Anka dengan pakaian santai mengawasi ruangan cctv dirumahnya. Dengan kacamata yang bertengker ditulang hidungnya, Anka terlihat begitu serius, memerhatikan layar yang menampilkan seorang wanita yang tengah berjalan sambil kesakitan menuju kepintu utama rumahnya.
Malam ini Sarah memberitahunya bahwa dia akan datang setelah keduanya belum bertemu selama satu minggu lamanya. Biasanya, Anka akan menolak kedatangan Sarah diatas jam 6 sore, tapi untuk saat ini, malam hari adalah waktu paling tepat untuk menemuinya.
Anka tersenyum saat layar menampilkan Sarah yang berhenti berjalan, dia berjongkok sebentar karena rasa sakit, lalu mulai kembali melangkah.
Jenis senyuman yang Anka perlihatkan bukan senyuman rasa senang, dia malah terlihat kesal, seperti tidak percaya bahwa dirinya sudah ditipu seseorang.
Anka menurunkan kakinya dari meja, dia segera berdiri, menaiki hoverboard menuju bagian depan rumah untuk menyambut kedatangan temannya.
Selama seminggu Anka tidak pulang, selama itu pula istana ini tidak dibersihkan. Pekerja harian tidak akan membersihkan hunian ini tanpa panggilan, dan rencananya, Anka masih tidak akan memanggil para pekerja itu untuk beberapa hari kedepan. Akan ada sesuatu yang menyibukkannya dirumah, dan Anka tidak berharap ada gangguan dari siapapun.
Anka tepat ada didepan Sarah ketika perempuan itu telah membuka pintu utama. Tersenyum ramah seperti yang biasa ia lakukan kepadanya.
Sarah awalnya balas tersenyum, namun ketika menyadari keadaan Anka yang tidak terlalu baik, wajah khawatir mulai terlihat.
"Muka loo..." Sarah ingin menyentuh wajah Anka, namun laki laki itu tidak mengijinkan. Dia memegang tangan sarah, menghentikan pergerakannya.
"Apa yang lo lakuin ketika gue gaada?"
Sarah mengeraskan rahangnya. Mengapa dia merasa pertanyaan Anka adalah bentuk sebuah ancaman? Mata laki laki itu tidak ramah, membuat suasana menjadi tidak nyaman.
"Gue gaakan basa basi. Lia sama Milly curiga kalo lo hamil. Gue temuin cowok lo dan ajak dia kesini un..."
"Lo apain Kevan!?" Sarah segera memotong kalimat Anka. Wajahnya seketika panik. Selama ini Sarah selalu menghalang halangi pertemuan keduanya, itu karena Sarah sadar, Anka tidak pernah menyukai Kevan. Ketika orang seperti Anka membenci, hanya keburukanlah yang akan terjadi.
"Lo apain Kevan, Ankaaa!?" Sarah memegang kedua lengan Anka, berharap segera mendapat jawaban. Namun yang laki laki didepannya ini lakukan hanya tersenyum, mengamati kepanikan yang dirasakan sahabatnya sendiri.
Air mata Sarah mulai mengalir. Anka terlihat seperti remaja yang Sarah temui beberapa tahun yang lalu ketika dia masih duduk dibangku SMP. Lelaki menyeramkan yang menyarankannya mengakhiri hidup diatas gedung sekolah.
Sarah mengedarkan pandangannya. Hunian sebesar ini harus mencari Kevan dimana? Sarah saja tidak pernah menyusuri seluruh rumah Anka, tempat yang Sarah tau hanya ruang makan dan kamar Anka, itu saja. Tapi jika kekhawatiran Sarah masih terasa, bukankah dia harus tetap mencari meski harus membuka segala ruang di hunian ini?
Sarah tidak lagi memegang lengan Anka, perempuan itu menjauh darinya, berlari kecil kearah manapun mencari kekasihnya.
Anka menggigit bagian bawah bibirnya untuk menahan tawa. Dia juga ikut bergerak, mengikuti kemana Sarah akan melangkah. Mengawasinya seperti ini cukup menyenangkan.
Belum terlalu jauh dari tempat keduanya berbicara, Sarah sudah terjatuh karena kakinya tiba tiba menjadi sangat lemah. Perutnya juga semakin sakit. Dia terlalu banyak berjalan sebelumnya untuk bisa berada disini.
Anka tersenyum. Dia tidak tahu bahwa tekad Sarah tidak sebesar yang dia kira. Perempuan ini bahkan sudah menyerah sebelum diberi perintah.
Diatas hoverboardnya, Anka berjongkok. Menyetarakan wajah agar Sarah yang lemah itu tidak perlu memakai tenaganya hanya untuk melihat Anka yang berada diketinggian yang berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
The School Of Criminals
Teen FictionIni tentang Anka. Dia adalah penghukum yang paling setara atas segala kejahatan warga sekolah lain yang merugikannya. Istilah 'Mata diganti mata...', itu berlaku dihidupnya.