Prakerin gelombang pertama resmi dimulai.
Kelas 11 TKJ 2 sudah ada beberapa yang berangkat untuk bertugas. Sisanya paling hanya menunggu beberapa hari lagi, paling lama juga selisih 2 minggu dengan siswa yang pertama pergi.
Kara dan beberapa siswa yang satu instansi dengannya, akan diantarkan salah satu guru pengawas. Tapi untuk saat ini mereka masih menunggu dikelas, guru pengawas mereka adalah guru pelajaran produktif yang jarang mengajar itu. Selalu bermasalah.
"Hari ini kayanya ga langsung nugas. Cuma perkenalan sama pihak instansi kayanya. Liat, udah jam 11 njir. Yakali masuk setengah hari." Ravi menggeleng gelengkan kepalanya. Dia sudah sejak pagi menyiapkan diri dengan berpenampilan rapih, tapi sia sia saja karena sekarang rambutnya sudah berantakan.
"Apes banget sih lo pada, pengawasnya pak Toriq." Rahma prihatin, tapi dia tertawa karenanya. Ternyata Tuhan memang adil. Mereka diberikan rekan kerja yang baik, namun tidak dengan pengawas yang baik pula.
Dikelas sekarang hanya tinggal setengah dari seluruh siswa yang ada saja. Sisanya sudah berangkat. Perempuan yang tersisa tinggal Kara dan Rahma. Kara berangkat hari ini, itu berarti besok Rahma akan menjadi satu satunya perempuan dikelas ini. Keempat perempuan 11 TKJ 2 memang disebar, tidak ada yang ditugaskan di instansi yang sama.
"Loh... Tumben jamkos pada anteng?"
Semua perhatian siswa terarah kepintu kelas. Disana ada salah satu guru yang memegang pelajaran olahraga disekolah mereka. Meskipun tidak mengajar di kelas TKJ ini, beliau pernah mengajar mereka di kelas 10 dulu. Jadi cukup akrab.
"Geng rusuh udah pada berangkat prakerin pak. Jadi sepi nih kelas." Yang Ravi maksud adalah Abdi Cs. Semua guru juga tau, segala kegaduhan di kelas ini berasal dari Abdi dan teman temannya.
"Pantes. Si Anka juga udah mulai prakerin di FG dong. Keren yah dia? Bisa dipercaya Kajur buat bawa nama sekolah ini ke perusahaan yang baru pertama kalinya mau nerima siswa prakerin. Tugas Anka berat tuh, kerjanya harus sempurna biar bisa buka lowongan buat alumni sekolah ini disana. Kalian belajar lebih giat lagi ya, biar bisa kaya Anka." Guru Olahraga itu memilih segera pergi setelah memberikan wejangan. Dia harus segera menuju lapang untuk memberi pengajaran kepada salah satu kelas. Murid muridnya pasti sudah menunggu.
"Woeylah, gue kira si Anka punya orang dalem di FG, terus dia ngajuin sendiri pengen PKL disana." Reyhan yang lebih dekat dengan Anka saja, dibandingkan orang orang didalam kelas ini, ikut kebingungan. Baru tahu fakta sebenarnya.
"Ih. Lo temennya malah lo yang kaget. Padahal lo tau sendiri kemampuan dia ngoprasiin komputer kek apa. Malah nuduh pake orang dalem. Aneh!" Rahma menggeleng gelengkan kepalanya. Bisa bisanya pertemanan mereka seperti itu. Saling tidak mempercayai.
"Ye kan dibalik si Anka yang pinter juga ada Anka yang kek dakjal." Reyhan tertawa mengajak bercanda yang ditanggapi baik oleh teman temannya.
"Eh, lu mending telpon si Anka. Bilang ke dia gausah terlalu kerja keras di FG. Ujung ujungnya bukan Anka yang nentuin FG bakal nerima alumni sekolah ini atau engga buat kerja disana. Tapi anak pemilik FG itu sendiri. Diakan sekolah disini. Kalo tuh anak betah sekolah di sekolah ini sampe lulus, ya itu bagus. Kalo engga, dan alesannya karna lingkungan disini ga baik, yaudah, bye bye aja kita. Gausah ngarep kerja di perusahaan sekelas FG." Ucap Ravi kepada Reyhan.
"Heh!? Anak pemilik FG sekolah disini kok lo ga beritain!?" Rahma cukup terkejut mendengarnya. Tumben juga kenapa Ravi tidak cepat cepat menyebar informasi.
"Ini berita udah dingin Rahmaaa. Panasnya pas masa MPLS kemaren. Masa lo gatau!?" Ravi terlihat tak percaya bahwa Rahma melewatkan moment penting di sekolah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The School Of Criminals
Teen FictionIni tentang Anka. Dia adalah penghukum yang paling setara atas segala kejahatan warga sekolah lain yang merugikannya. Istilah 'Mata diganti mata...', itu berlaku dihidupnya.