18. Psycho

245 30 2
                                    

Malam hari Kota Delamar diguyur hujan deras. Orang orang memilih tidur lebih awal, membungkus diri dengan selimut tebal karena udara yang begitu dingin. Delamar adalah kota didataran tinggi, malam biasanya saja bagi orang yang tidak terbiasa sudah sangat menyiksa, apalagi ditambah cuaca yang buruk seperti sekarang.

Sialnya Kara bukan bagian dari orang orang yang sedang tertidur nyaman diatas kasur mereka. Dia malah sedang dalam misi penting, nekad menerobos hujan deras dengan motor maticnya hanya karena memerdulikan seseorang yang sebenarnya tidak Kara kenal.

Ini semua karena Abdi. Laki laki itu tiba tiba meminta Kara memastikan sesuatu kerumah Anka. Sebenarnya ditelepon tadi, Kara sudah menolak permintaan Abdi, dan Abdi memaklumi itu. Tapi meskipun Kara sudah berusaha keras untuk tidak perduli kepada siapapun, mengabaikan segalanya, dan fokus pada masalahnya sendiri tanpa harus ikut campur permasalahan orang lain, dia tetap tidak bisa. Tidak nyaman karena takut tidakan abainya akan merugikan orang lain.

Setelah melewati gapura loreng loreng khas tentara, motor Kara terus masuk kekawasan yang begitu sepi itu. Namun didepannya kini sudah ada beberapa cahaya terang dari beberapa bangunan. Menghilangkan kekhawatirannya tentang Abdi yang bisa saja menipunya dengan memberi alamat palsu rumah Anka.

"E...." Kara memgerem motornya karena ada seorang tentara bersenjata yang menghadang jalannya.

"Mau kemana dek?" Tentara itu bertanya.

Belum Kara menjawab, dua tentara lainnya ikut menghampiri. Kara seperti teroris saja sekarang. Dikepung orang orang bersenjata.

"Itu pak... Saya mau kerumah temen saya. Alamatnya sih didalem sinii..." Kara sedikit meninggikan suaranya. Bukan bermaksud tidak sopan, itu karena hujan semakin deras.

"Ayoo sini masuk pos dulu." Ajak seorang tentara.

Cahaya itu ternyata dari pos penjagaan. Kara baru menyadarinya beberapa detik lalu ketika motornya akan melintas.

Kara mau tidak mau harus turun dari motornya. Dia cukup tegang sebenarnya, takut dikira mata mata dan langsung di DOR saat masuk pos nanti. Tapi jika Kara tidak mengikuti perintahnya, dia tidak akan bisa memastikan kebenaran dari cerita Abdi.

Kara membuka helmnya, jas hujan yang sangat kebesaran dibadannya tetap ia kenakan, karena para tentara juga memasuki pos dengan baju basah mereka. Jadi Kara tidak perlu segan karena membuat pos jaga kebanjiran.

"Loh, Kara." Salah satu tentara menyadari sesuatu. Tadi karena Kara memakai helm dan berada ditengah hujan deras membuatnya kurang dikenali. Tapi sekarang dia sudah berada ditempat dengan cahaya yang cukup terang, orang lain bisa melihat dengan jelas.

'Aduh... Mati nih gue, kenalan siapa nih!?' Kara berbicara didalam hati. Sedikit merugikan memiliki keluarga yang punya aliansi luas. Kemanapun Kara pergi, dia tidak pernah lepas dari mata keluarganya.

"Ini Kak Yuman, Kok lupa sih?"

"Ah! Temennya Mas Cakra!" Kara mengingatnya, dia menghembuskan nafas lega. Ternyata bukan kenalan opahnya. Melainkan kenalan salah satu sepupu Kara yang masih bisa memberi pengertian tentang dirinya keluyuran ditengah hujan deras seperti ini.

"Bisa lupa gituuu, padahal dulu kamu pernah pengen jadi pacar kakak." Yuman mengajaknya bercanda.

Kara tersenyum tipis. 'Nembak orang ini hobi gue apa gimana dah!?' ucapnya dalam hati.

Kara juga mengingatnya. Waktu kecil, sekitar kelas 6 SD, Kara pernah khawatir Yuman jatuh dari pohon. Saat itu Cakra dan teman temannya mengagendakan 'metis' bareng dirumah. Dan Yuman bertugas mengambil mangga dari pohon yang ada dihalaman belakang. Ketika Kara bergumam sendiri tentang kekhawatirannya sambil melihat Yuman dari jauh, tak disangka Cakra ternyata mendengar hal itu. Sepupunya langsung berteriak memanggil Yuman, mengadu kepadanya bahwa Kara menyukainya. Dan yang Kara lakukan saat itu, dia refleks menampar Cakra, lalu berlari untuk menyembunyikan rasa malunya.

The School Of CriminalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang