Fahmi membonceng Lucca dengan motor trailnya menuju rumah Anka. Fahmi sendiri ragu untuk mengikuti permintaan temannya itu, tapi jika Fahmi mengabaikannya dan Lucca berhasil mencapai tujuannya, Fahmi pasti akan menyesal.
"Kita terlalu lancang ga sih kalo minta izin buat belajar di garasinya kak Anka?" Fahmi bertanya untuk kesekian kalinya kepada Lucca. Tujuan mereka semakin dekat, dan perasaan Fahmi semakin tidak enak.
"Engga. Kitakan adik kelasnya, satu sekolah, masih wajar kok minta bantuan kak Anka untuk biarin kita belajar digarasinya. Apalagi kak Anka sama sepupu lo akrab banget." Lucca memberi alasan.
"Jangan bawa koneksi dari sodara gue. Entar kita bikin malu dia lagih!" Fahmi sedikit memprotes.
Lucca hanya mengangguk saja meskipun Fahmi tidak melihat jawabannya.
Motor yang dikendarai Fahmi berbelok masuk kegapura khas tentara, setelah itu mengambil jalur lain selain jalur utama. Itu menuju ke gerbang rumah Anka. Sebelum mereka berdua sampai, tiba tiba ada motor lain yang melaju lebih cepat kearah gerbang itu. Benar benar cepat, seperti tidak ada niatan sipengendara untuk mengerem padahal gerbang tinggi itu semakin dekat.
BRAKS!!!
Motor itu menabrak gerbang yang sangat kokoh. Ban depan motor sedikit masuk lewat celah gerbang dan peleknya bengkok, body depan motor matic itu hancur cukup parah, untungnya sipengendara baik baik saja, dia hanya terjatuh dari motornya.
Fahmi sedikit mempercepat laju kendaraannya untuk bisa menolong. Ketika sampai, Fahmi segera menstandarkan motor miliknya lalu bersama Lucca dia menghampiri seseorang yang kini sudah berdiri lagi dan malah mendendangi pintu gerbang kokoh itu.
Orang yang sebelumnya Fahmi Kira Anka itu adalah Abdi. Dia melajukan motornya dengan cepat meski ada gerbang besar didepannya, seolah olah gerbang itu akan terbuka ketika dia mendekat. Tapi ternyata Fahmi salah, ini adalah salah satu kakak kelasnya yang sedang kehilangan akal.
"kak, are you ok?" Lucca bertanya kepada Abdi yang terlihat begitu dikuasai oleh emosi.
"ANKA ANJING!!! BUKA GERBANGNYA!!!" Abdi berteriak sambil terus menendang nendang gerbang didepannya.
Lucca memilih mudur, mensejajarkan posisinya kembali dengan Fahmi.
"Balik aja buru." Fahmi mengajak Lucca untuk meninggalkan tempat ini. Tidak akan ada kesempatan untuk masuk kegarasi Anka jika kedua kakak kelasnya itu malah bertengkar.
Lucca menggeleng. "Ada tontonan seru begini masa pergi."
Sudah dua kali Lucca menunjukkan kepada Fahmi, bahwa dia penikmat kerusuhan. Lucca ini entah memang penasaran dengan perkelahian yang katanya belum pernah dia saksikan, atau memang doyan aja liat orang bertengkar. Benar benar tidak ada rasa kemanusiaannya.
"BANGSAATTT!!! ANKA!! KELUAR GAK LOO!?" Abdi terus memanggil manggil Anka.
"Sekalian aja lo videoin, upload di sosmed lo yang banyak pengikutnya itu!" Fahmi kepalang kesal terhadap Lucca.
Seperti diberi ide cemerlang, Lucca meronggoh saku dibagian dadanya. Dia benar benar mengeluarkan handphone dan berencana melakukan apa yang barusaja temannya katakan.
"Eh tolol, jangan!" Fahmi merebut handphone itu.
"Katanya tad..."
"Bencanda! Lo tau bercanda kagak!?"
Lucca menelan salivanya. Fahmi ini teman rasa orang tua. Kerjaannya mengomeli Lucca setiap harinya.
Fahmi dan Lucca menengok keujung jalan ketika melihat ada bayangan seseorang. Begitupun dengan Abdi, dia berhenti memanggil Anka dan berhenti menendang nendang gerbang rumahnya, kali ini Abdi ikut memerhatikan seseorang yang kian mendekat mengarah kerumah Anka ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The School Of Criminals
Teen FictionIni tentang Anka. Dia adalah penghukum yang paling setara atas segala kejahatan warga sekolah lain yang merugikannya. Istilah 'Mata diganti mata...', itu berlaku dihidupnya.