Pegawai dari sebuah rumah makan yang mendapat pesanan katering sudah ada diruang tamu kediaman Anka. Mereka dengan cekatan menyusun alat makan dan mengisinya dengan berbagai macam hidangan tanpa memerdulikan orang orang yang ada disana.
Ruang tamu itu sangat ramai. Anak anak sekolah sedang menikmati kebersamaan mereka, menikmati berbagai fasilitas yang ada. Salah satu benda yang begitu menarik minat banyak orang untuk dicoba adalah PS versi terbaru milik Anka. Belasan orang mengantri untuk bergantian memainkannya.
"Anka mana sii? Gue pengen liat dia maen PS."
"Kenapa lo pengen liat?"
"Yakan dia serius banget orangnya. Siapa tau kalo maen game, dia memperlihatkan sisinya yang lain."
"Anka punya kaya ginian bukan tertarik nyelesaiin misi game nya. Dia hanya pengen tau perasaan punya benda yang diidam idamkan banyak orang. Percaya sama saya, paling setelah beli, dia cuma pernah mainin ini satu kali. Dan itupun cuma untuk nganalisis teknologi di PS ini." Dokter Fian yang memang daritadi ikut bergabung dengan sekumpulan anak anak ini memberi tanggapannya. Dari orang orang diruangan ini, yang lebih tau Anka dan orang yang paling lama mengenal Anka, adalah Fian. Jadi sudah seharusnya Fian tahu lebih banyak daripada mereka.
"Anjirlah. Orang kaya kenapa pada aneh aneh dah? Beli barang mahal cuma untuk tau perasaan tuh gimana sih konsepnya?" Tama dibuat bingung dengan pemikiran Anka. Tidak bisa dia bayangkan sekeras apapun Tama berusaha.
"Gak semua orang kaya aneh. Itumah cuma Kak Anka aja." Lucca asal bicara. Tapi apa yang dia ucapkan memang tidak salah. Segala pemikiran Anka memang selalu aneh dan tidak pernah bisa diprediksi orang lain. Kebanyakan barang mewah yang Anka beli memang hanya untuk memenuhi rasa penasarannya, entah tentang bagaimana perasaan dia kala dia bisa mempunyai barang barang yang diimpi impikan banyak orang atau hanya ingin sekedar mencari tahu apa alasan barang itu begitu diincar banyak orang.
"Oh iya, lu anak orang kaya juga ya?"
Jika mau membandingkan Anka dengan Lucca, mereka yang sama sama terlahir dari keluarga kaya memiliki perbedaan mencolok dari segi manapun. Lucca terbiasa dengan kehidupan anak orang kaya pada biasanya, dia mengenal banyak merek ternama dari dunia fassion, otomotif, kuliner dan lain lainnya. Sedangkan Anka, dia hanya mengikuti opini orang orang saja. Jika banyak orang yang menginginkannya, maka barang itu mungkin memang berharga. Namun sejauh apa yang Anka dapatkan dari mengikuti opini orang orang, dia tidak merasakan hal yang spesial. Barang hanyalah barang yang sering kali Anka lupakan asal usulnya.
"Awalnya gue ngerasa, gue emang kaya. Tapi setelah ngenal Kak Anka, kekayaan bokap gue bukan apa apa dibanding dia. Ni kalo dia mau, mungkin dia bisa beli perusahaan bokap gue."
"Lucu banget kalo dijadiin film. Ketika anak magang lebih kaya dari bos nya."
"Jujur gue malu banget tau dulu pas awal ngenal kak Anka. Lo semua tau ga? Dia nolongin gue sama Fahmi kan ya, pas kita berdua dipalak kakak kelas. Trus gue so so an mau ngasih imbalan ke Kak Anka, kata gue, gue mau ngasih dia mobil. Anjirlah, pas gue liat garasinya, jadi gue yang pengen minta mobil dari dia."
Mendengar cerita Lucca, orang orang disana tertawa. Itu memang kejadian yang tidak terduga. Dari penampilannya, Anka memang sudah terlihat dari kalangan orang berada. Namun dia tidak pernah memberitahu orang orang latar belakang dia sebenarnya, sekaya apa keluarganya, dia tidak pernah menyombongkan apa yang dia punya. Wajar saja, orang seperti Lucca yang biasanya berada di puncak kelas sosial, merasa di bodohi oleh Anka yang hidupnya terlampau sederhana.
"Ditongkrongan juga dia sering banget jajanin kita kita kan ya. Wah anak orang kaya nih. Sebanyak apapun kita pesen di warung tempat biasa kita nongkrong, tu anak gak pernah protes atau berat ngeluarin duit. Tibalah ide si goblog ini," Reyhan menunjuk Abdi yang sedari tadi menjadi pendengar saja diruangan ini. "Dia beli minuman banyak banget tuh, tagihannya dikasih ke Anka. Berujung apa? Tu minuman udahmah gak dibayar Anka, semua botolnya di diancurin dengan cara dipukulin ke kepala kita, kepala kita robek, tagihan minuman kita juga yang bayar. Apes nya berkali kali lipat. Dari situ kita tau kalo Anka gak bisa diajak macem macem."
KAMU SEDANG MEMBACA
The School Of Criminals
Teen FictionIni tentang Anka. Dia adalah penghukum yang paling setara atas segala kejahatan warga sekolah lain yang merugikannya. Istilah 'Mata diganti mata...', itu berlaku dihidupnya.