PYARRRRR!!!
.
.
.Anka sedang berganti pakaian. Suara benda yang pecah itu mengalihkan perhatiannya. Sepertinya ada seseorang yang berada dilantai ini.
Anka melemparkan seragamnya kesalah satu sudut kamar yang terdapat sebuah keranjang cucian disana. Dia segera berjalan keluar kamar, ingin melihat siapa yang sudah membuat kegaduhan.
Tidak ada orang.
Hanya ada sebuah porselen yang sudah pecah diatas lantai.
Anka berjalan mendekati serpihan porselen yang selama ini terpajang dilorong itu. Benda ini tidak akan jatuh jika tidak ada hal yang memberi guncangan keras kepadanya. Tapi perhatian Anka bukan lagi untuk porselen, melainkan pintu didekatnya yang sudah terbuka.
"Ck..." Anka mengeraskan rahangnya. Seseorang itu pasti sudah melihat apa yang seharusnya tidak dilihat dalam ruangan itu.
Anka hendak masuk keruangan yang selalu tertutup itu, memastikan apa orang yang memecahkan porselennya berada disana atau tidak. Namun suara langkah seseorang membuat Anka harus segera menutup pintu ruangan itu. Tidak boleh ada yang tau isi didalamnya.
"Kara... Lo udah datang ternyata." Anka tersenyum ketika seseorang yang menemuinya itu adalah Kara.
Entah refleks cepat Anka dalam menutup pintu itu membuat Kara curiga atau tidak. Yang pasti kehadiran Kara telah menyelamatkan nyawa seseorang yang bersembunyi didekat sana.
"Pajangan lo kok pecah, kesenggol?" Kara hendak berjongkok, ingin membersihkan serpihan porselen yang berserakan. Namun tangan Anka menghentikan pergerakan tubuhnya. Anka memegang kedua bahu Kara, memintanya untuk tetap berdiri.
"Gausah diberesin, nanti tangan lo luka. Sekarang kita kebawah aja, yang lain pasti udah nunggu." Anka mengajak dengan pergi lebih dulu didepan Kara. Membuat perempuan itu tidak memiliki pilihan lain selain segera bergerak untuk mengikutinya menuju tempat diamana teman temannya berada.
Setelah kepergian Anka dan Kara. Lorong itu kembali sepi. Pintu ruangan yang ditinggalkan perlahan terbuka kembali. Lia dengan wajah paniknya keluar dari ruangan itu. Wajahnya dipenuhi keringat, tangannya masih bergetar saat sebelumnya mungkin dia merasa nyawanya sedang terancam.
"Gue gak tau kalo lo segila ini Anka." Lia meneteskan air matanya. Entah kenapa dia merasa takut dan sedih setelah tau siapa Anka yang sebenarnya. Padahal sebelumnya Lia tidak mempermasalahkan tentang seberapa buruk Anka itu. Tapi sekarang Lia takut. Dia tidak lagi menginginkan Anka menjadi kekasihnya.
Lia berjalan sambil mengusap air matanya. Dia juga berusaha menormalkan deru nafasnya. Dia harus mempersiapkan diri agar tidak terlihat mencurigakan ketika bertemu Anka nanti. Jangan sampai Anka tau bahwa Lia lah yang melihat isi ruangan itu.
"Liaa!!" Reyhan berteriak dari Lantai bawah. Lantai tujuan Lia.
"Dari mana lo!? Abis operasi yah?" Operasi yang Reyhan maksud adalah 'mencuri'. Dia menggoda Lia yang berkeliaran sendirian di rumah mewah ini.
Lia menarik nafas panjangnya. Dia harus terlihat biasa saja. Atau jika dia terlihat panik maka Reyhan akan benar benar menganggapnya telah mencuri sesuatu disini.
"Lo sendiri dari mana!? Nuduh nuduh gajelas! Pasti elo kan yang sebenernya abis operasi!?" Lia balik menuduh. Namun tidak menghentikan langkahnya hanya demi berdebat dengan Reyhan. Lia tetap berjalan menuju ruang makan.
"Dih, gue mah dari wc kali!! Lo tuh yang langsung emosi, keliatan banget takut ketauannya!" Reyhan membalas. Dia juga ikut berjalan disamping Lia.
"Gue juga dari wc! Siapa yang gak emosi cobak!? Orang lo nuduh gue maling!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The School Of Criminals
Novela JuvenilIni tentang Anka. Dia adalah penghukum yang paling setara atas segala kejahatan warga sekolah lain yang merugikannya. Istilah 'Mata diganti mata...', itu berlaku dihidupnya.