Pukul 4 Sore semua pekerjaan Kara telah selesai. Dia yang hendak pulang saat ini harus sedikit merelakan waktunya untuk menemui Pimpinan yayasan yang memanggilnya dari parkiran. Laki laki tua yang dimata Kara tidak dewasa itu juga hendak pulang, namun entah tentang urusan apa dia memanggilnya, biasanya juga dia tidak perduli kepada apa yang dilakukan Kara dan teman teman dari sekolahnya. Pimpinan ini begitu pilih kasih, dia berprilaku baik hanya kepada anak anak dari Mahardika, mungkin karena mereka memberi keuntungan kepada Yayasan dengan hasil panen mereka, sedangkan Kara dan teman temannya tidak menghasilkan apapun yang bisa dijual. Padahal Kara dan teman temannya juga mengeluarkan banyak tenaga untuk membantu para Staff disini, tidak meminta digajih, juga tidak menghabiskan anggaran Yayasan untuk kepentingan mereka. Kara disini benar benar hanya untuk belajar, seperti pergi kesekolah setiap harinya. Pihak yayasan tidak pernah dirugikan, malah diuntungkan dengan bantuan tenaga dari Kara dan teman temannya, lantas mengapa mereka tidak sama dihargainya seperti anak anak Mahardika?
"Sore pak. Ada ya?" Kara menyapa dengan penuh basa basi. Didalam hatinya dia ingin bicara 'Ada apa sih? Gue mau pulang juga!'
"Tentang donatur kita, Angkasa. Gimana keadaanya? Dia masih dirawat kah?"
Kenapa juga pimpinan ini perduli? Terakhir kali dia menjelek jelekkan Angkasa akibat anaknya tidak dapat bingkisan diacara sosial yang diadakan beberapa waktu lalu disini. Bilang Anka anak muda yang tak sopan, pelit dan sombong padahal yang ia gunakan untuk menyumbang adalah uang dari orang tuanya. Dia benar benar menjelek jelekkan Anka, kesal sekali karena tidak kebagian barang barang mahal yang dibagikan oleh Anka. Mungkinkah Pimpinan sudah melupakan kejadian itu? lalu dia memilih menerimanya karena biar bagaimanapun Anka adalah donatur di Yayasan ini?
"Aeh, karma sih itu. Harusnya kalo mau berbuat baik jangan setengah setengah. Semoga dia bisa belajar dan gak pandang bulu sama semua orang setelah sembuh nanti."
Kara tersenyum miring. Dia tidak percaya dengan apa yang barusaja dia dengar. Seperti sedang melihat pencuri yang menuduh orang lain sebagai pencuri. Rasanya ingin kara bawakan dia cermin sebesar parkiran untuk membuatnya berkaca, agar dia sadar diri bahwa selama ini yang suka pandang bulu adalah dirinya sendiri.
"Masih dirawat dia?"
"Enggak pak. Udah semakin membaik." Kara mengalihkan pandangannya kearah lain. Tidak perduli dengan Pimpinan yang bisa saja sadar bahwa Kara menunjukkan rasa tidak suka kepada dirinya. Namun apa yang Kara lihat diarah matanya teralihkan itu? Anka dengan baju santai tengah berjalan kearah mereka. Dia memakai celana jeans berwarna krem, baju kaos merah maroon dengan topi hitam yang dipakai mengarah kebelakang. Laki laki itu terlihat baik baik saja. Meski langkahnya terkesan lambat, tapi wajahnya begitu cerah seperti tidak pernah terbaring lemah dirumah sakit sebelumnya. Orang mungkin akan mengiranya berbohong.
"Kenapa bapak gak tanya ke saya secara langsung?" Anka segera bergabung dengan dua orang yang berada diparkiran itu. Dia sepertinya mendengar pembicaraan sebelumnya. Senyumannya dibarengi dengan tatapan mengintimidasi.
"O.oh. kamu sudah baik baik aja ternyata. Itu bagus, Hahaha..." Pimpinan memegang bahu Anka, namun segera Anka singkirkan dengan menggerakkan bahunya, membuat Pimpinan merasa canggung sekarang.
"Em. Kamu kesini bukan karena ada urusan sama saya kan? Kalo gitu saya pulang duluan." Pimpinan itu hendak memegang bahu Anka kembali sebagai salam perpisahan, namun diurungkan karena matanya berpapasan dengan tatapan tajam Angkasa.
Pimpinan tersenyum getir. Dia segera menaiki kendaraan roda dua yang ia bawa hari ini. Dia tidak mengucapkan kalimat apa apa lagi, hanya segera pergilah ide yang muncul dalam pikirannya, padahal secara aturan, ini tempat kekuasaannya, tetapi dia yang malah terasa asing karena sosok Angkasa. Aura anak kecil itu berbeda dari anak sekolah lain seusianya. Rasanya dia bisa menjadi pembunuh kapanpun dia mau. Anak sekolah zaman sekarang harus selalu diwaspadai.
KAMU SEDANG MEMBACA
The School Of Criminals
Fiksi RemajaIni tentang Anka. Dia adalah penghukum yang paling setara atas segala kejahatan warga sekolah lain yang merugikannya. Istilah 'Mata diganti mata...', itu berlaku dihidupnya.