Lia dan Milly menghampiri sebuah meja dikantin. Ikut bergabung dengan teman teman lintas jurusannya disana.
"Ya ampun, Anka! Ini beneran lo kan?" Lia segera mengambil tempat disebrang Anka. Padahal sebelumnya sudah ada Fadli disana. Perempuan itu menyingkirkan Fadli tanpa belas kasih, mendorongnya dengan kasar bahkan hampir membuat laki laki itu terjatuh kelantai.
"Si anjing." Fadli kesal. Dia mengumpat tidak terlalu keras, tidak sampai terdengar oleh Lia juga. Untuk saat ini, Fadli sedang ingin fokus menyantap makan siangnya alih alih bertengkar dengan Lia.
"Lo kemana aja sih? Gue kangen tau." Lia yang kepribadiannya selalu blak blakan itu, membuat teman temannya yang lain menggelengkan kepala mereka. Bisa bisanya Lia mencoba menggoda Anka. Sampai dunia kembali ke masa pembodohanpun, Lia tidak akan mendapat perhatian dari lelaki itu.
"Lo belum ketemu Sarah ya? Muka lo banyak luka, Sarah pasti kesel banget liat muka yang selalu dia rawat jadi kek gituu..."
Anka masih fokus melahap mie goreng favoritnya. Tidak mengalihkan pandangan sedikitpun pada Lia.
"Pas lo gaada, Sarah juga gaada. Gue kira dia bareng lo, tapi Sarah 2 hari lebih awal masuk sekolah. Dan waktu pertama dia masuk, dia juga gatau kabar tentang lo." Akan terus Lia pancing agar Anka mau merespon ucapannya. Jika hanya ada satu alasan untuk bisa membuat Anka berbicara kepadanya, dan alasan itu adalah Sarah, maka akan terus Lia gunakan nama Sarah untuk memulai pembicaraan dengan Anka. Lia tidak main main dengan perasaannya kepada Anka. Dia benar benar menyukainya, tidak perduli seberapa jahatnya Anka, lagipula Lia juga bukan orang baik dimata teman temannya.
"Setelah Sarah masuk sekolah lagi, dia jadi agak murung. Setiap diajak kekantin gamau. Kaya yang ngebatasin diri gitu dari gue sama Milly."
"Sarah udah sadar kali, bahwa lu berdua tuh titisan Dakjal, makanya harus dihindari." Fadli berceletus sambil menyuapkan makanannya kedalam mulut.
PLETAK!
Satu sentilan keras mendarat di kening Fadli begitu saja. Seketika itu ada tanda merah di keningnya, hasil dari tangan Abdi yang berulah karena merasa kesal pacarnya disebut titisan dajal.
"Pala gue..." Fadli terbengong saking kagetnya. Matanya entah menatap apa, tidak berkedip dalam beberapa waktu.
"Kalo lo liat keluarga lo yang udah mati sekarang, itu tandanya lo bakal nyusul." Reyhan berbisik ditelinga Fadli. Memberi kisi kisi sebelum temannya itu mengalami kejadiannya secara langsung.
"Tolol." Fadli yang baru sadar langsung memukul bagian belakang kepala Reyhan. Sebelumnya dia memang shok dengan rasa sakit yang tiba tiba dirasakan, Abdi benar benar lebih menyayangi pacarnya ketibang sahabatnya. Sungguh tega.
"Anka..." Nada suara Lia tiba tiba terdengar lebih serius. Membuat semua teman temannya dimeja itu menantikan kata apa yang akan keluar dari mulut Lia. Meski begitu, orang yang dipanggil Lia masih belum menatapnya. Baginya mie goreng masih lebih berharga untuk saat ini.
"Gue curiga Sarah hamil."
"Lia!"
Milly nampak tidak setuju Lia membicarakan hal ini kepada teman teman laki lakinya. Apalagi ada Fadli. Laki laki itu bisa menyebarkan info sampai keseluruh sekolah dikota ini malah.
"Itu cuma kecurigaan kita doang. Udah lah Ya, jangan gosipin temen lu yang lagi gaada." Milly merasa tindakan Lia saat ini tidak tepat. Meskipun mereka semua berteman baik, berita seperti ini seharusnya tidak diketahui lebih banyak orang.
"Hasil di jogja ituu?" Abdi bertanya. Untuk saat ini Abdi tidak berada dijalan yang sama dengan pacarnya untuk menutup nutupi informasi. Dia penasaran, memilih bergabung dengan obrolan yang Lia pimpin.
KAMU SEDANG MEMBACA
The School Of Criminals
Novela JuvenilIni tentang Anka. Dia adalah penghukum yang paling setara atas segala kejahatan warga sekolah lain yang merugikannya. Istilah 'Mata diganti mata...', itu berlaku dihidupnya.