milik orang lain.
"Emang Papa Cindy yang beli tanah ini? Papa Cindy yang langsung beli ke Papi?" tanya Asya beruntun.
Bukan apa, masalahnya, Asya sudah membuat beberapa desain untuk lapangan basket dan juga tempat olahraga nantinya yang akan di bangun di sini, tapi dengan entengnya, gadis di hadapannya ini malah mengatakan tanah tersebut milik Papanya.
"Aku gak tau, Papa aku sendiri yang langsung ngasih tanah ini sekaligus rumahnya buat aku." Cindy mengangkat bahunya seolah tak tahu banyak. "Yaudah, ayo masuk."
Asya menatap kepergian Cindy dengan pandangan yang masih berfikir. Pandangannya kembali ia edarkan dan menatap bangunan di hadapannya, terbesit rasa tak terima di benaknya.
"AH! PAPI INGKAR JANJI!" jeritnya kesal dengan napas yang memburu. "Awas aja, Asya aduin ke Bang Kis. Akhh, Papi mah bohongin Asya! Gak terima! Gak terima! Gak terima!"
***
IsaMaya
Woi!
Lama banget lo, Sya!
Gue udah mati gaya nungguin lo!Anda
Isa kenapa? Kok marah-marah?IsaMaya
Lo nanya gue kenapa?
Udah hampir satu jam gue nungguin lo di parkiran, Sya!
Sekarang lo di mana?!
KAMU SEDANG MEMBACA
TARASYA [END]
Teen FictionSequel of DEVAMEL Singkat saja, ini sebuah kesedihan yang tertunda. Kisah tentang seorang Dhea Tarasya Leander, gadis cantik, imut dan juga pintar. Tapi di balik itu semua, ia memiliki sifat yang childish, egois, dingin dan juga bodo amat dalam seke...