Detektif Febri dan Detektif Patra yang baru datang untuk melihat kondisi Angkasa dikejutkan oleh pemandangan yang mereka lihat didepan ruang rawat tujuan mereka. Ada banyak orang asing. Mereka berpakaian serba hitam, seperti sebuah tim penjaga.
Dua orang dari kepolisian yang ditugaskan menjaga Anka sejak malam segera menghampiri Febri dan Patra. Mereka memberi hormat sebelum akhirnya memberikan laporan.
"Angkasa baru saja melewati masa kritisnya, tapi dia masih belum sadarkan diri."
"Syukur kalo ada perkembangan yang baik. Terus orang orang ini siapa?" Tidak boleh ada yang menemui Angkasa selain keluarganya. Status Angkasa masih sebagai saksi kunci. Ada banyak pertanyaan polisi yang hanya bisa dijawab oleh Angkasa.
"Mereka adalah orang orang yang dikirim Ayahnya untuk menjaga Angkasa. Mereka tidak mencoba mengahalangi penyelikan, mereka hanya ingin meningkatkan keamanan saja. Pemimpin timnya juga begitu terbuka, dia bersedia ditanyai perihal yang bersangkutan dengan kasus ini."
"Terus apa yang kamu dapet?" Febri mendesak.
"Ayah Angkasa bernama Arthur Moraes. Pekerjaannya adalah presiden komisaris bank terbesar di Brazil. Angkasa dan Arthur memiliki hubungan yang sulit didefinisikan. Mereka tidak dekat, namun juga tidak saling bertentangan. Menurut pemimpin tim keamanan, Arthur tidak pernah berhenti mengkhawatirkan anaknya yang tinggal jauh dari dia. Sepertinya kenapa Angkasa bisa berurusan dengan Eder Becker juga dari keluarganya."
"Latar belakangnya ga maen maen emang. Opini kamu sangat masuk akal." Febri berkomentar sambil mengacungkan jempolnya. Memberitahu rekan kerjanya itu bahwa dia telah melakukan pekerjaan dengan baik.
Patra melenggang saat dia melihat seseorang dengan karisma yang berbeda dari orang asing lainnya. Dia menghampirinya, menyapa dan meminta waktunya untuk bersedia ditanyai beberapa pertanyaan.
Yang Patra temui itu adalah Arthur. Ayah Angkasa yang baru sampai entah darimana. Dia dengan beberapa orang lainnya semakin memenuhi lorong rumah sakit ini. Untung ruangan yang Angkasa tempati adalah ruang VIP yang berada diujung lorong, jadi tidak ada pasien lain yang melintasi lorong ini kecuali perawat yang hendak memeriksa perkembangan kondisi Angkasa.
"Saya langsung bisa mengenali Anda sebagai orang tua Angkasa dari pertama kali melihatnya. Wajah anda terlihat mirip dengan Angkasa."
"Benarkah? Aku berharap semua tentangku juga menurun kepadanya." Arthur tersenyum hambar. Yang paling ingin dia turunkan kepada anaknya, adalah sifatnya. Arthur memang tidak sepenuhnya menjadi orang baik, tapi setidaknya dia lebih normal daripada sifat yang dimiliki keluarga istrinya.
"Tuan, Apakah tuan mengenal Eder Becker secara pribadi? Apakah tuan tau mengapa Angkasa bisa berurusan dengannya?" Patra segera mengajukan pertanyaan. Tidak perlu terlalu banyak basa basi lagi. Kasus ini harus segera diselesaikan.
Arthur mengangguk menjawab pertanyaan detektif didepannya. Dia menunjukkan jalan untuk menuju tempat yang lebih enak untuk dipakai untuk berbincang. Tuan Arthur membawa dua detektif itu kedalam ruang rawat Angkasa. Ruang rawat yang hanya ada Angkasa dengan alat alat medis yang menempel ditubuhnya.
Diruangan itu ada satu set sofa, tuan Arthur mempersilahkan keduanya duduk terlebih dahulu. Sedangkan dia berjalan mendekati ranjang tempat anaknya berbaring. Dia ingin memeluk anaknya dengan erat, hal yang tak pernah bisa dia lakukan sejak dulu. Tapi untungnya masih ada hal lain yang bisa Arthur lakukan, setidaknya dia bisa mengelus kepala anaknya dan menggenggam tangannya.
"Momennya kok aga emosional ya?"
"Sstt.." Patra menyuruh rekannya untuk menjaga sikap. Membiarkan Tuan Arthur melepas rindu dengan anaknya. Dari cerita yang sebelumnya Patra dengar, Tuan Arhur begitu perduli kepada anaknya. Tapi sepertinya dia tidak bisa menunjukkan keperduliannya secara langsung kepada Angkasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The School Of Criminals
Teen FictionIni tentang Anka. Dia adalah penghukum yang paling setara atas segala kejahatan warga sekolah lain yang merugikannya. Istilah 'Mata diganti mata...', itu berlaku dihidupnya.