Kara memicingkan matanya jauh ketempat yang berada dibawahnya. Disana ada sebuah lapang tenis yang sudah tak terpakai, namun keadaannya masih cukup baik. Lapangan itu dekat dengan salah satu rumah peninggalan Belanda, makanya dinamakan lapang Belanda. Konon, rumah dengan kincir besar didepannya ini dihuni banyak hantu, jadi sangat jarang orang yang singgah disini.
Kara datang ketempat angker ini dimalam hari. Sendirian. Apa dia harus menyalakan kamera, merekam perjalanannya untuk dijadikan konten yutup? Ah tidak! Kara salah satu perempuan anti kamera. Maksudnya, dia tidak menyukai hal hal seperti berfoto dan sejenisnya. Lalu bagaimana cara Kara menghilangkan rasa takutnya sekarang? Jujur, Kara lebih baik bertemu dengan orang gila daripada hantu.
Sebenarnya Kara adalah perempuan yang pemberani. Namun keberaniannya harus dipicu sesuatu. Misalnya harus ada orang penakut disisinya, maka Kara akan menjadi pemberani. Jika dia sendirian seperti sekarang, Kara sendiri tidak tahu harus membawa badannya seperti apa untuk melewati rumah belanda yang angker itu. Kakinya melemas sekarang.
Drttt...
Drttt...Kara meronggoh saku celananya. Sepupunya menelpon.
"Untung lo telpon gue bang. Dah, jangan tutup telponnya." Kara bersemangat. Dia mendapatkan kekuatannya.
"Lo ngapain sih malem malem gini kelapang belanda. Kalo papah opah tau, gue bisa disembelih ini!" Fisqi menceramahi dibalik teleponnya.
Kara tersenyum. Baru kali ini dia senang saat Fisqi banyak berbicara. Suaranya itu benar benar membawa ketenangan untuk Kara.
Kara sudah berjalan menyusuri jalan setapak menuju lapangan. Dia sudah tidak takut lagi, Fisqi banyak mengomel, mengisi kesunyian tempat yang tak berpenghuni ini.
"Gue mau susulin, tapi temen lo yang ini bilang kalo orang yang lo temuin itu baik. Kalo ampe lo kenapa kenapa Kar, temen sekelas lo gue kebiri semuanya!"
Kara tertawa. Segitunya Fisqi menghawatirkan dia. Tapi memang, Fisqi ini sepupu yang baik untuk Kara, dia memperlakukannya seperti adik yang selalu disayanginya.
Kara melihat sosok Anka didepannya. Dia tersenyum, terus melangkah untuk semakin mendekatinya.
Didepan Kara, Anka terlihat kebingungan. Mungkin karena orang yang tengah ia tunggu bukanlah gadis didepannya sekarang.
"Gausah khawatir bang. Orang yang gue temuin, baik kok." Kara menatap Anka, dia kembali tersenyum lalu segera menutup teleponnya.
"Kenapa lo disini?" Anka bertanya masih ditempatnya.
Kara menurunkan tas besar yang ia gendong dipunggungnya. Dia menunjukkannya kepada Anka sebagai jawaban untuk pertanyaannya.
"Abdi yang suruh?"
Kara menggelengkan kepalanya. "Gue sendiri yang nawarin bantuan."
"Eh engga. Gue yang maksa bantu dia." Kara dengan cepat meralat ucapannya.
Anka mengangkat sebelah alisnya. Ada apa dengan Kara?
"Nih, semua barang lo ada didalem tas ini. Emm, kecuali korek sih ya. Maaf banget, tadi koreknya jatoh dijalan. Lo ga marah kan?"
Anka tersenyum. Senyumannya cukup mengerikan sebenarnya. Kara juga merasakan itu. Tapi dia yakin Anka tidak akan berbuat macam macam. Semoga saja keyakinannya itu benar.
"Lo tau rencana gue?" Tanya Anka dengan wajah serius.
Kara menelan air ludahnya dengan susah payah. Dia mulai ragu dengan keyakinannya. Mengapa Anka semakin menyeramkan sekarang?
Jika Anka bertanya seperti itu, berarti yang Kara tebak adalah benar. Anka memiliki pemikiran yang sedikit 'istimewa' dalam menyelesaikan sebuah masalah. Setiap kali ada seseorang yang membuatnya kesal ataupun tidak nyaman, dia akan memberikan sebuah barang sebagai tanda bahwa orang itu dalam pengawasannya. Saat seseorang telah diberi banyak barang oleh Anka, dan telah mencapai batasnya, itu berarti orang tersebut telah benar benar membuat Anka marah. Dan Anka harus bertidak. Dia akan meminta barang barangnya dikembalikan. Semuanya tanpa kurang. Jika tidak ada satu saja, maka akan fatal akibatnya. Jelas sekali Anka akan semakin marah. Untuk kemarahan seorang Anka, Kara sendiri tidak tahu. Tapi yang jelas, Anka bukan orang yang jika marah hanya memukul mukul saja sebagai hukuman. Dia memiliki cara yang mungkin tidak bisa dipikirkan orang biasa. Untuk lebih singkatnya, Anka memiliki sifat seorang psikopat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The School Of Criminals
Teen FictionIni tentang Anka. Dia adalah penghukum yang paling setara atas segala kejahatan warga sekolah lain yang merugikannya. Istilah 'Mata diganti mata...', itu berlaku dihidupnya.