Anka memarkirkan mobil atasannya dengan baik. Dia baru selesai menjemput Lucca dari sekolah. Anka setiap hari sudah seperti supir pribadinya saja.
"Nih, kasihin kuncinya ke sekretaris bokap lo. Bilangin gue langsung balik." Anka menyerahkan kunci mobil kepada Lucca. Dia sudah membawa tasnya sejak akan menjemput Lucca tadi, jadi dia tidak perlu naik ke kantor lagi hanya untuk mengemasi barang barangnya. Pekerjaannya hari ini telah selesai.
"Eh kak!" Seperti sudah menjadi kebiasaan. Lucca selalu saja menghambat kepergian Anka.
Anka berbalik badan. Wajahnya tetap datar, menunggu apa yang akan anak bosnya itu ucapkan.
"Gue denger pas lo telponan tadi, lo mau ngundang temen temen lo kerumah lo kan? Lo ngadain acara ulang tahun?"
Anka tidak menjawab. Dia tau bahwa apa yang Lucca ucapkan bukan niat utama dirinya menghentikan kepergian Anka. Itu hanya basa basi semata.
"Emm... Gue boleh ikut lo yahh?? Gue gaada kegiatan lagi setelah ini." Lucca meminta. Ini sebuah kesempatan emas untuk mengetahui latar belakang kakak kelasnya yang begitu misterius. Lucca akan berusaha agar dirinya bisa ikut kerumah kakak kelasnya ini.
"Lo siapa sampai harus gue undang?"
Lucca terdiam sejenak, tidak pernah ada yang memperlakukannya seperti itu sejak dulu. Apa Anka memang sekasar ini dalam berbicara? Tidak mengertikah Anka bahwa Lucca juga adalah orang penting dalam kelancaran karirnya di FG? Seharusnya dia lebih bisa menjaga sikap.
"Emm... Gue anak bos lo, adik kelas lo, sekaligus temen dari sepupu cewe yang lo taksir. Gue cukup pantes untuk lo undang."
Anka menaikkan sebelah alisnya. Dia tidak paham dengan apa yang baru diucapkan oleh Lucca.
"Pokonya gue ikut yahh." Lucca yang memberi keputusan sendiri. Kunci mobil yang sebelumnya diberikan Anka, dia buang begitu saja. Tidak mau capek mengantarkan kunci mobil ke ruangan yang berada dilantai atas. Merepotkan sekali.
"Ayo kak. Kearah mana kitaa?" Lucca yang sudah berjalan didepannya mengajukan pertanyaan. Dia terlihat begitu bersemangat untuk mengunjungi rumah Anka.
Anka menghembuskan nafas beratnya, setelah itu langsung menyalip Lucca untuk menjadi pemandu arah. Anka memang sedang berusaha menjadi sosok yang lebih baik, bersabar dengan kelakuan orang orang disekitarnya merupakan bagian dari tantangan perubahan. Termasuk menghadapi Lucca.
Anka dan Lucca diam dipinggir jalan. Akhirnya ada kendaraan yang dihentikan oleh Anka juga setelah keduanya cukup lama berdiri menunggu jemputan. Lucca pikir akan ada orang rumah Anka yang menjemput, ternyata sedari tadi Anka hanya sedang menunggu angkot yang akan membawa mereka kedaerah tempat Anka tinggal.
Ini pertama kalinya Lucca menaiki angkot, jangankan menaiki, menyentuhnya saja belum pernah.
"Cepet masuk." Perintah Anka karena adik kelasnya itu malah diam didepan pintu angkot.
"Mobilnya penuh kak." Lucca memberi alasan. Rasanya kapasitas mobil ini sudah melebihi batas normal.
"Naik atau lo balik ke FG."
Lucca buru buru melangkahkan kakinya. Satu kata ancaman yang Anka berikan, sudah cukup bisa membuat Lucca tersadar. Bagaimanapun caranya, Lucca harus tau siapa Anka yang sebenarnya.
Sebelum adanya Lucca dan Anka, angkot itu sudah terisi penuh, sekarang ditambah keduanya menjadi sangat sesak. Lucca benar benar tidak nyaman.
"Kak, lo gapapa naik kendaraan begini?" Lucca bertanya kepada Anka ketika angkot sudah kembali menyusuri jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The School Of Criminals
Teen FictionIni tentang Anka. Dia adalah penghukum yang paling setara atas segala kejahatan warga sekolah lain yang merugikannya. Istilah 'Mata diganti mata...', itu berlaku dihidupnya.