22. My Turn To Cry

245 33 1
                                    

Untuk saat ini, lingkungannya untuk PKL tidak terlalu baik. Kara ditugaskan sendiri di kantor Yayasan, sedangkan keempat temannya yang lain mereka dibagi menjadi dua tim. Satu tim bertugas menjadi pengawas ruang komputer dan satunya lagi menjadi asisten pustakawan.

Kara benar benar dibawah tekanan. Tugasnya tidak sesuai dengan keahlian yang dia punya, mengatur uang pemasukan dan pengeluaran Yayasan dengan langsung diawasi Kepala Yayasan. Seharusnya posisi ini lebih baik diisi anak jurusan Akuntansi, bukan TKJ sepertinya. Tapi Kara akan berusaha sebaik mungkin.

"Nanti sehabis istirahat temenin saya ke bank yah Kar." Kak Vito memberi pesan sebelum Kara keluar dari kantor untuk menemui teman temannya menikmati jam istirahat. Dia adalah Staf termuda di Yayasan ini.

Kara tersenyum dan mengangguk. Dalam hati dia jengkel sekali. Tengah hari, panas terik begini dia harus keluar. Enakan juga disekolah, pasti Kara sedang tertidur di jam seperti itu.

Kara kembali melangkahkan kakinya. Tujuannya adalah masjid. Itu titik kumpul dia dan teman temannya ketika istirahat. Sesudah sholat mereka akan ngadem di teras masjid sambil menyantap makan siang. Namun kali ini perjalanan Kara menemui teman temannya sedang banyak halangan. Baru beberapa langkah keluar kantor, seseorang ada yang memanggil namanya lagi.

"Tolong anterin bapak ini ke perkebunan yah." Kara mengangguk. Pimpinan Yayasan yang menyuruhnya.

Kara segera mempersilahkan seseorang yang nampaknya seperti guru pengawas itu untuk mengikuti langkahnya. Kara belum tau betul denah Yayasan ini, tapi jalan menuju perkebunan kebetulan searah dengan ruang komputer tempat 2 temannya bertugas, jadi dia tau.

Di perkebunan sana juga ada murid PKL. Mereka dari jurusan Pertanian, namun entah berasal dari sekolah mana. Mereka lebih dulu PKL disini, entah selang berapa lama dari rombongan Kara.

"Kamu siswa prakerin dari mana?" Bapak guru itu mengajak bicara.

"SMK Negeri 1 Delamar pak. Kalo bapak dari mana?" Kara merespon dan balik mengajukan pertanyaan.

"Saya dari SMK Mahardika. Lokasinya didalem perumahan Intan Permata, kamu tau?"

"Engga pak. Saya bukan orang Delamar asli soalnya." Kara hanya mengetahui beberapa lokasi saja di Delamar. Itu semua juga dari hasil pergaulannya dengan anak kelas. Kara sendiri tidak pernah bepergian di Delamar selain urusan sekolahnya. Makanya dia tidak tahu dimana itu SMK Mahardika yang baru disebutkan oleh orang yang bersamanya.

"Oh ya? Kamu asli mana emang?"

"Argopolo."

Jawaban Kara mengundang tawa dari guru laki laki itu. Sepertinya dia menangkap hal lucu dari apa yang baru Kara ucapkan.

"Yaampun! Kirain dari mana!"

Kara menggaruk tengkuknya. Ikut nyengir saja untuk merespon. Sepertinya memang hanya Kara orang Argopolo yang tidak tahu banyak tentang Delamar. Padahal mereka wilayah yang bersebelahan.

Jam istirahat ini, para anak PKL dari SMK Mahadika menghabiskan waktunya disebuah pondok ditengah tengah perkebunan. Pondok itu tempat menyimpan hasil panen, tempat untuk menimbang dan lain lainnya. Cukup banyak murid, 2x lipat dari murid Smaklar yang PKL disini.

"Jangan dulu pergi. Sini ikut bapak, biar bapak kenalin ke murid murid bapak. Kalian kan bakal pkl disini bareng bareng."

Kara ingin menolak, namun tangannya sudah lebih dulu digenggam bapak guru. Menariknya menuju pondok yang penuh oleh orang asing.

"Bapakkk!!!" Anak anak itu menyambut kedatangan guru mereka dengan penuh semangat. Nampaknya guru ini memang guru yang menyenangkan, dia dicintai oleh murid muridnya.

The School Of CriminalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang