Anka menjalani pemeriksaan kesehatan yang cukup mendalam. Bahkan dia harus melakukan operasi karena ada beberapa ligamen nya yang rusak total. Dokter menyarankan Anka beristirahat hingga 3 bulan, karena ketidakmampuan Anka dalam merasakan sakit, dokter juga memasangkan gips pada kakinya yang cedera agar Anka tidak semakin melukainya. Karena satu malam itu, saat ketika Anka menunjukkan diri aslinya sendiri kepada Arthur, Arthur sekarang telah berubah menjadi orang tua yang protektif. Dia memperkerjakan seorang dokter pribadi dirumah Anka, tak lupa dengan segala peralatan medis untuk menunjang kinerjanya. Kini, dari banyaknya ruangan kosong dirumah Anka, ada satu ruangan yang telah terisi penuh oleh mesin mesin rumah sakit didalamnya.
"Angkasa, kamu tidak memiliki hak untuk mengatur kinerja dokter Fian disini. Dia hanya akan menuruti perintah saya sekalipun dia adalah kenalanmu sejak lama. Dokter Fian akan memberi laporan kesehatanmu kepada saya setiap hari. Tidak ada bantahan, dan ikuti semua saran saranya."
Anka mengangguk anggukkan kepala. Dia langsung setuju hanya dengan sekali perintah. Apa Anka benar benar akan menuruti segala perintah Arthur mulai dari sekarang? Menenggelamkan egonya, naluri serta rasa tinggi hati? Apa dia akan memasrahkan segala hal yang sejak dulu selalu ia jadikan alasan bertahan?
Perkenalkanlah, Dokter Fian. Dia memang kenalan Anka sejak lama. Fian adalah dokter di UKS sekolah menengah pertamanya dulu. Arthur memang mencari dokter pribadi, tetapi Anka yang merekomendasikan Fian kepadanya. Anka meyakinkan Arthur bahwa Fian adalah dokter kompeten, Anka juga akan lebih nyaman jika orang yang akan tinggal dirumahnya adalah orang yang Anka kenal, maka setelah melihat latar belakangnya yang bersih, Arthur menyetujui untuk mengangkat Fian menjadi dokter pribadi anaknya.
"Saya akan melakukan yang terbaik tuan." Fian memberi hormat.
"Tidak hanya itu, kamu juga harus memastikan Angkasa tidak mengalami luka serius karena terlambat ditangani." Arthur menuntut hal yang lebih dari sekedar usaha terbaik.
Setelah memastikan Fian mengangguk, Arthur mengembalikan pandangannya kepada Angakasa. Anaknya itu kini masih terduduk dikursi roda dengan gips yang terpasang melindungi kakinya yang terluka. "Saya tidak akan meninggalkanmu sendirian lagi, setelah mengurus beberapa hal, saya akan kembali dan tinggal bersamamu disini."
"Hah? Lo? Papah. Papah bakal tinggal disini?" Anka memang ingin diperhatikan, tapi tidak sampai harus tinggal bersama. Anka terbiasa hidup sendirian, perubahan besar yang terjadi secara tiba tiba tentu membuatnya terkejut.
"Em." Arthur menganggukkan kepalanya. "Tapi sekarang, masih ada urusan pekerjaan yang harus saya selesaikan. Tidak akan lama. Selama saya gak ada, Dokter Fian akan menemanimu disini. Apa kamu yakin tidak membutuhkan koki pribadi juga? Kamu harus menjaga asupan makananmu agar tetap sehat Angkasa."
Kali ini Angkasa menolak. Membayangkan rumahnya yang sepi tiba tiba diisi banyak penghuni terasa seperti adegan horor.
"Pembersih harian bakal nyiapin makanan buat gue. Gausah repot repot."
"Tapi apakah dia ahli gizi? Apa dia tau apa yang dibutuhkan tubuhmu setiap harinya?"
Anka mengangguk untuk menjawab pertanyaan Arthur dengan cepat. Sejauh ini, makanan yang mereka siapkan tidak pernah membuatnya sakit perut. Atau pernah ya? Tidak tahu. Tapi minimal, makanan mereka tidak beracun dan Anka masih hidup sampai saat ini. Anka benar benar tidak mau semakin kehilangan ruang kebebasannya. Memang Anka sendiri yang menginginkan ada seseorang yang dapat menahannya berbuat kejahatan, tapi saat Arthur mulai melakukannya, ada perasaan tidak suka yang Anka rasakan. Anka lelah dengan pikirannya sendiri, dia selalu berada dalam kebingungan, dan apapun pilihannya pasti akan memberi rasa penyesalan.
Arthur harus kembali ke Brazil. Dia berencana mundur dari posisinya sebagai presiden komisaris. Posisi setinggi itu, Arthur rela melepaskannya demi bisa tinggal bersama Angkasa di Indonesia. Sebenarnya, pekerjaan dia membuatnya dikelilingi oleh bahaya, mengirim Angkasa keluar negeri, sebenarnya bukan hanya ingin melindunginya dari Eder saja, melainkan dari musuhnya yang lain, yaitu para pesaingnya didunia bisnis. Agar Angkasa bisa menikmati masa mudanya seperti anak lain seusianya. Di Indonesia, Angkasa tidak perlu pengawalan, dia bebas melakukan apapun, juga termasuk mencari jati dirinya sendiri. Hanya saja, bayarannya cukup mahal. Arthur kehilangan waktunya bersama Angkasa. Dia melewati masa pertumbuhannya, dia juga lupa akan kewajibannya sebagai orang tua sampai Angkasa berfikir bahwa Arthur membuangnya. Bahkan ketika malam dimana Angkasa meluapkan isi hatinya, Arthur hanya bisa meminta maaf. Semuanya memang kesalahannya. Arthur menyayanginya. Tetapi alih alih mengkhawatirkan tentang keselamatannya, Arthur malah lebih takut Angkasa menjadi jahat. Seharusnya Arthur menerima semuanya tentang Angkasa, sekalipun Angkasa melakukan kesalahan, dia tetaplah anaknya, dan Arthur sebagai orang tuanya berusaha memberi pengertian agar kesalahan yang sama tak terulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The School Of Criminals
Teen FictionIni tentang Anka. Dia adalah penghukum yang paling setara atas segala kejahatan warga sekolah lain yang merugikannya. Istilah 'Mata diganti mata...', itu berlaku dihidupnya.