13. Midnight Story

278 26 0
                                    

Kelana memegangi kepalanya yang sakit. Amarahnya sudah benar benar menumpuk. Melihat adik satu satunya terluka, semakin membuatnya merasa marah kepada apapun yang matanya lihat. Bahkan kepada angin yang membuat daun didepannya bergerak.

Kelana kini ada disekolah Kara. Menunggu seseorang yang kemungkinan akan datang. Saat orang itu terlihat, bagaimanapun wujudnya, akan Kelana habisi saat itu juga.

Waktu terus bergerak. Sekarang sudah hampir tengah malam. Dan Kelana masih sendirian didekat lokasi ditemukannya Kara oleh para anak buah kakeknya. Kelana memang tidak mengajak siapapun kesini, Keluarganya yang lain menunggu Kara dirumah sakit. Sedangkan dia tidak bisa hanya diam merasa khawatir seperti itu. Harus selalu ada yang dilakukannya. Setidaknya itu yang dinamakan sebuah usaha.

Saat Kelana mendongakkan kepalanya, suara derap langkah mulai terdengar. Semakin dekat menghampiri ketempatnya. Kelana sudah dalam posisi siap.

Seorang laki laki dengan kacamata kini ada didepan Kelana. Wajahnya polos, terlihat bingung menatap Kelana yang juga tengah menatapnya kini.

"Apa lo Anka?"

Pertanyaan Kelana membuat laki laki didepannya merubah cara pandang. Matanya seketika menajam. Merubah imeg pada dirinya dengan drastis begitusaja. Tidak ada lagi wajah polos. Kaca mata itu sama sekali tidak menghalangi raut wajah kelamnya.

"Haish bocah gila!!!" Kelana yang menyadari bahwa laki laki ini adalah orang yang dia tunggu, segera meluncurkan pukulan yang sangat keras kewajah laki laki itu. Membuat kacamatanya pecah menjadi beberapa bagian.

Serpihan kaca dari kacamata itu ada yang masuk kekelopak mata Anka. Membuat matanya terluka dan mengeluarkan darah.

Anka mengedip kedipkan matanya sebentar. Namun seperti bukan masalah baginya, Anka kembali melemparkan tatapan tajam kearah Kelana. Kali ini dengan senyum mematikannya.

Kelana semakin marah sekarang. Dia berlari menghadang Anka didepannya. Membuatnya lagi lagi terjatuh ketanah. Memberinya banyak pukulan tanpa henti. Melukai seluruh badannya sampai laki laki itu menyerah dan mengakui kesalahannya. Bahu Anka yang sebelumnya sudah terluka juga nampaknya kembali mengeluarkan darah.

Namun yang membuat Kelana berhenti sejenak saat memukulinya bukanlah karena Anka yang memohon. Laki laki itu malah sama sekali tidak bersuara. Seperti tidak merasakan apa apa. Pukulan Kelana hanya lelucon untuknya. Kelana berhenti karena tangannya yang mulai terasa sakit. Terlalu banyak memberi pukulan untuk Anka.

Meskipun seluruh wajahnya kini dipenuhi banyak darah. Laki laki yang kini terbaring ditanah itu melemparkan lagi senyumannya. Itu membuat Kelana benar benar menggila. Apa yang salah dengan laki laki ini?

"Psyco sialan!!!" Kelana hendak kembali memberi pelajaran kepada Anka. Namun tiba tiba ada yang menahan badannya. Mencegahnya melakukan apa yang sudah direncanakan didalam otaknya.

"Arggghgg!!! Lepasin gueee!! Biar gue bunuh sekalian orang yang lukain Kara!!" Kelana berteriak marah. Dia memberontak, tapi Fisqi berusaha tetap kuat untuk menahannya.

"Bukan dia pelakunyaa... Lo tenang duluu Naa... Lo udah salah nargetin orang..." Fisqi berkata sambil terus berusaha menenangkan.

Kelana sekarang berhenti memberontak. Dia diam, mengatur nafasnya yang memburu begitu cepat.

Fisqi mengusap usap dada sepupunya, dia berterimakasih karena Kelana masih mau mendengarkannya. Ketika Fisqi hendak berbalik badan untuk menolong anak malang yang terluka akibat sepupunya, dia malah dikagetkan dengan keberadaan Anka yang sudah berdiri seperti baik baik saja. Meskipun seluruh tubuhnya dipenuhi oleh luka.

"Lo sempet nyebut nama Kara. Kara emangnya kenapa?" Anka tidak lagi seseram seperti sebelumnya. Ekspresi yang kini ia tunjukkan malah raut wajah kekhawatiran. Seperti Kara adalah sosok yang penting dihidupnya.

The School Of CriminalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang