7. For You

298 32 1
                                    

Anka tidak tahu kenapa dia kembali lagi ketempat yang selalu berhasil menguji kesabarannya. Lingkungannya bukan lingkungan yang baik, mereka malah mimicu keluar sifat negatif Anka yang sebenarnya sangat ingin ia buang. Tapi bukan suatu kebohongan, bahwa lingkungan ini juga mengajarkannya banyak hal. Pertanyaannya, Anka harus berterima kasih atau bagaimana sekarang?

"Gue bingung, kenapa lo kebawa bawa. Padahal lo sama sekali gaaada di lokasi." Abdi merapihkan rambutnya yang berantakan. Setelah satu malam ditahan dikapolsek, dia dan semua orang yang juga ditahan akhirnya dibebaskan. Kecuali pelaku penusukan yang untungnya bukan dari sekolah mereka.

Anka mengeluarkan sebatang rokok dari kotaknya. Dia menyulut benda yang sudah diapit dua bibirnya itu dengan api dari korek yang terlihat sangat mahal. Abdi tau hanya dari melihatnya saja. Semua yang digunakan Anka selalu berharga.

"Lo gausah bingung. Setiap lo buat masalah, nama gue selalu bakal kebawa." Anka menjawab sambil meghisap rokoknya. Mereka berdua tengah menunggu mobil yang dipesan Anka lewat aplikasi untuk menjemput mereka. Dia tidak berekspresi apapun, seperti Anka pada biasanya.

Abdi menghela nafasnya. Jika bisa dibilang biang onar, memang seperti itulah Abdi. Dia tidak berniat mencari masalahpun, kadang masalahnya yang mencari dia. Dan semua orang tau, bahwa Abdi tunduk kepada Anka. Jadi, seperti ibu yang bertanggung jawab atas anaknya, Anka akan ikut disalahkan atas segala perbuatan Abdi.

"Sorry. Gue nyusahin lo terlalu sering." Abdi memainkan tanah yang ia pijak dengan kakinya. Dia sedikit canggung untuk meminta maaf, tapi ini harus dilakukan. Masalah yang disadari saja sudah banyak, apalagi yang tidak ia sadari. Dia benar benar menyusahkan Anka.

Abdi mengangkat wajahnya untuk melihat Anka. Dia sebelumnya menundukkan kepala, memerhatikan tanah yang ia mainkan. Namun saat selesai dengan permintaan maafnya, Anka menyodorkan korek mahalnya kepada Abdi.

Sebuah mobil hitam berhenti tak jauh dari tempat mereka berdiri. Jemputan itu telah sampai.

"Bawa semua barang yang pernah gue kasih ke lo, ke lapang Belanda jam 10 malem, malem ini."

Abdi tidak mengerti apa yang Anka ucapkan. Untuk apa dia membawa barang barang yang bahkan Abdi lupa apa saja itu, ketempat terpencil seperti lapang Belanda dimalam hari? Jangankan malam, siang saja tempat itu selalu sepi.

"Kalo lo lupa biar gue ingetin. Satu jaket kulit saint laurent warna hitam, topi acne studio warna item, jam rolex steel warna gold. Sepatu nike warna merah. Sama korek ditangan lo. Bawa semuanya malam ini." Anka berjalan menuju kemobil yang telah menunggunya. Meninggalkan Abdi yang masih terpaku mencerna semua kalimat yang masuk kekupingnya.

Mobil itu melaju saat Anka yang menjadi penumpangnya sudah masuk kedalam dan duduk manis disana. Mungkin aba aba dari Anka sendiri juga untuk supir segera mengantarkannya ketempat tujuan. Tanpa harus menunggu Abdi. Dari awalpun, Anka tidak berniat membawa Abdi bersamanya.

Abdi memandang kearah mobil hitam yang melaju meninggalkan kawasan kapolsek. Setelah mobil itu menghilang dari pandangannya, Abdi teralihkan oleh korek berwarna emas ditangannya.

"Kenapa dia tiba tiba nagih barang barangnya? Saking lamanya digue, gue kira dia mau ikhlasin buat gue. Ingetannya kuat juga si Anka. Ini juga ngapa dia ngasih korek kalo ntar malem kudu dibalikin? Gue gabutuh korek kalo gaada rokok." Abdi menggaruk garuk kepala yang sebenarnya tidak gatal. Dia hanya bingung saja, Anka yang selalu aneh, terlihat lebih aneh lagi saat tadi. Apa dia menerima kesulitan semasa di Brazil?

🆘🆘🆘

"Kar, pepaya di rumah masih ada ga?"

Kara yang sedang duduk memakan bakso, menoleh kepada sepupunya. Dia mengangkat bahu, memberi jawaban yang tidak diinginkan sipenanya.

The School Of CriminalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang