Abdi memarkirkan motornya didepan sebuah warung di pinggir jalan. Saat dia datang, teman temannya yang lain sudah berada disana. Berkumpul seperti biasanya sehabis pulang sekolah.
“Anjing. Gue kena tampar.” Abdi tidak kesal, malah kini sedang tersenyum. Dia hanya ingin berbagi hal yang dialaminya hari ini.
“Sama siapa?” Salah satu temannya bertanya. Di seragamnya tertulis nama Reyhan Prawira.
“Pak Angga.” Abdi menjawab. Dia berjalan kebagian dalam warung, memesan beberapa hal yang ingin dibelinya, seperti rokok dan mie rebus dengan ekstra telur favoritnya.
“Lo ngapain emang sampe kena tampar?” Reyhan kembali bertanya.
“Ketauan nyontek. Hehe.” Abdi terkekeh tak bersalah.
“Si Angga, apa apa juga maen kasar. Padahal cuma nyontek kan ya. Lo gadapet nilai aja dah cukup, pake maen tangan lagi! Kek paling lempeng aja tuh orang hidupnya.” Teman Abdi yang lain malah yang paling emosi disini. Dia bernama Fadli Hengkara. Dan memang orangnya terkenal emosian, sama punya julukan laki laki terjulid di sekolah.
Mereka sebenarnya berada di kelas yang sama, namun untuk saat ini, ruangan tempat ujian mereka berbeda tergantung ganjil atau genapnya nomber absen mereka.
brummmmm
Suara nyaring dari motor yang baru saja merapat ke parkiran warung, menyedot perhatian.
Semua orang sudah tau siapa yang datang hanya dari suara motornya saja, siapa lagi pemilik motor CBR yang akan mampir ke warung kumuh ini jika bukan teman super kaya mereka sendiri?
"Eh, eh, bukannya lo keluar duluan dari kelas ya? Ngabaiin gue, kaya bukan temen.Lo kemana dulu?"
Temannya yang baru datang ini berada dijurusan yang sama dengan Abdi, satu ruangan saat ulangan tadi, tapi mereka sama sekali tidak berinteraksi. Dan saat Abdi mengingatnya, dia kini menjadi sebal secara tiba tiba.
"Bi Yati, mie goreng satu jangan pake telor."
Abdi tambah sebal lagi saat temannya mengabaikan dia. Tapi mau bilang apa? Dia terkadang semenyebalkan itu.
"Eh gue baru inget. Tadi si Angga sempet nuduh dia nyontek juga tau. Cuma ya lo pada tau, ni bocah bakal kek gimana kalo di gituin." Abdi menggeleng gelengkan kepalanya. Saat sepeninggalan Anka dari kelasnya, gurunya yang galak itu tidak bisa membantah ucapan Anka. Dan disana, Abdi hampir saja tertawa. Dia senang dengan apa yang dilakukan Anka untuk membalas tuduhan guru kasar itu.
"Gue pengen tukeran kamar hotel sama TKJ satu yang dapet kamar di lantai 2." Anka mengetuk ngetuk meja dengan korek bensin yang ia pegang.
Semua teman temannya keheranan. Kenapa dia tiba tiba perduli dengan kamar hotelnya? Sebelumnya bahkan dia tidak terlalu perduli dengan kegiatan sekolah yang satu ini. Bahkan sampai saat ini Anka belum mengemas barangnya seperti teman temannya yang lain.
Anka menatap Abdi yang masih diam mencerna ucapan Anka. Namun saat mata mereka berpapasan, Abdi segera mengangguk.
"Gue telepon Alfi TKJ satu sekarang." Abdi segera mengambil handphonenya dari saku seragamnya. Apa yang Anka ucapkan, bukan lagi permintaan, tetapi sudah perintah yang harus segera dilaksanakan.
"Hallo." Abdi akhirnya mendapat jawaban.
Anka tidak perduli dengan bagaimana usaha Abdi untuk memenuhi keinginannya. Laki laki itu malah beranjak dari duduknya, masuk kebagian dalam warung untuk mengecek pesanannya kepada penjaga warung.
"Lantai dua bukannya ada kamar guru ya? Ini gimana sama rencana kita ngajak cewe cewe ke kamar? Ke gep langsung D.o!" Reyhan mengajak satu temannya berdiskusi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The School Of Criminals
Fiksi RemajaIni tentang Anka. Dia adalah penghukum yang paling setara atas segala kejahatan warga sekolah lain yang merugikannya. Istilah 'Mata diganti mata...', itu berlaku dihidupnya.