"Anka, maaf gue udah repotin lo kaya gini..."
Kara benar benar merasa tidak enak menyuruh Anka datang pagi pagi sekali untuk bertemu dengan para abangnya. Padahal Anka tidak melakukan kesalahan apapun. Dia juga hanya teman Kara, sama seperti yang lainnya. Hanya saja nasibnya buruk sekali, karena abang abang Kara menganggap Anka adalah seseorang yang terlalu dekat jika harus dikatakan teman biasa untuk Kara.
Sekarang pukul 8 pagi. Anka sudah memberitahu Kara bahwa dia akan datang, dan Kara menunggunya di depan minimarket biasa.
Anka tersenyum lembut dibalik helm fullfacenya, dia mengusap usap puncak kepala Kara. Memberinya pengertian.
"Motor gue taro disini aja atau masukin ke 'pemukiman keluarga' lo?" Anka menarik tangannya kembali dari kepala Kara, dia bertanya dengan sedikit candaan.
Kara tertawa kecil, setelah itu menyuruh Anka untuk memasukan motornya.
"Gangnya sempit, gue jalan dibelakang lo aja." Kara memberi alasan ketika Anka malah menunggu Kara ikut naik motor bersamanya. Sebenarnya ada alasan lain Kara tidak ingin naik, motor Anka ini tidak ramah penumpang sekali. Mungkin memang seharusnya tidak dipakai untuk berboncengan.
"Lo tau gangnya sempit, kenapa nyuruh gue bawa motor gede?" Anka tidak mengerti mengapa Kara mengajukan permintaan khusus tentang kendaraan yang harus Anka bawa. Sebelumnya tidak pernah begitu.
"Aih, motor lo ini bisa jadi pelindung lo. Udah buruan masukin." Kara mempersilahkan Anka duluan yang masuk kedalam gang dengan motornya itu.
Anka hanya mengangguk. Dia menjalankan motornya dan mulai memasuki gang menuju rumah Kara. Motor besarnya memang sedikit kesulitan ketika menemui belokan di gang. Tapi untung Anka lihai membawa badan motornya itu agar tidak bersenggolan dengan tembok warga.
Anka tidak tau bahwa kedatangannya memang sangat ditunggu tunggu oleh keluarga Kara. Saat dia dengan motornya masuk ke pemukiman keluarga Kara, sekumpulan lelaki yang Anka tau tengah berada dihalaman rumah Kara memfokuskan pandangan mereka hanya kepadanya? Mmmh... Atau kepada motornya?
Kara yang berjalan dibelakangnya menyuruh Anka segera memarkirkan motornya. Anka menuruti, dia membuka helmnya dan dan segera berdiri disamping Kara menghadap ke beberapa laki laki disana.
"Oh ini yang namanya Anka... Motor lo mantep banget." Cakra memberikan jempolnya.
"Lo punya H2R juga?" Cakra lanjut berbicara. Dia menanyakan sebuah pertanyaan.
"Ada. Cuma pernah sekali dipake, terlalu cepet. Gue lebih suka yang ini." Anka menjawab tanpa berpikir.
"Iyalah. Gue liat liat motor lo boleh?" Cakra bertanya.
Anka mengangguk tidak keberatan. Dia bahkan memberikan kunci motornya kepada Cakra. Memberinya izin untuk mencobanya juga.
Cakra tersenyum lebar, dia segera menghampiri motor Anka dan diikuti oleh Fahmi. Keduanya kini sibuk mengamati motor yang menyita perhatian mereka.
"Motor lo udah nangkap dua musuh. Tinggal sisa dua. Tapi lumayan kan, daripada kita kudu lawan empat?" Kara berbisik ditelinga Anka.
Anka tersenyum. Jadi ini alasan Kara memintanya membawa motor besar.
"Bisikin apa Kar...?" Kelana bertanya dengan nada yang kurang enak didengar.
"Bukan apa apa." Kara menjawab dengan cepat.
"Duduk." Perintah Kelana segera dituruti Anka. Sedangkan Kara diberi aba aba oleh Fisqi untuk mengambil suguhan didalam rumah siapapun yang terdapat makanan didalamnya. Rumah siapun yang dimaksud itu, tentu saja rumah saudara saudara Kara sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The School Of Criminals
Novela JuvenilIni tentang Anka. Dia adalah penghukum yang paling setara atas segala kejahatan warga sekolah lain yang merugikannya. Istilah 'Mata diganti mata...', itu berlaku dihidupnya.