6. Damage

336 29 3
                                    

Seminggu telah berlalu, terhitung sejak kepulangan mereka dari kunjungan industri dan tour yang diagendakan sekolah. Selama seminggu itu pula, semua murid dari berbagai jurusan disibukan dengan tugas menyusun laporan.

Ini pertemuan yang ketiga dalam satu minggu bagi Lia, Sarah dan Milly. Mereka mengerjakan tugas bersama di tempat yang berbeda beda. Kali ini sebuah cafe kecil disudut kota menjadi pilihan.

Ketiganya sudah sejak jam 11 siang berkutik dengan catatan masing masing. Mengoreksi, menyusun kata demi kata agar pantas dibaca. Sekarang, waktu telah menunjukkan pukul 3 sore. Selama itu mereka duduk disana dan menghabiskan berbagai jenis makanan yang dipesan Sarah sendiri.

"Wahhh! Haus banget gue!" Sarah berdiri dari duduknya. Dia menuju ketempat dimana dia bisa memesan pesanannya.

"Sumpah, dari tadi tu anak pesen makanan sama minuman terus. Ujung ujungnya kita yang abisin. Gue udah engap banget ini." Milly menatap miris kepergian temannya yang sudah berulang ulang terjadi.

"Gue juga engap. Diet gue jadi gaada hasil gegara tuu anak setan." Lia melahap kentang goreng yang terhidang dimejanya. Itu hanya satu jenis dari banyaknya makanan yang ada disana. Dan kebanyakan semuanya adalah milik Sarah.

Milly tersenyum menggeleng gelengkan kepala. Dia kembali melanjutkan pekerjaannya. Waktu pengumpulan tugas tepat saat masuk tahun ajaran baru. Dan itu sudah sangat dekat. Tidak ada waktu lagi untuk menunda.

"Ntar malem kita ke warung yuk. Dah lama ga ketemu Anka." Lia tiba tiba memberi ide disaat dirinya kini memilih beristirahat sebentar.

"Anka gaakan ada." Sarah menepuk bahu Lia sambil melemparkan senyumnya. Dia telah kembali.

"Gaada mulu. Mudik kemana sih dia!? Ga kawin lari sama seseorang kan!?" Lia mencurigai sesuatu tanpa alasan. Dia hanya asal bicara. Itu memang tabiatnya.

Sebelumnya Sarah telah memberitahu teman temannya tentang Anka yang tidak akan terlihat beberapa waktu ini. Laki laki itu memilih mengahabiskan masa liburannya dengan pergi menemui orang tuanya. Hanya saja Sarah belum memberi tahu lokasi rinci tentang keberadaan Anka kepada yang lainnya.

"Abdi yang mudik ke Cirebon aja udah balik." Milly menjawab disela sela kesibukannya mengerjakan tugas.

"Lo pikir itu lokasi mudik paling jauh? Si Anka mudik ke Brasil btw."

Milly melepaskan pulpennya. Dia bersamaan dengan Lia membuka mulut tanda takjub dengan apa yang baru Sarah ucapkan. Dimata mereka, seorang teman yang keluar negeri adalah hal luar biasa. Karena mereka tidak bisa sepertinya.

"Setajir apa sih anjir si Anka?" Milly kembali penasaran dengan latar belakang teman dekat pacarnya itu. Jangankan dia, Abdi saja tidak pernah tahu bagaimana kehidupan sebenarnya seorang Anka. Dimana rumahnya, siapa orang tuanya, berapa anggota keluarga yang dia punya? Semua itu tidak ada yang mengetahuinya. Mungkin Sarah bisa dikecualikan.

"Gue gatau yah. Gue hanya sedikit lebih tau dari kalian." Sarah segera membatasi ekspetasi teman temannya yang beranggapan Sarah mengetahui segalanya tentang Anka.

"Okey. Gue sekarang harus mempersiapkan diri untuk gak kaget kalo dapet kabar Anka adalah anak tunggal dari sebuah keluarga kaya raya yang kekayaannya tak terhingga. Or, dia anak mafia, atau engga, Psyco muda bibit unggul yang dimasa depan bakal jadi pembunuh berantai." Lia menarik nafasnya dalam dalam. Dia berhasil megungkapkan uneg unegnya yang cukup panjang itu hanya dengan satu tarikan nafas.

Lia berpendapat seperti itu karena kabar Anka yang mengahabisi 3 temannya dan 1 guru itu telah menyebar kesetiap lapisan warga sekolah. Sepertinya dalang dibalik tersebarnya informasi ini adalah Fadli. Dia laki laki yang memiliki mulut paling berbahaya disekolah.

The School Of CriminalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang